Mohon tunggu...
Muhammad Nur Hayid
Muhammad Nur Hayid Mohon Tunggu... -

ingin mengabdi untuk kemaslahatan, menjadi sinar bagi gelapnya kehidupan akhir zaman, seperti kanjeng nabi muhammad khoirul kholqi walbasyar.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Perjalanan 'Spiritual' Ke Maroko (Bagian 2)

13 September 2012   16:37 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:30 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Wisma yang Indah, Lukisan yang Mengesankan

Berbagai macam lukisan yang beraliran realis terpampang di ruang tamu utama wisma KBRI Rabat. Aku nikmati satu persatu lukisan Almarhum Bu Machsusoh (Allahummagfirlaha ...) Ada yang berlatar belakang Indonesia, keluarga, Maroko dan kaligrafi. Indah dan menawan. Setelah puas menikmati aneka lukisan indah yang alami dan menakjubkan karena dibikin oleh seorang politisi gaek aktivis pengajian dan tokoh perempuan Muslimat NU, kami keluar ruang tamu dan menuju taman. Taman Wisma Duta KBRI Rabat tergolong besar dan indah tata ruangnya. Aneka bunga dan tanaman hias tampak indah dan enak di pandang. Obrolan pagi itu pun berlanjut mulai dari hal ringan seperti penataan taman yang cantik nan serasi sampai yang serius rencana pembukaan pasar baru Indonesia di wilayah Maroko dan daerah magribi lainnya seperti Aljazair, Tunisia, Mauritania dan Libia.

Setelah puas kami berbagi informasi dan ngalap ilmunya Pak Dubes Tosari, kebetulan hari itu hari jumat, Pak Dubes pun berpamitan untuk ke kantor. Sebab, setiap jumat selalu digelar solat jumat di KBRI Rabat yang diikuti oleh WNI, para mahasiswa dan para simpatisan Indonesia di Rabat, dan kemudian dilanjutkan makan siang bersama seusai solat jumat yang dikemas dalam program pembinaan masyarakat. Sementara jam aku lihat sudah menunjukkan pukul 10.30 waktu setempat. Tak terasa ternyata obrolan pagi itu sudah berjalan sekitar 3 jam setengah sejak kami memakan nasi goreng dengan telor mata sapid an kerupuk udang di meja bundar ruang tamu.

Setelah Pak Dubes naik ke ruangannya, aku pun bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan. Karena sejak awal tujuan saya memang ke Marrakech, tempat Syeh Sulaiman Aljazuli di makamkan. Setelah semua barang aku masukkan semua ke dalam tas, aku pun turun, dan ku dapati pak dubes sudah siap berangkat menuju kantornya. Kami semnagaj tak bareng saat itu, karena sebelum salat aku ingin jalan-jalan keliling kota. Temanku Mas Amal yang merupakan sekprinya pak dubes sudah menyiapkan mobil dan supir untuk mengantarku melihat kota Rabat di siang hari. Setelah berucap salam, kami pun berpisah, dan aku sempatkan diri melihat suasana luar wisma KBRI Rabat yang berada di komplek diplomat asing. Beda memang dari Wisma Duta KBRI Alger yang berada di perumahan penduduk.

KBRI Rabat

Setelah semua siap, kami pun berangkat menuju pusat kota yang terdapat stasiun dan gedung parlemen Maroko. Kami lihat kotanya indah dan rapi, beberapa turis pun aku temui di sana dan kami saling sapa untuk saling minta bantuan mengambil foto. Sementara supirku terlihat berdiri di pingir mobilnya sambil menunggu saya selesai melihat kota seribu benteng ini. Setelah dari gedung parlemen yang kebetulan saat itu ada demo, aku melanjutkan perjalanan menuju masjid agung di Kota Rabat untuk salat jumat di sama. Namun kami batalkan niat itu, karena aku harus menghemat waktu karena masih ada perjalanan yang akan kami tempuh. Sementara aku belum melihat KBRI Rabat dan temen-teman WNI yang ada di sana. Maka aku putuskan putar haluan setelah melihat suasana masjid yang luas dan penataan ruang yang bagus seperti di Eropa. Kami menuju KBRI Rapat untuk salat jumat. Sesampainya di sana, aku lihat khotib sudah membacakan khutbahnya. Dan akupun langsung bergabung di barisan belakang.

Seusai salat jumat, seperti biasa, kami bersalam-salaman seperti layaknya di musala kampong saya. Maklum dubesnya orang NU dan dri jawa timur lagi. Hehe. Kami pun ikut antri dan sampailah jatahku bersalaman dengan Pak Tosari. Saat itu aku dikenalkan beliau ke beberapa stafnya sambil ditanya bagaimana jalan-jalannya di kota Rabat. Kami pun jadi saling kenal dan akrab setelah itu dengan beberapa mahasiswa dan para pekerja di sana. Setelah salat usai, para jamaah ini langsung menuju ruang makan di KBRI Rabat untuk acara rutin yang aku sebutkan di atas, dan pak dubes langsung memanggil saya untuk duduk di sampingnya sambil bercerita soal program makan bersama di hari jumat dan kembali mengenalkanku kepada para stafnya di meja makan itu.

Kebetulan waktu itu, menunya adalah sayur sop, ayam goreng dan kerupuk serta kentang balado. Aku rasakan luar biasa nikmat makan siang waktu itu, karena selain memang sudah lapar, juga hospitality dari tuan rumah yang baik juga mendukung selera makan kami.Dan setelah sesi makan-makan selesai, aku lanjutkan berpamitan ke pak dubes untuk melanjutkan perjalanan. Nah saat berpamitan itu, aku dipanggil ke ruangannya dan kami kembali mengobrol barang setengah jam. Maklum, memang hubungan kami dengan pak dubes tak hanya hubungan senior junior sebagai kader NU dan alumnus PMII.

