Di era digital yang begitu canggih ini, kita telah menyaksikan fenomena yang mengejutkan, yaitu penyebaran pembohong yang dipercaya dengan mudah. Fenomena ini mencerminkan perubahan besar dalam cara kita berinteraksi dengan informasi dan bagaimana informasi itu dipercayai atau dipertanyakan.
Pada dasarnya, era ini telah memudahkan siapa pun untuk menyebarkan informasi palsu atau disinformasi. Media sosial, platform berita palsu, dan teknologi deepfake telah menjadi sarana yang efektif untuk menyebarluaskan narasi palsu. Kebenaran dan kebohongan seringkali tercampur aduk dalam suatu informasi, membingungkan banyak orang.
Polarisasi politik para penguasa memicu perpecahan ideologi yang semakin meningkat dalam masyarakat, di mana individu cenderung mendukung posisi ekstrem dan kurang bersedia untuk berkompromi atau terlibat dalam dialog yang konstruktif. Polaritas ini telah menciptakan lingkungan yang subur bagi disinformasi untuk berkembang, yaitu:
Partisipasi yang ekstrem:Â Individu yang terpolarisasi sering lebih bersedia menerima dan menyebarkan informasi yang sejalan dengan keyakinan yang sudah ada. Bias ini membuat mereka rentan terhadap disinformasi yang memperkuat pandangan mereka yang sudah ada.
Iklim politik yang bermusuhan:Â Masyarakat yang terpolarisasi cenderung melihat "pihak lain" dengan kecurigaan atau bahkan permusuhan. Ketidakpercayaan ini membuat orang lebih mungkin menerima informasi negatif tentang kelompok politik yang berlawanan, terlepas dari keakuratannya.
Ketidakpercayaan pada Media Mainstream
Salah satu faktor yang memicu pembohong pun dipercaya adalah ketidakpercayaan terhadap media mainstream. Sebagian orang merasa bahwa media tradisional telah dipengaruhi oleh kepentingan politik atau korporasi, dan oleh karena itu, mereka mencari sumber-sumber alternatif yang seringkali kurang diverifikasi.
Meningkatnya Konspirasi
Era ini juga menyaksikan peningkatan dalam penyebaran teori konspirasi yang tak masuk akal. Mereka sering kali menarik perhatian orang yang merasa terpinggirkan atau tertekan oleh perubahan sosial atau politik. Konspirasi seringkali berfungsi sebagai cara sederhana untuk menjelaskan fenomena yang kompleks.
Maka dalam menghadapi fenomena pembohong yang dipercaya, individu juga harus mengambil tanggung jawab pribadi dalam memeriksa kebenaran informasi yang mereka temui. Keterampilan kritis dan literasi digital sangat penting untuk membedakan antara fakta dan fiksi. Fenomena ini adalah tantangan serius yang dihadapi masyarakat modern. Meningkatnya disinformasi, polarisasi, dan ketidakpercayaan terhadap media mainstream semakin memperumit masalah ini. Untuk mengatasi fenomena ini, kita semua harus berkontribusi dalam membentuk budaya informasi berkualitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H