Temuan yang dirilis OJK, membuat miris. Jika melihat angka 3% pada komponen pelajar, tentu saya akan tertanya-tanya, apa kabar dengan pinjol dikalangan mahasiswa yang bikin heboh?.Â
Ini bukanlah pembelaan diri terhadap profesi guru. Namun, sebegitu parahkah kondisi perekonomian guru hingga terjerat mas pinjol?. Atau, apakah guru  'terpesona' dengan gaya hidup hedonis hingga menempuh jalan pintas yang tak pantas?.
Beberapa tahun yang lalu, salah satu keponakan saya mengurai hijab yang saya kenakan. Dia mengamati brand yang tersemat, tak lama dia berucap, "Ih, nggak keren, nggak Rab...", sembari menyebut merek, yang ambassadornya saja teken kontrak milyaran.
Menghadapi celotehan anak kecil seperti dia, sang ponakanku yang emang sudah dari sononya sudah ceriwis, saya punya jawaban sederhana. "Caca, ini jilbab Uwak mereknya ngasal, andai mampu beli yang mahal juga Uwak nggak beli. Kenapa? karena Uwak kadang naik pajero, fortuner, atau inova ke sekolah, tapi lebih sering naik angkot atau becak. Jadi, sayang dong jilbab mahal entar nyangkut di pintu angkot, koyak deh."
Netizen jangan dulu berasumsi macam-macam, bahwa saya sok idealis, dst. Eits sebentar, saya kan guru mapel ekonomi, andai saya bergaya hedon, timpang dong ilmu yang saya ajarkan. Namun alasan yang lebih pas adalah bahwa sesuai ajaran agama, bahwa berlebih-lebihan itu tidak baik, boros itu kawan setan.Â
Jadi teringat nih kehidupan di masa kecil, di kampung RM Nusa Indah Pondokbulu. Pagi-pagi sekali, Omak merebus ubi kayu, diberi sentuhan garam agar ada rasa (bukan rasa yang tak pernah ada ya). Lepas tu, Omak ajak kami santap breakfast, dengan ucapan "ayo, makan roti sumbu".Â
Saya, dengan panggilan Imma, emang super kepo sejak kecil, bertanya ke Omak, kenapa disebut roti sumbu, padahal faktanya ubi yang selalu ready sebagai sarapan. Jawaban Omak simpel saja, karena dibagian ujung potongan ubi tersebut, tersembul urat-urat ubi, serupa sumbu, maka jadilah roti sumbu.
And then, jika anak-anak menyisakan makanan di piring, saya selalu merepet. Jangankan anak-anak sendiri, anak didik juga dapat perlakuan yang sama. Kemarin pas buka bersama di salah satu warung kuliner di Labura, hampir merata ayam goreng tersisa diatas piring. Andai saya tergolong emak pembungkus, bisa jadi pulang dari bukber penuh dengan bontot.
Kembali ke masalah pinjol, dengan angka tertinggi diraih oleh oknum guru. Semoga ada penelitian yang lebih akurat untuk mengangkat kasus yang sama, dengan harapan bahwa angka 42% bergeser kepada profesi lainnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI