Bagi sebagian orang, kata pembangunan sedikit lebih akrab ditelinga mereka dibanding kata Kapitalisme atau Sosialisme. Hal ini bukan tanpa alasan, mengingat selama 32 tahun kata Pembangunan secara terus menerus direproduksi dan menjadi bagian dari setiap aktfitas para penyelenggara pemerintahan (Orde Baru). Pembangunan yang dalam bahasa inggris bermakna Developmentalism terdiri dari kata bangunan dan diberi imbuhan Pe-. Secara ontologis bermakna proses mendirikan sebuah bangunan. Sebuah pertanyaan menarik ketika ialah apakah yang menjadi perbedaan mendasar antara Kapitalisme, Sosialisme, dan Pembangunan? mengapa kita (Masyarakat) memilih untuk mengakrabkan pendengarannya terhadap kata Pembangunan dibanding kata Kapitalism dan kata Sosialism.
Mari kita bedah satu persatu kata diatas. Kapitalism secara ontologis bermakna paham yang berhubungan dengan capital/modal. Hal ini berangkat dari kata dasar Kapitalism adalah Kapital/modal. Ketika segala hal yang berhubungan dengan modal tersebut dijadikan sebuah paham secara tidak sadar menjadikan kita (manusia) akan terjebak dalam kondisi menghalalkan segala cara dalam rangka menguasai modal/capital tersebut. Dengan kata lain Kapitalisme sebagai sebuah paham menjadi factor pembentuk diri manusia untuk menjadi lebih serakah, karena inti dari paham ini adalah kebebasan sepenuhnya akan kepemilikan akan modal (apapun bentuknya), sehingga hanya memperluas jurang pemisah antara si Kaya dan si Miskin. Sejarah kapitalisme sendiri diawali pada fase Kapitalisme Awal (1500 - 1750). Pada fase ini ditandai dengan awal keberadaan industri sandang di Inggris untuk kualitas industri sederhana. Fase berikutnya adalah Kapitalisme Klasik (1750 – 1914). Pada fase ini ditandai dengan terjadinya Revolusi Industri. Dan pada fase ini kemudian diperkenalkannya teori Invisible Hand dalam system kerja pasar. Dan fase terakhir yang berlangsung hingga saat ini adalah Kapitalisme Lanjut ( 1914 – Sekarang). Fase ini ditandai dengan pergeseran dominasi modal dari Eropa ke Amerika karena efek dari Perang Dunia I. Akumulasi dari perkembangan paham Kapital tadi mendorong Adam Smith untuk mengembangkan dan akhirnya merumuskan 5 prinsip dasar dari Kapitalisme itu sendiri seperti:1. Pengakuan Hak Milik Pribadi tanpa batas tertentu, 2. Pengakuan Hak pribadi untuk melakukan kegiatan ekonomi demi meningkatkan status social ekonomi. 3. Pengakuan adanya motivasi ekonomi dalam bentuk semangat meraih keuntungan semaksimal mungkin. 4. Kebebasan melakukan kompetisi. 5. Mengakui hukum ekonomi pasar bebas/tunduk pada mekanisme pasar. Sejak Adam Smith menyampaikan tesis diatas, Kapitalisme mengalami perkembangan hingga saat ini yang dikenal dengan Kapitalisme 4.0.
Hal kedua yang menjadi pembahasan penulis adalah sosialisme. Secara etimologi Sosialisme berasal dari bahasa Perancis yang bermakna kemasyarakatan. Dibandingkan dengan Kapitalisme, tahun kemunculan Sosialis sebagai sebuah paham lebih belakangan muncul yaitu tahun 1830. Jika melihat dari tahun kemunculannya bisa dipastikan paham Sosialis ini terkesan sengaja dimunculkan untuk menjadi jawaban dari permasalahan yang dimunculkan dari paham Kapital tadi. Karena melalui paham sosialis ini masyarakat berharap untuk tidak ada lagi penguasaan alat produksi oleh segelintir orang seperti yang di pahami oleh penganut paham Kapitalis tersebut (Kaum Borjuis). Yang menarik dari perkembangan paham sosialis ini adalah orang-orang yang berada dibaliknya. Hingga saat ini nama-nama yang sering muncul jika berbicara tentang paham sosialis adalah Karl Marx dan Fedrich Engels. Jika ditelusuri lagi lebih jauh pertama kali paham sosialis ini diperkenalkan oleh St.Simon (1769 – 1873), melalui seruannya perlunya sarana-sarana produksi tidak dikusai oleh segelintir orang namun wajib diambil alih oleh pemerintah/negara. Walaupun akhirnya seruan ini menjadi embrio berkembangnya gagasan Kapitalism Negara. Kemudian diikuti oleh Fourisee (1770 – 1837), melalui gagasan yang berhubungan dengan penguraian konflik terselubung antara kaum capitalism (Kaum Borjuis) dan kaum buruh melalui pembangunan kompleks perumahan yang memisahkan kelompok-kelompok politik dan kelompok ekonomi di Eropa. kemudian dilanjutkan oleh Robert Owen (1771 – 1858), yang berangkat dari pengalamannya yang pernah menjadi seorang manager Pabrik, beliau mengajukan gagasan untuk menyelesaikan permaslahan yang muncul akibat dari penguasaan akumulasi modal oleh segilintir orang, Penyelenggara Negara sejatinya melakukan perbaikan ekonomi seluruh lapisan masyarakat.
