Mohon tunggu...
Ahmad Indra
Ahmad Indra Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemerintah Siapkan Instrumen Jerat Pro Khilafah

16 September 2019   18:52 Diperbarui: 18 September 2019   13:05 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menkopolhukam Wiranto menghadapi wartawan | Foto Kompas

NU misalnya, dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama yang diadakan di Jakarta pada tanggal 1-2 November 2014 diputuskan beberapa pasal yang diantaranya adalah kewajiban dalam mempertahankan NKRI. 

5. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah hasil kesepakatan kebangsaan luhur di antara anak bangsa pendiri negara ini. NKRI dibentuk guna mewadahi segenap elemen bangsa yang sangat majemuk dalam hal suku, bahasa, budaya dan agama. Untuk itu, menjadi keharusan semua elemen untuk mempertahankan keutuhan NKRI. Oleh karena itu, setiap jalan dan gerakan menentang keutuhan NKRI wajib ditangkal. Sebab akan menimbulkan mafsadah (kerusakan) yang besar dan perpecahan umat. 

Putusan tersebut tak lepas dari kondisi umat Islam Indonesia yang sudah terkonsolidasikan dalam sebuah negara bernama Republik Indonesia. Sementara itu Muhammadiyah melalui Ketua Bidang Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah Prof Dadang Kahmad menyatakan hal senada.

"Muhammadiyah kalau konsensus bersamanya kita sebagai Negara Republik Indonesia, ya kita tetap akan mendukung Negara Republik Indonesia,"demikian disampaikannya kepada detikcom. 

Namun posisi ke dua ormas tersebut tidak serta merta meredam gejolak masyarakat awam --terutama di media sosial-- dalam meneriakkan khilafah atau setidaknya mau berdampingan dengan elemen penyeru khilafah. 

Kondisi itu tak lepas dari masifnya penentangan mereka terhadap rejim Jokowi yang dinarasikan sebagai rejim yang mendiskreditkan Islam. Sehingga dukungan dari siapapun akan dengan mudah dimentahkan atau setidaknya dikesampingkan. 

Di samping itu, bench mark pergerakan muslim tanah air saat ini seolah dinisbatkan pada Front Pembela Islam (FPI) semata. Terlihat dari dukungan mereka terhadap Imam Besar FPI, Habib Rizieq Syihab. Dan meski sebenarnya FPI mengakui legitimasi NKRI, mereka rasanya tak akan mau mengatakan bahwa khilafah yang diperjuangkan oleh HTI sebagai tindakan makar karena dimungkinkan akan berefek negatip pada keberlangsungan dukungan khalayak terhadap mereka. 

Sehingga tak pelak, tanggung jawab untuk memberikan pengertian publik akan khilafah dipikul oleh NU dan Muhammadiyah. Dan seyogyanya hal itu tak terbatas pada pernyataan-pernyataan para tokohnya namun lebih masif pada dalil-dalil agama yang bisa dihadapkan pada dalil-dalil pro khilafah.

Selain itu, PR besar bagi pemerintah adalah menjaga penyelenggaraan pemerintahan dengan sebaik-baiknya terutama terkait dengan penegakan hukum, selain masalah ekonomi tentunya. Karena kampanye pro khilafah kerap kali menjadikan kegagalan penyelenggaraan negara sebagai titik penolakan mereka terhadap pemerintah yang pada gilirannya bermuara pada solusi berupa pendirian khilafah.

---

Baca juga artikel lain :

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun