Pendahuluan.
Dalam dinamika sosial yang terus berkembang, pilihan untuk tidak memiliki anak atau childfree telah menjadi sebuah fenomena yang semakin populer dan memicu beragam perdebatan.Â
Keputusan ini sering kali berbenturan dengan norma-norma sosial yang ada, terutama dalam konteks pernikahan yang secara tradisional bertujuan untuk memperoleh keturunan. Namun dibalik pilihan pribadi ini terdapat dimensi yang lebih kompleks, yaitu bagaimana pandangan agama merespons fenomena childfree.
Dalam perspektif eksistensialisme, keputusan untuk memilih childfree dapat diartikan sebagai hak setiap individu, khususnya perempuan, yang memiliki otoritas penuh atas tubuh dan kehidupan
Dalam Q.S. Al-Nisa [4] ayat 1
 ( / 4 : 1)
Artinya: Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu (Adam) dan Dia menciptakan darinya pasangannya (Hawa). Dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.
Dari ayat Al-Our'an, sudah jelas bahwa dalam pandangan agama Islam menghendaki hadirnya anak dalam kehidupan rumah tangga.Maka, sudah semestinya menikah harus diiringi dengan niat untuk melanjutkan keturunan.
Oleh karena itu, disini penulis ingin menjelaskan bagaimana pandangan agama dan filsafat tentang childfree yang menjadi trend dalam hubungan pernikahan
Pembahasan
1.Dalam pandangan Agama
Dalam Q.S. Al-Nisa [4] ayat 1
Â
( / 4 : 1)
Artinya: Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu (Adam) dan Dia menciptakan darinya pasangannya (Hawa). Dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.
Selain ayat di atas, Rasulullah juga menganjurkan umatnya untuk menikah dan memiliki banyak keturunan. : : : : . ( ) Artinya : "Dari Ma'qil bin Yasar berkata: Seseorang telah mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam- seraya berkata: "Wahai Rasulullah, saya mengenal seorang wanita yang mempunyai kedudukan dan cantik namun dia mandul, apakah saya boleh menikahinya ?, maka beliau melarangnya, kemudiandia mendatangi beliau untuk yang kedua kali, beliau pun melarangnya lagi, kemudian dia mendatangi beliau lagi, maka beliau pun tetap melarangnya.Â
Akhirnya Rasulullah bersabda: "Menikahlah kalian dengan wanita yang penyayang dan subur, karena saya bangga dengan jumlah kalian yang banyak" (H.R. Abu Dawud) .
2.Dalam pandangan filsafat
Dalam pandangan filsafat eksistensialisme Jean Paul Sartre yang mengedepankan kebebasan individu untuk membuat pilihan hidupnya sendiri. Fenomena childfree dalam pandangan eksistensialisme menunjukkan bagian dari kehendak bebas individu terhadap keputusan apakah akan memiliki anak atau tidak, tanpa tekanan sosial atau norma budaya yang memaksa.Â
Tekanan sosial atau budaya serta peran agama menekan norma-norma peran tradisional, dapat membatasi kebebasan individu untuk membuat pilihan hidupnya sendiri. Hal tersebut merupakan bentuk pelanggaran terhadap kebebasan karena individu childfree dipaksa untuk mengikuti arah yang dianggap "normal" oleh masyarakat.
 Keputusan childfree dapat dilihat sebagai tanggung jawab pribadi untuk mengambil keputusan yang paling konsisten dengan nilai-nilai dan aspirasi mereka sendiri. Dalam perspektif eksistensialisme, ditekankan bahwa setiap individu memiliki hak penuh terhadap kepemilikan tubuhnya dengan catatan bahwa tindakan yang diambil oleh pemilik tubuh tidak boleh merugikan orang
Kesimpulan
Pandangan mengenai konsep childfree atau memilih untuk tidak memiliki anak memiliki perspektif yang berbeda antara agama dan filsafat. Dalam Islam, terdapat anjuran yang kuat untuk menikah dan memiliki keturunan, seperti yang tertuang dalam Al-Qur'an dan hadis Nabi Muhammad SAW.
 Agama menekankan pentingnya melanjutkan keturunan dan peran anak dalam kehidupan keluarga. Sebaliknya, filsafat eksistensialisme, seperti yang diwakili oleh Jean-Paul Sartre, menempatkan kebebasan individu sebagai nilai tertinggi.
 Dalam perspektif ini, keputusan untuk childfree adalah manifestasi dari kebebasan individu untuk menentukan makna hidup mereka sendiri, tanpa terikat oleh tekanan sosial atau norma budaya. Filsafat ini mendorong individu untuk bertanggung jawab atas pilihan hidupnya dan tidak terbelenggu oleh ekspektasi masyarakat.
Perbedaan mendasar antara kedua perspektif ini terletak pada penekanannya. Agama lebih menekankan pada nilai-nilai kolektif, peran sosial, dan tujuan hidup yang transenden, sementara filsafat eksistensialisme lebih fokus pada kebebasan individu dan tanggung jawab pribadi.Â
Kesimpulannya, perdebatan mengenai childfree melibatkan pertimbangan yang kompleks antara nilai-nilai agama, kebebasan individu, dan tanggung jawab sosial.
 Setiap individu memiliki hak untuk membuat pilihan yang sesuai dengan keyakinan dan nilai-nilai yang dianutnya, namun perlu diingat bahwa setiap keputusan memiliki konsekuensi baik bagi diri sendiri maupun bagi lingkungan sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, Kamilah Fauziyyah. (2024). Fenomena Childfree di Indonesia Perspektif Eksistensialisme Jean Paul Satre. Skripsi. Halamam 3
Jalaludin, dll. Hukum Childfree Menurut Pandangan Islam. Halaman 4
ibid. Halaman 4
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H