Mohon tunggu...
Mas Imam
Mas Imam Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

..ketika HATI bersuara dan RASA menuliskannya..

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Benderang Dalam Gelap

26 Oktober 2015   08:17 Diperbarui: 1 April 2017   08:43 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Teman-teman memanggilku Sukarboy.. meski nama sesungguhnya adalah Sukarman,.. mungkin karena sekarang usiaku masih 11 tahun. Kata mereka yang pernah menonton film Superman, ketika kecil tokoh berbaju biru bercalana dalam merah itu dipanggil Superboy. Tak apalah mereka meledekku seperti itu, toh ku belum pernah menyaksikan film Superman di layar tv, ku hanya kerap melihatnya dalam stiker mainan anak-anak.. pun ku tak pernah membeli atau dibelikan oleh Bapak.

Pagi ini, jam 09.30 saat istirahat dan saat mulai ku menulis sambari menyandarkan lelah. Lelah memang, pagi selepas subuh ku sudah berulang memetik tali timba sumur, mengisi setengah bak mandi. Selepasnya ku berjalan cepat menyusuri liku jalan 3 kampung. Menjelang gapura sekolah, kulihat teman-temanku beradu lari masuk sekolah pertanda upacara nyaris dimulai. Seolah mengejar layang-layang.. sontak para kakiku turut lari mengejar.

Upacara baru saja dimulai, ku seka keringat dengan topi, sebelum ku pakai untuk menangkis sinar mentari. Kelas 6 bersama guru TU (tata-usaha) memang sengaja diadu melawan sinar panas pagi, karena disisi barat lapangan kami berdiri dalam baris yang rapi. Upacara tadi adalah upacara sabtu, bukan senin. Upacara peringatan agustusan Indonesia Merdeka.

Siluet sosok Pembina Upacara, Pak Binawa, terlihat olehku,.. bayangan yang seolah dalam keliling jeruji cahaya pagi. Tiba-tiba ku teringat, dua bulan yang lalu ku pernah diminta maju ke depan di samping panggung Pembina Upacara,.. juara menulis tingkat Kabupaten diumumkan kepada teman-teman.. dan pialaku ku serahkan kepada pihak sekolah sebagai tanda bhakti. Ku tiada ingat berapa tepuk tangan yang mengangkasa.. yang jelas bagiku itu sudah serasa satu GOR Kecamatan. Tapi tulisanku kali ini bukan bukanlah hendak membahas tentang juaraku menulis, toh dalam hati.. ku malu.. hanya aku dan Guru Bahasa yang tahu kalau lomba itu hanya diikuti oleh 3 peserta, dan akupun hanya juara 2.

Ku hanya ingin menuliskan ngiang di kepala ku tentang pidato Pak Pembina Upacara yang tiada lain adalah Kepala Sekolah. Ia berujar: “Kemerdekaan adalah babak baru bagi Bangsa Indonesia kala itu, saat dimana semua rakyat mulai mengangkat langkah menapak gerbang baru.. memasuki jaman baru,.. jaman di mana kehidupan terang benderang!”. Mendengar itu, aku mulai berfikir.. berfikir apakah arti kehidupan terang benderang?” Mmmm… apakah terang benderang adalah penuh dengan lampu? Apakah benderang adalah suasana hati yang riang.. lapang tiada lagi penjajah?.

Tak perlu mengingat, karena ku sendiri yang menjalani. Di rumahku belum ada lampu, jadi belum terang, masih temaram nyala lentera. Ku pernah bertanya pada Bapak saat ia kembali membawa rumput kolonjono untuk makan sapi tetangga, Ayah menjawab: Tiang listrik tak mau berdiri di kampung ini, terlalu sepi. Kalaupun mau.. Bapak yakin tiada mampu membayar tukang listrik untuk memasangnya, terlebih untuk membayar tagihannya. Lanjutnya,..

sekolah kuwi luwih penting Le dibanding masalah listrik, sinau kuwi iso marai padang (terang) uripmu sesuk, ora koyo saiki.. peteng uripe awakdewe”. (Jawa: Sekolah itu lebih penting Nak dibanding perihal listrik, belajar itu bisa menjadikan terang dalam kehidupanmu kelak, tidak seperti sekarang.. hidup kita gelap).

Tapi tak apalah, tanpa listrik ku semakin bersungguh merangkul sore untuk mengerjakan PR-PR,.. sisa malam guna membaca dalam remang..ya hitung-hitung sekalian menempelkan kantuk pada mata.. mengantarkanku tidur. Tanpa listrik, ku jadi olahraga tiap pagi dengan menimba,.. saat ini ku mulai sadar.. ternyata menimba air sumur itu menimba air keringat!!.. haha. Ya.. setidaknya ku sudah jalani kata Pak Ustad TPA-ku, mas Surgono namanya. Dia selalu mengulang pesan: “ojo sambat yho le,.. delok apike wae kahanan sing kok temoni”. (Jawa: Jangan mengeluh ya Nak, lihatlah kebaikan dalam tiap kondisi yang kamu temui)

Dan baru saja ku menemukan jawaban atas pidato Pembina Upacara,.. pidato yang menggaruk pikirku untuk menanggapinya. Dalam hati ku sampaikan pendapatku ke Beliau: “Pak, kemerdekaan itu bukanlah urusan benderang lampu maupun listrik.. jika sebatas itu maka banyak rakyat sepertiku yang belum merdeka! masih belajar dalam temaram lentera. Kemerdekaan itu adalalah keadaan dimana manusia masih berpunya harapan,.. berpunya kebebasan berupaya dan kesempatan tuk jadikan esok lebih baik dari saat ini.

-------------------

*bel sekolah berdentang, saat ku harus kembali masuk kelas :)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun