Dalam tayangan Apa Kabar Indonesia Malam, Sabtu (30/1), Permadi Arya mengungkap latar belakang cuitan kontroversialnya. 'Islam arogan' ia sebutkan sebagai representasi dari golongan transnasional yang tak mengindahkan tradisi lokal.Â
Abu Janda: Bukan Pernyataan Mandiri, Lihat Konteks
Dalam telewicara di salah satu televisi swasta nasional itu, Permadi menyebut latar belakang twit-nya yang telah menyinggung umat Islam. 'Islam arogan' ia maksudkan untuk melabeli sebagian umat Islam yang tak ramah terhadap budaya lokal. Golongan itu kemudian ia sebut sebagai Salafi atau Wahabi. Hmmm.. sudah kuduga.
Lalu mengapa Abu Janda menyebut Wahabi arogan?
Dalam percaturan mazhab Islam Sunni, Salafi atau Wahabi adalah satu aliran yang bisa dibilang saklek dalam pemahaman pun dalam pengeterapan ajarannya.Â
Aliran ini berasal dari Saudi -dulu bernama Hijaz- dan lahir saat wilayah itu masih dalam kekuasaan Turki Utsmani di penghujung 1700-an Masehi. Wahabiyah di prakarsai oleh Syekh Muhammad bin Abdulwahhab yang lahir pada 1703 M di Uyaynah, sebuah wilayah yang berjarak 50 km di barat laut Riyadh.Â
Saat ini di Indonesia, Wahabi dikenal melalui dakwah para dai seperti Yazid bin Abdulqadir Jawwaz, Khalid Basalamah, Syafiq Basalamah, Firanda Andirja, Badrusalam, Riyadh Bajrey dan masih banyak lagi.Â
Bagi kebanyakan orang, dakwah yang mereka sampaikan sama sekali tak bermasalah. Namun tidak bagi sebagian muslim lainnya. Memang, tidak semua permasalahan yang mereka ketengahkan menimbulkan gesekan dengan muslim lainnya. Di sinilah Abu Janda hendak menegaskan letak persoalannya.Â
Gesekan yang timbul antara Wahabi dan muslim lain - sebutlah muslim tradisional- salah satunya terletak pada penerimaan akan budaya lokal.Â
Apakah Islam Selalu Menerima Tradisi?
Jika berbicara hubungan antara Islam dan tradisi maka kita harus bersiap diri untuk tidak sepakat dengan para pengikut Wahabi. Apa pasal?
Bagi mereka, akulturasi antara Islam dan tradisi lokal yang menghasilkan tradisi keislaman tetap dihukumi haram. Maka tak mengherankan jika di kamus mereka tidak ada yang namanya maulidan, tahlilan, yasinan dan sejenisnya.Â
Dalil yang mereka pegang adalah bahwasanya hal yang disebut di atas tidak dicontohkan oleh nabi dan para sahabat. Dalam terminologi ajaran Islam, hal itu dinamakan bid'ah, suatu hal baru yang diada-adakan.Â
Jangankan yang berbau tradisi, jenis peribadatan yang diperbolehkan menurut pendapat para ulama terdahulu pun bisa mereka vonis terlarang.Â
Sebutlah sebagai contohnya, melafalkan niat (ushalli) sebelum shalat, dzikir berjamaah selepas shalat fardhu, kirim pahala untuk orang mati, mengharap berkah Allah dari peninggalan orang saleh (tabarruk), berdoa dengan menyebut nama orang saleh yang telah meninggal (tawassul).