Mohon tunggu...
Mashen
Mashen Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Pemimpi yang selalu berimajinasi dan berjiwa visioner

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Etika Mengundurkan Diri: Pejabat Indonesia Tidak Tau Diri

2 November 2023   05:30 Diperbarui: 2 November 2023   05:40 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pengunduran diri pejabat publik sering terjadi di Jepang, dan mereka melakukannya dengan penuh kehormatan ketika merasa gagal memenuhi amanah mereka. Beberapa literatur menjelaskan bahwa dasar etika ini berasal dari Bushido, yang awalnya merupakan kode etik bagi Samurai. Bushido mengandung nilai-nilai seperti integritas, keberanian, hormat, kejujuran, menjaga kehormatan, dan menghargai tradisi.

Baca Juga: Pengunduran Diri dalam Etika Pejabat Publik di Jepang

Berbeda di Indonesia, kita sering melihat banyak pejabat publik di Indonesia yang terlibat dalam skandal, penyalahgunaan kekuasaan, atau tindakan korupsi yang merugikan masyarakat. Tidak jarang, ketika tekanan publik untuk mengundurkan diri muncul, pejabat-pejabat tersebut cenderung bersikeras bertahan dalam jabatan mereka. Ini bisa menjadi contoh nyata dari kurangnya etika dan rasa tanggung jawab dalam berdinas bagi sebagian pejabat.

Menolak untuk mengundurkan diri dalam situasi yang jelas-jelas merugikan masyarakat adalah sikap yang sering disebut sebagai "tidak tau diri." Ini bukan hanya mencerminkan kurangnya integritas dan etika di kalangan pejabat, tetapi juga dapat mengakibatkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan sistem politik secara keseluruhan.

Ada beberapa faktor yang mungkin menyebabkan pejabat publik di Indonesia enggan untuk mengundurkan diri. Salah satunya adalah tekanan politik. Terkadang, pejabat memiliki keterkaitan politik yang kuat, dan mereka mungkin merasa bahwa dengan bertahan dalam jabatan, mereka dapat melindungi diri mereka dari konsekuensi hukum atau politik yang mungkin timbul dari tindakan mereka.

Selain itu, pejabat yang enggan mengundurkan diri juga mungkin merasa bahwa mereka bisa "mengelola" krisis mereka sendiri, bahkan jika tindakan mereka telah merugikan masyarakat. Mereka mungkin berharap bahwa berbagai mekanisme hukum dan politik akan memungkinkan mereka untuk bertahan.

Namun, penting untuk diingat bahwa dalam demokrasi, pejabat publik bertanggung jawab kepada masyarakat yang mereka layani. Pengunduran diri adalah tindakan yang dapat memperlihatkan bahwa mereka menerima konsekuensi atas tindakan mereka dan menghormati kepentingan masyarakat. Jika pejabat gagal dalam menjalankan amanahnya, mengundurkan diri bisa menjadi langkah bijak dan etis.

Pengunduran diri seorang pejabat publik yang gagal bukanlah tanda kelemahan, tetapi sebaliknya, itu mencerminkan keberanian untuk mengakui kesalahan dan mengambil tanggung jawab atas tindakan mereka. Hal ini juga dapat membantu memulihkan kepercayaan masyarakat dan memperlihatkan bahwa etika dan integritas memiliki tempat yang penting dalam kepemimpinan.

Dalam menghadapi situasi ini, masyarakat dan pihak berwenang dapat bekerja sama untuk memastikan bahwa pejabat yang gagal dituntut sesuai hukum dan etika. Sejauh mana pejabat publik di Indonesia akan belajar dari kasus-kasus sebelumnya dan memilih untuk mengundurkan diri dalam situasi yang merugikan adalah sebuah pertanyaan penting yang dapat membentuk masa depan tata kelola pemerintahan di negara ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun