Mohon tunggu...
Rifki Sanahdi
Rifki Sanahdi Mohon Tunggu... Freelancer - Nama lengkap

Saya suka menulis puisi dan juga essay-essay pendek

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ada Apa dengan Hari Natal

25 Desember 2016   21:28 Diperbarui: 25 Desember 2016   21:39 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada setiap penghujung tahun, publik selalu dikejutkan dengan berbagai isu panas terkait perayaan Natal. Penggunaan atribut-atribut natal serta ucapan selamat natal dari agama selain kristen selalu menjadi topik hangat yang ramai diperbincangkan di berbagai kalangan masyarakat. Ada sebagian kelompok yang menganggap bahwa perayaan natal adalah momentum untuk membentuk rasa persatuan antar agama sebagai sesama warga NKRI, ada juga beberapa kelompok lain yang menganggap bahwa perayaan hari natal memberikan pengaruh yang begitu signifikan terhadap pengikisan akidah seseorang.

Perbedaan pandangan tersebut sangat wajar, mengingat Indonesia merupakan negara dengan multiagama dan multikultur. Hal yang menjadi tidak wajar adalah ketika munculnya berbagai tindakan-tindakan anarkis yang merugikan beberapa kelompok di hari sakral umat kristiani ini. Isu pengikisan akidah sebenarnya tidak seharusnya dihadapi dengan muka memerah, alis terangkat, dan tangan terkepal. Tak ada yang salah dengan memberikan sekedar ucapan selamat berbahagia di hari sakral yang mereka yakini. Permasalahan iman berada pada bilik dan konteks yang berbeda. Mengucapkan selamat bukan berarti mengimani apa yang mereka yakini, ini adalah bentuk interaksi kita sebagai sesama ummat tuhan yang maha esa.

    Manusia adalah khalifah atau pemimpin di muka bumi yang bertugas menciptakan perdamaian. Sehingga sangat tidak dibenarkan jikalau ada tindakan saling menyakiti dan menghujat antar sesama ummat manusia. Dalam kitab suci al-qur’an Allah SWT berfirman yang artinya Dan janganlah kamu memaki sesembahan-sesembahan yang mereka sembah selain allah, karena mereka nanti akan memaki allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan (Qur’an surat al An’am 108). Saya bukan bermaksud untuk menghakimi sipapun dalam tulisan ini, tulisan ini hadir sebagai pengingat akan pentingnya budaya pluralisme demi menciptakan kedamaian dalam suatu negara. Dalam sebuah kesempatan Muhammad SAW yang merupakan manusia yang dipercaya oleh ummat islam sebagai nabi akhir zaman mengatakan “Allah tidak akan mengasihani mereka yang tidak mengasihani manusia”. Ungkapan tersebut mengindikasikan pentingnya sifat kasih sayang kepada sesama manusia. Akhir-akhir ini saya begitu miris mendengar begitu licinnya kata kafir keluar dari mulut seseorang apabila melihat sudaranya mengucapkan natal. Mengapa begitu enteng menilai orang lain kafir, mengapa begitu enteng menilai akidah orang lain salah hanya karena ucapan natal, mengapa begitu gampang mengatakan orang lain sesat hanya karena beda pemahaman. Saya pun tidak tau apakah kehadiran tulisan seperti ini beberapa kelompok akan menganggap saya kafir atau tidak.

    Salah seorang dosen pernah melakukan sebuah riset terkait multikulturalisme di kupang. Riset tersebut bertujuan untuk melihat sejauh mana keberagaman agama mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat kupang. Hal yang begitu mengejutkan bahwa budaya toleransi antar ummat beragama begitu tinggi disana. Coba saja kau bayangkan ketika ummat kristiani melakukan perayaan natal ummat islam yang menjaga proses ketertiban dan kemanan acara tersebut, begitupun sebaliknya ketika ada acara-acara besar islam seperti idul fitri dan idul adha ummat kristiani yang menjadi penjaga keamanan acara. Indah bukan? Alangkah eloknya mata memandang hal-hal seperti itu. Seandainya hal tersebut tercipta di seluruh daerah di indonesia, maka tak akan ada lagi orang yang meributkan masalah agama.

     Pada bagian akhir tulisan ini saya ingin mengajak semua pihak untuk terus memupuk rasa persaudaraan. Negeri ini tidak hanya dibangun oleh satu kelompok agama, ras maupun budaya, Tapi dibangun atas jerih payah serta persatuan dari berbagai golongan. Satu hal yang menjadi prestasi warga negara indonesia yang memiliki kemajemukan ini yaitu ketiadaan konflik yang terjadi seperti di negara-negara lain. Beberapa negara di timur tengah hancur lebur bukan hanya karena serangan dari luar tapi faktor utama penyebabnya adalah karena konflik sektarian dalam agama yang terus memanas. Penulis sangat meyakini bahwa jika budaya intoleran terus terjadi maka menjadi hal yang tidak mungkin konflik-konflik antar agama akan melahirkan pertumpahan darah dan seguncangan stabilitas negara.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun