Dari data Badan Pusat Statistik Januari tahun 2012, jumlah Pengusaha di Indonesia hanya 3,75 juta jiwa. Sedangkan jumlah Pegawai Negeri Sipil di Indonesia pada tahun 2012 4,4 juta jiwa, belum ditambah dengan jumlah Pegawai di sektor swasta yang kurang lebih sama jumlahnya.
Dari data ini Penulis melihat potensi orang mengeluh karena pekerjaannya minimal 2x lebih banyak dibandingkan dengan Pengusaha.
Pernahkah para pembaca mendengar keluhan dari teman-teman yang bekerja, baik di sektor pemerintah maupun swasta, mengeluh atas kejenuhan yang dihadapi di pekerjaan mereka. Tentu pernah, bahkan sering bukan? Penulis juga seringkali memperhatikan teman-teman yang tidak mengalami ketidakpuasan dalam pekerjaan yang sedang mereka jalani saat ini. Ekspresi yang muncul berupa keluhan, baik secara lisan maupun tulisan di media sosial.
Nah kalau sudah begini, apakah masih bisa diperbaiki?
Jawabannya tentu bisa. Menurut Penulis, orang-orang yang bekerja di kantor, baik di sektor pemerintah maupun swasta, mereka dominan menggunakan otak kirinya. Padahal semua otak manusia diciptakan Tuhan dengan 2 hemisfer yang masing-masing memiliki tugas dan fungsi yang khas. Dominan menggunakan otak kiri, seringkali membuat manusia terjebak dalam rutinitas harian, tidak mengetahui jalan keluar yang berbeda dari rutinitas yang biasa di hadapi. Mereka merasa aman dengan hal itu, meski seringkali merasa tidak puas dengan hasil yang mereka capai. Setelah mengeluh, mereka tetap setia dengan kebiasaan yang mereka lakukan.
Berbeda dengan orang-orang yang dominan menggunakan otak kanannya, mereka biasanya memiliki cara kerja yang dinamis, dan jauh dari yang namanya rutin-monoton. Mereka cenderung suka untuk menetapkan tantangan baru, jika tantangan yang lama sudah berhasil mereka atasi. Hal ini tentu membuat grafik pencapaian mereka meningkat dari waktu ke waktu.
Apa sesungguhnya problem yang dihadapi oleh para pekerja dominan otak kiri? Mereka terbiasa untuk bekerja dengan target yang telah ditetapkan oleh atasannya, tanpa itu mereka seringkali mengalami kesulitan untuk menampilkan unjuk kerja yang optimal karena energinya terpakai tanpa arah. Dalam keseharian di pekerjaan mereka seringkali merasa terjebak dan tidak punya pilihan, sehingga harus tetap bertahan untuk bekerja meskipun sesungguhnya mereka sudah merasa jenuh atau tidak bahagia.
Tulisan ini murni pendapat dan pengalaman yang dihayati Penulis pribadi.
Salam!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H