Namun lebih dari itu, saat aku menjadi wartawan detikcom dan bertugas di DPR, kami sangat dekat dan akrab dengan pak dubes ketika masih menjabat wakil ketua Komisi I DPR. Setiap ada kegiatan atau pernyataan yang dianggap layak berita, beliau selalu sms atau telpon saya dan lalu saya angkat menjadi berita. Itulah kedekatan kami sejak beliau belum menjadi dubes. Bahkan saat syukuran pengangkatannya sebagai dubes sebelum berangkat pun aku diundang di acara yang dihadiri kolega beliau dan aku datang. Setelah kami puas bercerita dan menyampaikan pesan pak Dubes Aljazair, aku pun mohon undur diri dan pamitan

Sementara di bawah sudah berkumpul beberapa mahasiswa yang sedang main pimpong seusai makan siang. KBRI Rabat memang tergolong luas dan memiliki tempat indoor yang integrated. Di sebelah ruang kerja itu tersimpanlah beberapa alat kesenian seperti perangkat gamelan dan angklung serta lainnya dan juga lapangan tenis meja. Beda dengan KBRI Alger yang kecil indornya dan hanya cukup untuk kegiatan kerja. Meskipun kami mempunyai halaman yang luas. Sementara menunggu guide ku, aku diminta bermain pimpong setelah berkenalan, dan berfoto bersama. Dan tak lama setelah itu, kami pun berpamitan dengan teman-teman dan kami sudah ditunggu supir untuk menuju stasiun Rabat guna melanjutkan perjalanan dengan kereta menuju kota pariwisata dan budaya, Marrakech.

La Gare Du Rabat

Dalam mobil sedan itu kami mulai berkenalan dengan guide yang ternyata kandidat doctor di salah satu universitas di Maroko itu. Kami saling berkenalan layaknya orang baru tahu, dengan bertanya berbagai hal sampai dari mana asalnya dan dimana sekolahnya sebelum ke luar negeri. Kebetulan aku dapat kesempatan bertanya dulu, sehingga aku bisa mengorek identitas sang guide. Nah setelah Tanya nama, alamat tempat tinggal di Indonesia sampai sekolah sebelum ke Maroko, aku tertawa sendiri di dalam hati, karena guide yang mengantarku itu teryata satu guru satu ilmu, alias adik kelasku di Jember.

Aku simpan informasi sementar waktu, sampai akhirnya aku buka klue sedikit demi sedikit saat dia bertanya mana asalku dan sekolah di mana dulu. Dan sejak aku jelaskan begitu detail dan jlentreh soal Jember, dia pun langsung menebak, kalau aku juga lulusan sekolah yang sama. Dan sejak itu, kami makin akrab bak adik dan kakak serta makin santai dan terbuka dalam bercerita. Oh ya, nia dia adalah Mochammad Sabiq. Dia ini orangnya santai dan bisa diajak guyon serta asik. Maknya saat amal aku minta mencarikan temen menuju Marrakech dia memintaku tak khawatir dan menjamin bahwa guide asik dan professional. Dan ternyata benar adanya saat aku sudah ketemu. Dan di sela-sela obrolan kami di mobil itu, dia bergumam “ternyata dunia ini sempit ya mas, kita dipertemukan di Maroko, di luar negeri,” katanya pria ganteng yang setelah saya keluar dia baru masuk saat di Aliyah dulu.

Setelah kami sampai di statisun kota Rabat, kami langsung menuju ke loket untuk membeli tiket. Karena kereta akan berangkat beberapa menit lagi, dan Alhamdulillah, meski agak akhir kami tiba, kami masih dapat tiket menuju Marrakech sore itu. Dan jreng-jreng jreng, naiklah kami ke kereta yang tak jauh beda dengan kereta di Indonesia. Dan sekitar 4 Jam kali nikmati kereta dan pemandanganya yang menurut saya juga tak jauh beda dengan Indonesia, kami sampailah di Stasiun Marrakech. Kalau tak salah, kami sampai ketika jam tangan kami sudah menunjukkan pukul 8 malam. Dan setelah sampai, itu kami langsung bergegas menuju kontrakan teman-teman pelajar Indonesia di Marrakech. Sebab, malam harinya kami akan melihat indahnya tempat wisata andalan Marrakech, Jamiel Fena.

Namun, setelah kami berkenalan dan ngobrol sebentar, keputusan malam itu tak jadi ke jamiel fena karena masih ada besok. Dan akhirnya, kami beralih mengunjungi tempat pertunjukan seni tradisional Maroko di pinggiran wilayah Kota Marrakech. Saya lupa namanya, ntar biar Sabiq ingatkan kalau dah baca ini, hehe. Nah setelah melalui perjuangan malam itu, sampailah akhirnya aku dan Sabiq ke tempat pertunjukan yang bernama Chez Aly, dan di sana sudah berkumpul ratusan orang lainnya. Untuk masuknya kami harus membayar sekitar Rp 150 ribu dalam melihat pertunjukan itu, dengan konpensasi sebotol minuman yang seharga Rp 3000 lah kalau di Indonesia. Tapi di sana pakai Dirham mata uangnya yang pas saya tukarkan 100 dolar As mendapat sekitar 700 dirham. Lebih tinggi sedikit nilainya dibanding dinar Aljazair yang dapat sekitar 10 ribuan saat itu per 100 dolarnya. Dan setelah masuk, kami pun disuguhi berbagai macam atraksi dan budaya kuno Maroko ketika perang ataupun ada hajatan. Dan malam itu, untuk pertama kalinya aku melihat tari perut perempuan arab asli meskipun dari jauh dan remang-reman lampu sorot … (Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun