Tak perlu bertanya bertele-tele, saya pun maklum dengan tindakannya itu. Dia yang seorang ibu rumah tangga, tentu akan menghadapi anak-anaknya yang menyangka ibunya sedang libur kerja. Namanya anak-anak, dikasih tahu pun sering nggak ngaruh. Akhirnya, work from home tak optimal. Sang ibu pun direpotkan oleh pekerjaan rumah tangga disamping harus menyelesaikan tugas di kantor.
Kendala lainnya adalah masalah komunikasi. Saat berada di kantor, masalah-masalah kerap diselesaikan dengan sebuah komunikasi singkat. Cukup datang ke meja rekan kita, utarakan permasalahannya, cari solusi, selesai sudah.
Namun saat work from home, kita harus menelpon, whatsapp chat atau menggunakan aplikasi Zoom. Takes time dan butuh pulsa tentunya.
Meski begitu, kadang orang lain menganggap bahwa kerja di rumah itu enak-enak saja. Bisa dimengerti. Sebab di mata mereka, kerja di rumah itu identik dengan kata santai. Nggak harus mandi dulu, bisa kerja sambil pakai singlet dan celana kolor atau tak harus menembus kemacetan lalu lintas saat pergi ke kantor.
Namun jangan salah, para praktisi work from home mendapatkan masalah lain sebagai penggantinya, seperti 2 contoh di atas. Makanya berkaca dari kondisi itulah, mbak Endang pun sewot saat Badrun bilang kalau kerja di rumah itu enak.
"Enak? Enak raimu. Aku ini lho di depan laptop 10 menit, 2 menitnya disamperin anakku wadon buat minta ini itu..2 menitnya lagi nunggu loading, koneksine lemot. Penak apane!?"
😀.. 😁.. 🤣
-----
*Dialog di atas adalah fiktif belaka. Namun tak menutup kemungkinan mewakili kondisi di lapangan.
Baca juga artikel lainnya :
- Faktor Penentu Efektivitas Work from Home, Salah Satunya Lajang!
- Mudik Dilarang, Momen Melayang
- Pesan Ozawa, Pandemi dan Indonesia