Mohon tunggu...
Siti Masitoh
Siti Masitoh Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengapa Engkau Menertawakan Pekerjaanku?

24 Februari 2018   22:15 Diperbarui: 24 Februari 2018   22:30 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Manusia menjadi terhormat ketika ia mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dari keringatnya sendiri. Maka sekaliber Nabi Daud 'alaihissalam pun tetap berusaha mencukupi kebutuhan hidup dengan bekerja menjadi pandai besi. Rasulullah fdfa memberikan nasihat bahwa tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah. Selain dari itu disampaikan pula, daripada hidup meminta-minta maka lebih terhormat jika orang mencari kayu bakar dan kemudian menjualnya untuk kebutuhan hidupnya. Apapun pekerjaan yang dijalani, selagi halal hasilnya dan tidak menyalahi aturan syar'i, maka hal tersebut adalah sah dan baik-baik saja.

Penulis masih ingat ketika suatu waktu mendapati hal yang begitu membekas dalam ingatan. Ada sekumpulan mahasiswi yang tengah makan bersama. Sembari makan mereka memperbincangkan sesuatu sambil tertawa terbahak-bahak. Tanpa sengaja penulis duduk satu meja dengan mereka. Salah satu mahasiswi bertanya kepada temannya. "Apa kamu mau jadi guru WB (Wiyata Bakti)?" Spontan mereka tertawa serentak dan berkata, "Jadi guru WB gajinya saja tidak cukup buat beli bensin, jajan, bahkan untuk membeli krim kecantikan. Dan kalau jadi guru WB tiap hari bisanya bawa bekal nasi, lauknya MASAKO RASA AYAM, ha ha ha". 

Mendengar hal itu, penulis berpikir, dan dalam batin berkata, 'saya juga guru WB sudah hampir 6 tahun, dalam hal kebutuhan hidup saya juga tidak ketinggalan dengan teman yang lain. Teman makan lauk ikan, saya juga bisa makan lauk ikan.'

Guru, entah yang berstatus PNS maupun WB, mereka sama-sama manusia. Setiap manusia mempunyai perangkat yang sama dalam merasakan kehidupan. Hati yang senantiasa bersyukur menjadikan setiap hal yang dijalani menjadi ringan. Setiap yang diterima terasa baik. Guru WB tentunya belum mendapatkan kompensasi yang sepadan dengan tugas yang dijalankannya. Dari hal tersebut maka bisa jadi mereka belum mendapatkan kepuasaan material. 

Namun demikian laih halnya dengan kepuasan non-material. Keistiqomahan yang ditunjukkan dengan menjadi guru WB selama sekian tahun menunjukkan adanya cahaya harapan. Kehadirannya di sekolah senantiasa dinantikan oleh anak-anak. Tantangan-tantangan yang ada seolah menjadi bumbu pelengkap yang menjadikan pengalaman hidup menjadi nikmat. Inilah kebahagiaan tersendiri bagi guru WB. Kebahagiaan yang bahkan sulit untuk di ungkap dengan kata-kata.

 Guru WB bukanlah pekerjaan yang boleh dijadikan bahan tertawaan. Mari kita sama-sama berpikir,  bagaimana nasib pendidikan di negeri kira ini tanpa adanya guru WB? Dari sekian ribu guru yang ada di negeri kita ini, guru WB memberi peran yang signifikan bagi keberlangsungan kegiatan pendidikan. Kita lihat ke sekolah-sekolah, hampir tiap sekolah ada guru WB yang jumlahnya lebih banyak dari pada guru PNS. Hal ini menjadi realita yang terjadi di lapangan.

Guru WB, tidak boleh ditertawakan, tidak boleh disepelekan. Tertawakanlah diri sendiri, atas kelucuan-kelucuan yang mungkin melekat pada diri, terhadap kejahilan-kejahilan yang masih perlu diperbaiki. Kebahagiaan bersumber dari hati. Bahagia adalah menjadi orang yang merdeka, dimana rasa sedih dan gembira tidak ditentukan dengan banyaknya harta, dimana rasa puas dan kecewa bukan didasarkan kedudukan kasta. Jadi, mengapa engkau masih menertawakan pekerjaanku?

Ditulis oleh: Siti Masitoh

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun