Pemberian penghargaan Adhikarya Wisata kepada diskotek Colosseum menuai polemik. Colosseum memenangkan penghargaan dari pemerintah provinsi DKI dalam katagori Klub dan Diskotek untuk jenis usaha Hiburan dan Rekreasi.Â
Namun tak menunggu waktu lama, penghargaan yang ditujukan kepada usaha yang memberikan pelayanan wisatawan dan pembangunan wisata di Ibu Kota itu akhirnya dicabut.
FPI dan BNN Sayangkan, PA212: Kami Akan Tegur AniesÂ
Plt Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Alberto Ali menyebutkan 3 hal yang dijadikan pertimbangan dalam menentukan pemenang. Pertama dedikasi, selanjutnya kinerja dan kontribusinya terhadap sektor pariwisata ibu kota. Masih menurutnya, diskotek merupakan salah satu usaha legal di sektor pariwisata*.
Respon keras datang dari elemen masyarakat yang selama ini dikenal sebagai pendukung Anies, Front Pembela Islam (FPI) dan Persaudaraam Alumni (PA) 212.Â
FPI menyayangkan pemberian penghargaan itu dan menyarankan Anies untuk mengedepankan religiusitas dalam membangun ibu kota. Mengingat Jakarta yang lekat dengan sejarah Fatahillah dan Pitung yang punya semangat dalam melawan kemaksiatan. Untuk itu, Anies diharapkan untuk dapat melakukan konsultasi dengan para ulama. Pernyataan sikap itu dirilis DPP FPI pada 15 Desember lalu*.Â
Senada dengan FPI, Slamet Maarif yang mewakili PA 212 menyatakan akan melakukan tabayun (klarifikasi) dan menegur Anies secara langsung terkait hal tersebut.Â
Keberatan juga datang dari Badan Narkotika Nasional (BNN). Deputi Pemberantasan BNN, Irman Depari menyesalkan langkah pemerintah provinsi DKI karena pada September lalu, 34 pengunjung Colloseum kedapatan mengkonsumsi narkotika. Temuan itu mengantarkan Colloseum dan 2 diskotek lainnya --Olympic dan Paragon yang berada di kawasan Mangga Besar-- direkomendasikan untuk diberi sangsi*.
Berbeda dengan sikap FPI dan PA 212, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama justru tak mempermasalahkan pemberian penghargaan itu. Mereka beralasan bahwa kegiatan rutin itu dilakukan per 2 tahunan dan sudah dilaksanakan oleh gubernur sebelumnya. Selain itu Ketua GNPF Ulama, Yusuf Muhammad Martak pun menuding pihak yang mengkritik Anies hanyalah orang-orang yang belum move on dari Pilkada DKI*.Â
Komentar Yusuf Martak itu tentu tak diarahkan pada teman-teman seperjuangannya di FPI dan PA 212. Meski mendukung langkah Anies --yang kemudian dianulir-- Yusuf Martak tetap menyatakan bahwa GNPF Ulama menentang kegiatan-kegiatan yang mengarah pada kemaksiatan, termasuk tempat hiburan malam seperti diskotek.
Non Aktifkan Pejabat Disparbud, Anies Lepas Tangan?Â
Polemik yang terjadi mengantarkan Anies pada penonaktivan pejabat Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI. Sekretaris Daerah, Saefullah mengatakan akan dilakukan pengusutan terhadap jajaran dinas terkait. Jika ditemukan kelalaian, sangsi menanti pejabat yang bersangkutan.Â
Dia pun memberikan argumentasi bahwa tanda tangan yang tertera pada penghargaan tersebut bukanlah tanda tangan basah gubernur melainkan tanda tangan cetak. Apakah dengan argumentasi itu, pemprov DKI berupaya menepis tudingan kelalaian yang mungkin saja ditimpakan ke gubernur selaku pejabat tertinggi di pemprov DKI?Â