Mohon tunggu...
Masino Sinaga
Masino Sinaga Mohon Tunggu... Web Developer -

Web Developer yang lumayan rutin menuliskan pengalamannya di http://www.masinosinaga.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Benarkah Ahok Diwajibkan Cuti Kampanye?

23 Agustus 2016   11:15 Diperbarui: 23 Agustus 2016   16:33 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika kita membaca hanya ayat (3) ini saja tanpa melihat ayat (2), maka siapapun pasti akan langsung mengartikan bahwa Ahok harus mengambil cuti supaya bisa ikut kampanye. 

Tapi, nah ini dia... jika kita melihat kembali ayat (2) sebelumnya, maka ayat (3) ini ingin mengatakan, bahwa jika Ahok ikut kampanye seperti yang dimaksud pada ayat (2) tadi, maka Ahok harus menjalani cuti kampanye. Tapi jika kita simak lebih dalam lagi makna ayat (3) ini, kata harus di sini menerangkan bagi calon petahana yang ikut kampanye saja. Jika seandainya Ahok ikut kampanye, maka Ahok dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya. Itu sudah jelas.

Sebaliknya, karena di ayat (2) tadi terdapat makna implisit yang menyatakan bahwa jika Ahok tidak ikut kampanye, maka ayat (3) tersebut dengan sendirinya tidak berlaku bagi Ahok. Itu artinya, karena Ahok tidak mengikuti kegiatan kampanye tadi, maka Ahok tetap dapat bekerja selama dalam masa kampanye tersebut. Dengan demikian, secara otomatis pula, Ahok tetap bisa menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya. Jelas dong, karena Ahok tidak ikut kampanye.

Untuk ayat (4) dan ayat (5), sudah jelas. Ayat (4) berisi ketentuan yang menjelaskan ayat (3), sedangkan ayat (5) menjelaskan ketentuan yang menjelaskan ayat (4). Kedua ayat yang terakhir ini masing-masing menjelaskan tentang ketentuan teknis pengajuan dan pemberian cuti secara hirarki.

Mungkin ada juga yang akan menafsirkan bahwa antara ayat (2) dan (3) itu masing-masing berdiri sendiri. Jika ayat (2) dan ayat (3) itu berdiri sendiri, pertanyaan selanjutnya: mengapa di ayat (2) terdapat makna yang bertentangan dengan ayat (3) tadi? Seperti uraian saya di atas tadi, ayat (2) mengandung dua makna (boleh ikut kampanye, atau boleh tidak ikut kampanye), karena tidak adanya kata wajib atau harus di sana. 

Dari uraian dan analisis saya di atas, masihkah kita menganggap bahwa ketentuan di Pasal 70 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 itu mewajibkan Ahok untuk mengambil cuti kampanye? 

Apakah itu artinya selama ini kita (sudah atau sedang) terjebak dalam memahami ketentuan yang tercantum dalam suatu Undang-Undang secara parsial atau sebagian saja? Apakah kita selama ini tidak pernah melihat konteks di suatu Pasal dalam suatu Undang-Undang  secara menyeluruh? 

Selain itu, tidak adakah satu orang Pejabat di level Pusat sana yang memahami niat baik dari seorang Ahok di atas? Bukankah ketika Ahok memutuskan ingin bekerja selama empat bulan masa kampanye itu, itu jauh lebih baik daripada dia tidak bekerja sama sekali. 

Justru karena dengan tetap bekerja itulah, Ahok menyadari betul, bahwa dia tidak ingin melakukan kampanye lagi bagi masyarakat Jakarta yang akan memilihnya nanti. Ahok juga sekaligus ingin membuktikan, bahwa jika calon petahana tetap bekerja dengan baik dan jujur, maka tidak perlu menghabiskan biaya yang tidak sedikit hanya untuk berkampanye. Bukankah ini bisa menjadi contoh yang baik bagi para pemimpin di daerah lainnya?

Sayangnya, niat baik Ahok ini pun tidak bisa dipahami oleh mereka yang selama ini tidak senang dengan Ahok dan "memaksa" supaya Ahok tetap ikut cuti.

Bagaimana menurut pendapat Anda?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun