Makin dekat dengan hari H, deklarasi dukungan khalayak datang silih berganti kepada pasangan capres -cawapres 01 maupun 02. Perebutan pengaruh pun makin kental terasa diwarnai dengan pernyataan-pernyataan politik dari kedua kubu maupun para pendukungnya.Â
Di tataran akar rumput, perang proxy tak terhindar dari adu argumen berkelas sampai saling lempar sindiran dan umpatan tak bermutu.Â
Salah satu pasar yang digarap serius dalam kontes ini adalah segmen Islam kultural semacam warga nahdliyyin. Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi masyarakat yang berumur lebih tua dari republik ini, memiliki potensi jumlah suara yang amat diperhitungkan oleh para kontestan perebutan kekuasaan. Lha gimana, warga NU di Indonesia ini jumlahnya puluhan juta, loh. Bahkan ada yang menyebut sampai 45 jutaan...
NU yang pernah menjadi sebuah partai politik di masa Orde Lama, pada 1980-an memilih untuk kembali ke khitthah-nya dengan menjadi sebuah ormas kemasyarakatan murni, sebagaimana saat pertama kali didirikan oleh Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari dan para ulama lain saat itu.Â
Sehingga dalam hal politik praktis, warga NU pun tersebar di partai manapun, bukan hanya di PPP yang merupakan fusi dari partai-partai Islam zaman Orde Baru. Begitu pula saat ini. Warga NU bisa diabsen di partai mana pun dari PKB, PPP, Golkar, PDI P bahkan di partainya Grace Natalie itu ada juga wong NU-nya.
Jadi benar kata Prof. Mahfud MD yang di salah satu episod talk show asuhan Karni Ilyas mengatakan bahwa tak satu pun partai yang bisa mengkooptasi suara nahdliyyin.
Meskipun pada awal reformasi, Gus Dur sebagai pemilik darah biru NU membidani lahirnya PKB, namun partai itupun tak bisa dikatakan sebagai partai satu-satunya pengumpul suara nahdliyyin.Â
Dengan tidak bermaksud suul adab kepada cucu pendiri jam'iyyah NU itu, mari kita berlogika. Jika Gus Dur saja tidak membuat warga NU berkumpul dalam satu payung organisasi politik, apatah lagi Jokowi dan Prabowo, yang hanya mengandalkan kedekatan dengan para ulama terutama ulama NU.
Jadi wajar, jika ada yang berujar bahwa ada anak turun pendiri NU yang mendukung Prabowo, maka para pendukung Jokowi akan dengan mudah membalasnya dengan mengetengahkan keluarga ningrat NU lain yang mendukung calon incumbent itu.
Orang-orang NU yang mendukung Jokowi pasti punya alasan, dari yang beralasan pelik sampai yang sesederhana "karena cawapresnya ulama NU".