Mohon tunggu...
Wijanarko Dwi Utomo
Wijanarko Dwi Utomo Mohon Tunggu... wirausaha -

Seorang anak lelaki, seorang suami dan seorang ayah, yang punya banyak dosa, dan mencoba untuk menjadi lebih baik dari hari ke hari. Blogger, Bitcoin Miner, Bekerja dari rumah memanfaatkan teknologi internet.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pasport: Tiket Untuk Melihat Dunia

1 September 2014   15:53 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:55 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terinspirasi tulisan "PASSPORT" oleh Rhenald Kasali yang ditayangkan di harian Jawa Pos, 8 Agustus 2011, dan website Indonesia Mengajar (http://indonesiamengajar.org/cerita-pm/patrya-pratama/passport-by-rhenald-kasali), saya jadi ingin menuliskan kisah saya sehubungan dengan Passport ini.

Saya adalah seorang anak yang dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang bekerja sebagai PNS. Sejak kecil hingga masa kuliah, sulit bagi saya untuk bisa membayangkan pergi ke luar negeri, baik untuk sekolah maupun untuk liburan.

[caption id="attachment_340468" align="aligncenter" width="700" caption="KL City Gallery"][/caption]

Orang tua saya tidak memberikan wawasan tentang Pasport kepada saya sejak dini. Saya tidak menyalahkan mereka akan hal ini. Pada akhirnya saya bersyukur, karena saya dapat menemukan jawabannya sendiri.

Saya memutuskan untuk membuat Pasport pada akhir tahun 2010, pada saat Saya bekerja di sebuah perusahaan PMA Jepang di kawasan Mukakuning Batam. Tujuan saya sederhana saat itu, sudah bekerja di Batam, masak belum pernah nyeberang ke Singapura. Berbekal Passport, tiket ferry dan sejumlah kecil uang dollar Singapura, akhirnya saya melakukan perjalanan ke Singapura, pada hari Sabtu, 18 Desember 2010. Tur satu hari ceritanya, karena saya berangkat pagi dari Batam dan kembali malam hari dari Singapura.

Tempat-tempat yang saya akan kunjungi ketika itu saya buat sendiri berdasarkan informasi yang saya dapat dari internet. Alhamdulillah, karena keberanian saya itu akhirnya saya bisa merasakan kemajuan yang dialami oleh negara tetangga kita, Singapura.  Saya bisa menikmati MRT-nya, saya menikmati luasnya trotoar yang tersedia bagi pejalan kaki di Orchard road. Keluar-masuk chinatown, mampir ke Fullerton One untuk bertemu Merlion dan melihat Marina Bay Sands Hotel. Serta menikmati beberapa sudut Singapura sambil berjalan kaki.

Pengalaman pertama pergi ke luar negeri pertama kali tentu amat berkesan bagi saya pribadi. Hingga kemudian di bulan Desember 2013, saya kembali mendapat tugas dari kantor untuk menghadiri sebuah acara di Kuala Lumpur, Malaysia, selama 3 hari 2 malam. Lagi-lagi ini menjadi pengalaman yang menyenangkan bagi saya pribadi. Sejak saat itu saya jadi punya cita-cita untuk mengajak serta keluarga saya berlibur ke negara tetangga di kawasan Asia Tenggara.

Puji syukur Alhamdulillah, doa saya terwujud akhir Agustus tahun ini. Bersama seluruh keluarga besar, saya dan keluarga pergi berlibur ke negara tetangga, Malaysia, selama 2 hari 1 malam. Satu hal yang membuat saya bangga sekaligus terharu adalah Saya merasa diberi kemampuan oleh Allah untuk memberikan kesempatan kepada anak-anak saya untuk melihat negara lain, diluar negerinya sendiri, di usia yang masih relatif muda.

Saya berharap dengan mengalami hal ini, anak-anak saya memiliki rasa percaya diri dan kesadaran yang tinggi bahwa dirinya adalah bagian dari warga dunia, yang memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk menikmati dunia yang telah Allah ciptakan ini bersama-sama dengan penuh kedamaian. Saya berharap mereka memiliki kesadaran bahwa dunia ini luas, dan banyak tempat menarik yang bisa mereka datangi dan nikmati. Biarlah hanya Saya yang membutuhkan waktu 30 tahun lebih untuk bisa memiliki pasport dan melihat dunia, dan mereka bisa mendapatkannya sejak dini.

Kembali mengutip kata Rhenald Kasali, "Pasport adalah tiket untuk melihat dunia, dan berawal dari pasport pulalah seorang santri dari Jawa Timur menjadi pengusaha di luar negeri. Di Italy saya bertemu Dewi Francesca, perempuan asal Bali yang memiliki kafe yang indah di Rocca di Papa. Dan karena pasport pulalah, Yohannes Surya mendapat bea siswa di Amerika Serikat."

Jadi anak-anakku, dengan Pasport yang kalian miliki, kalian telah memiliki tiket untuk melihat dunia. Manfaatkan itu dengan sebaik-baiknya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun