Mohon tunggu...
Mas Id
Mas Id Mohon Tunggu... Penulis - Kretekus Teater

Penulis lakon

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gelegar Ledakan Protes Bekas Pejuang

30 Januari 2021   11:31 Diperbarui: 30 Januari 2021   11:35 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: adityalesmana on pinterest

"Bagaimana sih, Pak? Kesana dulu!" kata salah satu. Setelah sampai di petugas yang lain di sambut dengan ketus, "kok kesini, bagaimana sih? Kesana lho, Pak?"

Bukannya mengantar dan menjelaskan, melulu petugas hanya berkata, loh, bagaimana sih, kok tidak mudeng-mudeng. Karena sudah dirasa keterlaluan, Ibu hendak berdiri menghampiri untuk memprotes. Tetapi lebih dahulu, sisa-sisa suara pejuang itu tiba-tiba menggelegar di ruangan.

"Kamu, kamu, kamu, kalian-kalian semua! Kelak juga akan tua seperti saya!"

Barulah para petugas itu berhenti kurang ajar. Mereka tertunduk. Mungkin sadar diri atau sekedar takut dan malu. Yang jelas hati dan akal sehat mereka terkena telak. Yang pasti, jika mereka adalah orang yang mau belajar, hendaknya mereka ambil perkataan veteran perang tersebut ke dalam hati dan berjanji untuk tidak mengulangi.

Kita pun bisa mengambilnya sebagai pijakan untuk mengingat bahwa perkara pelayanan publik negara terhadap warganya sudah berumur panjang. Bahwa sebenarnya kisah lama itu, masih seringkali terulang. Tak hanya sampai sekarang, mungkin sampai kelak nanti.

Seringkali hanya selesai pada kesimpulan; itu hanya perbuatan oknum tertentu. Lalu kasus ditutup dan oknum-oknum serupa tetap saja berbuah di ranting-ranting yang lain. Sebut saja, beberapa ujung tombak pelayanan publik negara. Selalu ada kisah serupa, baik itu kepolisian, kelurahan, kecamatan, petugas pajak, dst. 

Muncul pertanyaan, kenapa pihak swasta biasanya lebih mending? Karena, pelanggan yang tersakiti bisa pindah tempat. Sehingga faktor persaingan pasar diperhitungkan benar, sehingga jasa layanan benar-benar digarap, untuk meminimalisir kemunculan oknum-oknum loket yang kurang ajar.

Sedang berhadapan dengan negara, warga berususan dengan jasa atau pelayanan yang sifatnya monopoli. Hanya ada satu negara di negara ini. Kita tidak bisa pindah kelurahan B, ketika kelurahan A di mana kita tinggal melayani kita dengan buruk.

Mindset petugas; kenapa harus berusaha melayani dengan baik, toh tidak bisa mereka tidak mengurus di sini, masih kekal. Toh, suka tidak suka mereka, gaji bulanan rutin mengalir. Itu adalah pola pikir yang masih subur. Masih kental pikiran pegawai negara yang merasa bahwa negara adalah atasannya, dan rakyat adalah bawahannya. 

Padahal rakyat adalah majikan yang hendaknya dilayani dengan sebaik-baiknya. Mau dia seorang berjas dan turun dari mobil, atau seorang tua dengan baju lusuh dan berangkat dengan sandal jepit.

Tidak menutup mata. Telah ada beberapa perbaikan. Misal ketika saya mengantar Bapak saya mengurus laporan pajak. Tapi juga masih saya dapati petugas loket negara yang masih merengut dan bersungut-sungut pada saya ketika membayar pajak STNK. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun