Sebuah catatan kecil untuk Modigliani dan lukisan yang terlanjur tidak menjadi sederhana.
Modigliani adalah pelukis yang menganyam Prancis dari ujung selatan Kota Paris hingga penghujung hidupnya.
Disepanjang jalan tua yang basah, hembusan nafasnya tanpa jeda, celah dan juga kekosongan mewarnai kanvas Jeanne dan seluruh cinta di tahun 1919.
Betapa Juni diperlakukan lebih merdu dari nyanyian waktu.
Dari tumpukkan warna Picasso yang melintang di meja makannya, kita hanyalah sebatang pipa rokok kayu yang menempel gelisah di sudut bibirnya yang kaku.
Kita akan melihat salju menjelma biru, teduh dan tanpa rasa sedikitpun membanjiri Kota itu.
Betapa dalamnya lengkingan itu hingga tabir mengupas rindu, memancarkan satu demi satu salju berwarna darah bagi kedua anak yang menjadi kuas terakhir dalam detik-detik hidupnya.
Sebelum salju biru benar-benar turun melambai, terpencar dan menempel di telapak jarinya, di samping Dedo ia merangkul kisah dalam diam penuh khidmat, menarik seluruh jiwa dan bergumam; "jika aku melihat jiwamu, maka akan ku lukis matamu."
Jeanne, kau tak perlu berakhir dalam tatapan takdir yang nestapa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H