Mohon tunggu...
Siti Masitoh
Siti Masitoh Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bijaksana Itu yang Bagaimana?

15 April 2018   21:54 Diperbarui: 15 April 2018   22:27 859
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: destinychapel.org

Pengertian bijak menurut KBBI adalah selalu menggunakan akal budinya; pandai; mahir:, sedangkan bijaksana berarti (1) selalu menggunakan akal budinya (pengalaman dan pengetahuannya); arif; tajam pikiran; (2) pandai dan hati-hati (cermat, teliti, dan sebagainya) apabila menghadapi kesulitan dan sebagainya.

Apa jawaban judul tersebut? Yuk, kita ambil beberapa ilustrasi.

Ketika orang memposting foto makanan, bakso misalnya. Bisa jadi memang dia pada saat itu sedang makan bakso, bisa jadi pula pernah makan bakso pada waktu yang lalu dan di foto, kemudian diposting pada hari yang lain, dan bisa juga pada saat itu sedang ingin makan bakso, tetapi bakso belum tersedia di depan mata.

Jika ada orang yang dermawan, suka memberi, belum berarti dia mempunyai kekayaan harta yang banyak, tetapi bisa juga dia sedang ingin mensyukuri nikmat-nikmat Allah yang diberikan padanya, atau bahkan bisa jadi pula dia sedang kesulitan sehingga dia berusaha meminta jalan keluar kepada Allah dengan cara memberi orang lain.

Saat ada teman yang posting mengingatkan "ayo sholat", belum tentu lho pada saat itu dia sedang sholat, bisa jadi lagi di tengah padatnya lalu lintas kota, yang memang pada saat itu sudah masuk waktu shalat. Tetapi dia menulis itu untuk mengingatkan keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan utamanya dia sendiri, tetapi karena memang situasi dan kondisi yang ada belum memungkinkan baginya melaksanakan, dan hatinya pun meronta kearah situ. Lagian ngapain juga saat sedang shalat posting status??

Manakala ada pernyataan yang dianggap nyleneh, kontroversial, dan sulit diterima akal fikiran, bisa jadi pernyataan yang disampaikan memang salah, atau bisa jadi juga yang menyampaikan terlalu cerdas sehingga orang-orang tidak mampu menerima apa yang disampaikan, dan bahkan bisa jadi sebaliknya, yang menyampaikan kurang pengetahuannya sehingga menyampaikan pernyataan yang tidak berdasar. Kaidahnya, dalam hal nasihat, lihatlah pada apa yang disampaikan, jangan lihat siapa yang berkata. Namun dalam hal pemikiran, lihatlah dulu siapa yang berbicara, baru mengambil kesimpulan dengan ilmu.

Kesimpulannya,

Ketika mendengar berita, menyaksikan peristiwa, dan menghadapi fenomena, maka jangan buru-buru menyimpulkan tanpa pengetahuan, jangan buru-buru berkomentar, milikilah sumbu yang lebih panjang. Jangan rela diadu domba, jangan mau dimainkan prasangka. Sesuatu yang kita dengar dan saksikan, tidak serta merta sama dengan apa yang terlihat dan terdengar, banyak faktor yang terlibat di dalamnya. Kata simbah kita dulu "ojo kagetan, ojo nggumunan". Jadilah orang yang bersikap pertengahan, tidak terlalu ekstrim, tetapi juga tidak terlalu longgar, "ummatan wasathon". Silakan diaplikasikan, semoga kita selalu diberikan perlindungan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun