Megadeth, nama yang tak asing lagi di belantara pengusung dan penggemar musik metal, termasuk di Indonesia. Grup metal asal Los Angeles ini telah 2 kali menyambangi Indonesia dalam turnya, Medan pada 2001 dan Yogyakarta pada 2018 lalu.Â
Dihiasi kontroversi mulai dari lirik lagu sampai dengan perseteruan antara dua pendirinya, Dave Mustaine dan David Ellefson, Megadeth kini menuju dasawarsa ke-4 perjalanan musiknya.Â
Berdirinya Megadeth
Jika saja Dave Mustaine, sang frontman Megadeth tak dipecat oleh James Heatfield dari Metallica, bisa jadi Megadeth tak menjadi salah satu dari the Big Four (Metallica, Megadeth, Slayer, Anthrax).Â
Saat itu, Metallica hendak melakukan rekaman untuk debut albumnya, Kill 'Em All (rilis pada 1983). Kisruh tak bisa ditolak, Mustaine berselisih hebat dengan Hetfield dan Ulrich.Â
Dan Kill 'Em All pun dirilis tanpa Mustaine meski 3 lagu yang dibawakan di debut Metallica -- Jump in the Fire, Phantom Lord dan Metal Militia -- adalah hasil kolaborasi Hetfield, Ulrich dan Mustaine.Â
Selepas ditendang dari formasi Metallica, Mustaine pun berniat untuk menyaingi Hetfield dan kawan-kawan.Â
Dua tahun berselang, lahirlah album perdana Mustaine yang telah membentuk grup sendiri, Megadeth. Nama Megadeth terinspirasi oleh ujaran senator California, Alan McGregor Cranston yang mengkampanyekan pembekuan senjata nuklir pada akhir era perang dingin.Â
"The arsenal of megadeath can't be rid no matter what the peace treaties come to", begitu kutipannya.Â
Kata "megadeath" itulah yang kemudian dijadikan Mustaine sebagai nama band barunya.Â
DiskografiÂ