Jika masing-masing pengikut NU maupun Muhammadiyah keukeuh pada keyakinannya, yang pada gilirannya menjurus pada perpecahan umat Islam maka di situlah diperlukan sebuah konsensus. Konsensus tersebut dijadikan pegangan keduanya untuk tak saling melanggar batas. Di sinilah ibaratnya Pancasila berada.Â
Pancasila, yang merupakan konsensus bersama antara umat seagama dan antar umat beragama, menjadi pereda ketegangan antara mereka yang membawa dalil-dalil agama yang dikuatirkan tak dapat bertoleransi dengan umat lain yang berbeda pendapar. Meski di dalam agama (Islam) terdapat firman Allah yang melarang umat-Nya berpecah belah.
Atau jika dihubungkan dengan perkataan lainnya. Dia menerangkan bahwa adagium 'negara Pancasila bukan negara agama dan bukan pula negara sekuler' adalah cara rejim Orde Baru untuk mengatakan Pancasila bukan seperti DI/TII merujuk pada disksi agama, bukan pula seperti PKI merujuk pada diksi sekuler.
Begitu kira-kira tafsiran mengenai diksi 'musuh' dalam teks kalimat Prof. Yudian. Jika ada tafsiran lain, silakan saja.
Beranjak dari polemik hebat ini, ada baiknya jika Prof. Yudian selaku subyek yang mengeluarkan pernyataan itu memberikan klarifikasinya agar tak berkepanjangan. Apalagi hal itu menyangkut 2 institusi di negeri ini, UIN dan BPIP.Â
- Polemik Pemulangan Eks-ISIS, dari Eksekutif hingga Mantan Teroris
- Kini Tegas Menolak, Indonesia Pernah Terima Deportan Eks-ISIS
- Mantan Teroris dan Contoh Nyata Ketidakberhasilan Deradikalisasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H