Menginjakkan kaki di sikakap bagi sebagian masyarakat diluar mentawai masih merupakan impian. Hal ini disebabkan banyak hal, salah satunya tentang kondisi ombak yang berasal dari perairan bagian barat merupakan surga bagi penikmat surfing. Hal lain juga yang menjadi daya tarik tersendiri bagi penikmat budaya lokal yang masih asli dan masih berlaku sampai saat ini dibeberapa tempat. Yang menarik dari akumulasi daya tarik yang disuguhkan Mentawai ialah kesejahtraan hampir sebagian besar masyarakat masih di bawah rata-rata. Hal ini semakin lebih parah pasca penutupan Perusahaan Kayu MINAS(2001) ,GUNDAM SAFI(2008),dan kejadian alam yang beruntutan (Gempa Bumi 2007 dan Tsunami 2010). Berangkat dari berbagai kondisi tersebut kemudian banyak lembaga kemanusiaan menjadi terpanggil untuk berbuat sesuatu di kepulauan Mentawai,salah satunya lembaga kemanusiaan tempat saya bekerja.
Pasca tsunami 2010 arah program lembaga kemanusiaan yang bekerja di Mentawai mulai berubah secara berangsur-angsur dari tanggap bencana menjadi pemberdayaan. Sebagai salah satu lembaga non pemerintah yang bergerak dibidang kemanusiaan, lembaga kemanusiaan tempat saya bekerja juga menyadari hal tersebut. Sehingga pelaksanaan implementasi program yang efektif dimulai per 1 April 2012 menitikberatkan pada memaksimalkan potensi lokal dalam bingkai pemberdayaan. Adapun program pemberdayaan yang dilaksanakan di Pagai Selatan lebih fokus pada Kesehatan Ibu dan Anak,yang lebih khusus lagi di 13 dusun yang merupakan perpotongan dari 2 desa (Malakopa dan Bulasat).
Secara full tim lapangan lembaga kemanusiaan tempat saya bekerja menginjakkan kaki pertama kali di lokasi ialah per 5 May 2012 dan langsung menuju ke dusun Kinumbuk,hal inipun dikarenakan karena keberadaan posko lembaga kemanusiaan tempat saya bekerja di dusun tersebut. Sebagai sebuah posko bukan barang yang aneh jika kelengkapan peralatan yang dibutuhkan dalam menunjang kegiatan perkantoran sehari-hari dipenuhi oleh lembaga kemanusiaan tempat saya bekerja. Berangkat dari kondisi tersebut dalam kenyataannya hal ini sangat membantu kegiatan tim lapangan dalam memaksimalkan penyebarluasan informasi untuk ke kantor Tuapejat dalam setiap bulannya melalui peralatan,salah satunya jaringan Internet.
Untuk konteks mentawai khususnya Pagai Selatan,keberadaan internet untuk konsumsi rumahan masih bisa dikatakan sesuatu yang baru. Hal ini bisa dilihat dari keberadaan warung internet yang hanya ada satu untuk di sikakap. Otomatis berpengaruh terhadap pengetahuan masyarakat akan internet secara merata. Hal yang serupapun tim lapangan temui ketika usai memasang instalasi internet posko lembaga kemanusiaan tempat saya bekerja di kinumbuk. Sebagian besar masyarakat awalnya memaknai peralatan yang terinstall di posko lembaga kemanusiaan tempat saya bekerja merupakan bagian dari peralatan penunjang siaran televisi atau parabola biasa saja (karena salah satu bagian peralatan yang terpasang di posko berbentuk parabola). Hal ini kemudian membuat tim lapangan untuk memberikan sedikit penjelasan yang berhubungan dengan peralatan tersebut. Pasca penjelasan tim lapangan ke masyarakat tidak dengan serta merta menjadikan masyarakat memahami apa itu fungsi dari peralatan tersebut,bahkan setelah penjelasan tersebut masyarakat masih beranggapan internet itu serupa dengan signal mobile phone. Sehingga menjadikan tim menjelaskan secara terperinci hal ihwal dari peralatan yang terpasang di posko lembaga kemanusiaan tempat saya bekerja kinumbuk.
Setelah melalui perjalanan penjelasan yang panjang akhirnya masyarakat memahami mulai dari peralatan yang terpasang di Posko lembaga kemanusiaan tempat saya bekerja sampai apa itu internet dan fungsinya. Peningkatan pemahaman masyarakat tersebut bukan tanpa dampak,karena akhirnya sebagian masyarakat yang telah sedikit paham apa itu internet, mencoba untuk menjadi bagian dari penikmat implikasi dari keberadaan internet di kampung mereka. Salah satunya ialah mereka (baca:masyarakat kinumbuk) mencoba memperbaharui informasi yang berhubungan dengan banyak hal. Mulai dari harga pembelian hasil alam (exp: coklat,nilam,cengkeh) sampai prakiraan cuaca untuk diwilayah mereka adalah sebagian dari informasi yang mereka ingin perbaharui. Karena bagi sebagian besar masyarakat kinumbuk, untuk mendapatkan informasi yang berasal dari luar sangat bergantung pada intensitas mereka mengunjungi ibu kota kecamatan (Sikakap),hal ini dikarenakan kondisi relokasi kampung kinumbuk sangat terbatas terhadap akses informasi(jaringan Mobile Phone) jika dikatakan tidak ada hanya permasalahan waktu. Belum lagi sarana transportasi umum yang tersedia untuk menuju ke ibu kota kecamatan hanya tersedia 2 kali dalam seminggu,dan diperparah kondisi jalan yang tidak terurus setelah ditinggalkan olah perusahaan.
Sehingga akumulasi dari kondisi ini, untuk mendapatkan informasi yang berasal dari luar hanya bergantung pada informasi dari mulut ke mulut. Hal yang serupa juga dirasakan hampir di seluruh dusun/kampung dampingan lembaga kemanusiaan tempat saya bekerja. Tentunya hal ini sangat bergantung pada dua hal: pertama intensitas masyarakat untuk berkunjung ke ibu kota kecamatan dan kedua kerelaan penyampai informasi secara menyeluruh yang berasal dari sumber informasi ke pada masyarakat dusun/kampung. Kita belum berbicara potensi terdistorsinya informasi yang tersampaikan oleh penyampai informasi. Sehingga tidak berlebihan jika dikatakan bahwa dampak dari Internet bisa dirasakan secara menyeluruh baik untuk staff lapangan lembaga kemanusiaan tempat saya bekerja juga bisa dirasakan oleh masyarakat di dusun kinumbuk. Karena masyarakat dengan hanya hitungan detik bisa dengan mudahnya mengakses informasi yang berasa dari belahan dunia manapun,tanpa harus mengalami kesulitan sebelumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H