Setelah kedua paham (-isme) diatas, bagaiamana dengan pembangunan itu sendiri. Para pemikir di belahan Negara dunia ketiga (kelompok Negara berkembang) kemudian mengembangkan konsepsi Pembangunan sehingga menjadi sebuah paham (-isme). Awalnya kata pembangunan sendiri lebih di asosiasikan pada segala usaha yang kemudian melahirkan sesuatu bentuk/bangunan fisik. Yang kemudian konsepsi ini berangsur-angsur bergeser hingga menjadi sebuah pemahaman sejak masa pemerintahan Harry .S Truman pada Tahun 1949 di AS menetapkan konsepsi PEMBANGUNAN sebagai bentuk baru Politik Luar Negri Negara paman Sam tersebut. Konsep tersebut kemudian diurai Pembangunan dalam bentuk:
- kerjasama international melalui PBB untuk pemulihan ekonomi pasca PD II.
- Pertahanan Negara-negara dunia bebas dari ancaman agresi yang bermuara pada pembentukan pakta-pakta militer.
- Pemanfaatan IPTEK bagi kemajuan bangsa-bangsa.
Secara umum konsep Pembangunan yang menjadi bagian dari politik luar negeri tadi merupakan “senjata” AS yang mewakili blok barat untuk melawan Rusia dengan paham Komunisme-nya yang merupakan perwakilan blok timur.
Yang menarik dari implementasi politik luar negeri AS tadi kemudian ialah, pemulihan ekonomi terhadap Negara-negara yang baru merdeka (termasuk Indonesia) hanya merupakan tameng untuk melancarkan bentuk baru Imprealisme. Karena akhirnya kata kunci dari point pertama itu adalah industrialisasi. Walaupun Negara-negara yang beru merdeka tadi masih membawa semangat nasionalisme yang juga merembah sector ekonomi masih saja itu tidak menjadikan AS “patah arang” untuk memasukkan gagasan Industrialisasi pada gagasan Nasionalisme Ekonomi. Haluan Nasionalisme ekonomi tersebut diterima oleh Negara-negara maju (yang cepat pulih pasca PD II) dengan kondisi sebagai berikut:
- Eksport barang-barang konsumsi oleh Negara-Negara Maju tadi diganti dengan barang-barang Modal yang dibutuhkan untuk Industrialisasi yang harganya justru lebih tinggi.
- Negara-negara Maju wajib menanamkan moda untuk memacu Industrialisasi di Negara-Negara Dunia Ketiga.
Akumulasi dari kondisi diatas ialah Negara-Negara Maju “merasa” ikut mendukung elit politik Dunia Ketiga, untuk naik ke tampuk kekuasaan. Tapi dengan syarat, mereka (kandidat elit) harus bisa menyukseskan pertumbuhan ekonomi di Negara masing-masing. Sehingga ini memberi kesempatan Negara-Negara Dunia Ketiga untuk memanfaatkan Sumber Daya International (Lembaga pemberi Utang International,Exp: IMF, Bank Dunia, ADB, dll).
Berangkat dari pemaparan diatas mungkin tidak berlebihan jika penulis kemudian mengkategorikan Pembangunan-Isme yang dipahami hari ini merupakan bentuk baru dari Imprealisme yang berakar pada konsepsi Kapitalisme itu sendiri
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H