Mohon tunggu...
Inovasi

Guna Lingkungan Perkotaan yang Lebih Baik, Perlukah Optimalisasi RTH di Kota Negara Jembrana?

14 Desember 2017   14:37 Diperbarui: 14 Desember 2017   14:43 1399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kota yang berkembang secara ekonomi tetapi menurun secara ekologi, dapat menyebabkan permasalahan kualitas lingkungan hidup dan penggunaan lahan yang tidak seimbang yakni banyak lahan di perkotaan yang mengalami perkerasan yang berdampak kepada daya serap air ke tanah menjadi berkurang dan mengakibatkan banjir di kota dan permukaan air (sungai dan pantai) semakin tertutup dan teralihkan fungsinya. 

Kemajuan ilmu dan teknologi modern yang membangun kota dengan mengabaikan faktor ekologi kota menyebabkan dampak negatif, akibat perlakuan tersebut muncullah berbagai masalah lainnya seperti  lingkungan di perkotaan seperti perubahan iklim, suhu kota yang meninggi, kualitas udara yang semakin buruk, banjir, penurunan air tanah, intrusi air laut, abrasi pantai, sungai kering dan sebagainya. Maka dari itu dibuatlah peraturan Ruang Terbuka Hijau (RTH) guna mengimbangi kehidupan perkotaan dengan kualitas lingkungan hidup.

Berdasarkan pada Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pasal 29 Ayat 2, disebutkan bahwa "Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota.'. Namun kenyataannya, pada kota-kota di Indonesia sulit terealisasi karena banyak RTH yang beralih fungsi menjadi daerah terbangun akibat adanya tekanan pertumbuhan penduduk kota yang berimbas pada peningkatan kebutuhan akan sarana dan prasaran kota, seperti bangunan gedung, pengembangan dan penambahan jalur jalan.

Perluasan wilayah aktivitas kota dan peningkatan intensitas bangunan kota, ataupun penambahan area terbangun kota tidak diimbangi dengan perluasan dan penambahan RTH. Keberadaan RTH seringkali hanya dianggap sebagai lahan cadangan dan tidak ekonomis. 

Di lain sisi, kemajuan alat dan pertambahan jalur transportasi dan sistem utilitas, sebagai bagian dari peningkatan kesejahteraan warga kota, juga telah menambah jumlah bahan pencemar dan telah menimbulkan berbagai ketidak-nyamanan di lingkungan perkotaan. Kondisi seperti ini juga terjadi di Kabupaten Jembrana, terutama di Kawasan Perkotaan Negara, di mana kualitas lingkungan sudah menurun akibat polusi kendaraan yang cukup tinggi dan tidak seimbang dengan keberadaan ruang terbuka hijaunya. Oleh karenanya, guna mengatasi kondisi lingkungan kota seperti ini sangat diperlukan RTH sebagai suatu teknik bio-engineering dan bentukan bio-filter yang relatif lebih murah, aman, sehat, dan menyamankan

Berdasarkan hasil identifikasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Perkotaan Negara, ditemukan bahwa RTH yang terdapat di Perkotaan Negara secara fungsi dibagi menjadi dua yaitu fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, serta fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi ekonomi, fungsi estetika, dan fungsi sosial budaya. Berdasarkan jenisnya, RTH di Perkotaan Negara dibagi menjadi tiga yaitu RTH taman kota dan hutan kota (Taman Pecangakan, Kawasan Hutan Kota Pecangakan, Kawasan Gedung Ir. Soekarno, Lapangan Dauh Waru, Lapangan Kota Negara, Taman Gedung KPU, GOR Jagadnatha, Taman Pura Jagadnatha), RTH pulau jalan atau median jalan (Taman Jl. Hasanudin, Taman Jl. Sudirman, Taman Civic Centre, Taman Jl. Ngurah Rai, Patung Jam Lelateng, Patung Batu Agung, Monumen Adipura, Patung Jaran Bana, Taman Lettu Sugianda), dan RTH fungsi tertentu (SemaDauh Waru, SemaDangintukad, SemaSangkaragung, TPU Loloan, SemaLelateng, TMP).

Keseluruhan RTH yang tersebar di Perkotaan Negara seluas 78.01 Ha, dengan rasio RTH dibandingkan dengan luas wilayah yaitu sebesar 3,557 persen. Dengan persentase tersebut, maka dilakukan proyeksi untuk kebutuhan RTH RT dan RW tahun 2036. Potensi yang ada di Perkotaan Negara yaitu luas lahan terbuka yang masih cukup banyak, terdapat lahan sawah di kota yang dapat dijadikan RTH, serta masalah yang ditemukan yaitu kerusakan tanaman yang diakibatkan kegiatan tertentu serta SDM yang kurang dalam pemeliharaan RTH di Perkotaan Negara.

Dalam kebutuhan pemenuhan kebutuhan RTH di Perkotaan Negara, perlu dilakukan pemeliharaan dan mempertahankan keberadaan RTH yang sudah ada sebelumnya. Hal ini bertujuan agar keberadaan RTH tidak semakin berkurang karena rusak dan tidak terawat. Kemudian dilakukan pengembangan pertumbuhan RTH baru, salah satunya yaitu dengan meningkatkan fungsi Ruang Terbuka Non Hijau menjadi Ruang Terbuka Hijau dengan cara penataan tanaman pada RTNH. 

Serta mengajak masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam memelihara dan menata lingkungan tempat tinggalnya sehingga tercipta penghijauan kota pada tingkat lingkungan perumahan. Strategi yang dapat diterapkan untuk mengembangkan RTH di Kota Negara Jembrana adalah: 1) meningkatkan kualitas RTH kota berupa peremajaan kawasan, 2) menjaga kebersihan dan fasilitas RTH, 3) menambah vegetasi pada area kawasan RTNH, 4) menambah jalur hijau, 5) penataan Taman Pura serta makam, dan 6) memberdayakan komunitas hijau serta mengajak peran serta masyarakat dalam menjaga kebersihan dan menata penghijauan telajakan pada tingkat lingkungan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun