Mohon tunggu...
Ichanx Nugrov
Ichanx Nugrov Mohon Tunggu... pegawai negeri -

manusia biasa saja, tak kurang tak lebih

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Memimpin adalah Bentuk Syukur

11 Januari 2011   04:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:44 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika dikondisikan untuk mempimpin sebuah tim seperti sekarang ini, walau bukanlah tim besar menjadi teringat kala dulu pernah mempimpin sebuah tim yang berskala lumayan besar. Setidaknya dalam masa berputarnya sejarah hidupku menjadi ketua pimpinan cabang sebuah organisasi kepemudaan tingkat kecamatan merupakan pencapaian terbesarku selama karir keorganisasian.

Membawahi beberapa individu, elemen dan bidang membuat setiap saat harus disibukkan dengan banyaknya tuntutan tugas, visi dan misi yang harus diimplementasikan dalam kegiatan yang berkaitan dengan organisasi tersebut. Bahkan dengan bertambahnya keanggotaan membuat kegiatan pengkaderan menjaid begitu semarak dan yang pasti membutuhkan kehadiran fisik yang lebih rutin.

Tak disangka melalui pemilihan secara adil dan sesuatu draft peraturan yang ditentukan namaku menyembul dipermukaan sebagai kandidat yang layak di persiangkan sebagai ketua yang baru menggantikan ketua lama yang segera berakhir masa tugasnya. Menyaingi 2 kandidat yang lebih senior bukanlah cita-cita ku masuk ke keanggotaan organisasi ini, diri ini terlalu pandir untuk faham tehnik menggulingkan, menyikut dan menghimpun kekuatan suara. Namun rangkulan persahabatan, wejangan dan kerendahan diri membuat setiap mata melihat bahwa simpati tidak hanya bisa diraih dari hebatnya sosok individu atau cerdasnya sebuah pemikiran akan masa depan dan kelihaian dalam bermanuver menyusun strategi perang.

Dalam budaya sosialisasi adat ketimuran persahabatan, kekeluargaan, merangkul yang lemah dan membantu yang kekurangan adalah modal berharga untuk memulai sebuah dukungan. Menjadi public figure dalam hal menanamkan kebersamaan, kekompakan dan rasa keterbukaan adalah bagaimana anda membuat setiap orang mengkuti anda tanpa sebuah pamrih.

Menjadi pemimpin itu bukanlah saat seseorang mengenakan baju kebesaran, berjalan dengan keangkuhan dan berbicara untuk selalu dituruti. Setidaknya 1 tahun pertama ketika saya

[caption id="" align="alignright" width="385" caption="pemimpin itu adalah melayani, bukan dilayani"][/caption] pimpin organisasi itu saya harus berusaha keras agar saya melayani setiap kehendak dari para anggota. Inti menjadi pemimpin itu terletak pada sikap melayani, bukan dilayani. Hingga setiap saat membuat saya selalu bersyukur saya diberi banyak sekali rekan seperjuangan yang mau dilayani, dan kembali membersamai saya untuk kemajuan organisasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun