Mohon tunggu...
Muhammad Nur Hayid
Muhammad Nur Hayid Mohon Tunggu... -

ingin mengabdi untuk kemaslahatan, menjadi sinar bagi gelapnya kehidupan akhir zaman, seperti kanjeng nabi muhammad khoirul kholqi walbasyar.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belajar Kedisiplinan Kepada Ustad Muhayyan dan Pak Edi

10 September 2012   21:36 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:39 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Siapa yang tak kenal Ustad Muhayyan dan Pak Edi? Semua alumni MAPK/MAK (Madrasah Aliyah Program Khusus/Madrasah Aliayah Keagamaan) dan MAN I Jember pasti tahu siapa dua orang ‘kuat’ yang aku sebut di atas. Bagi alumni MAPK, tentu 2 orang ini lebih melekat di ingatan mereka ketimbang alumnus MAK. Karena Pak Muhayyan dan Pak Edi adalah saksi sejarah bagaimana membangun MAPK yang kemudian hari berubah menjadi MAK dan sekarang menjadi tiada dan hanya tinggal kenanangan bersejarah.

Bagi saya, (dengan penuh hormat dan takdim kepada para dewan guru lainnya) selain para dewan guru dan asatidz lain seperti Ustadz Robbi, Ustadz Rojuddin, Ustad Sukarjo, Ustadz Zaini dan banyak yang lainnya, 2 sosok ini memiliki kesan dan kenangan tersendiri yang tak akan pernah aku lupakan selama hidup. Mungkin yang aku rasakan ini juga dialami oleh teman-temanku lainnya lulusan MAPK ataupun MAK. Meskipun tentu dengan konteks, peristiwa, kejadian dan tingkat impressi yang berbeda-beda.

Menurut saya, Ustadz Muhayyan itu pada awalnya adalah sosok yang menakutkan dan menjengkelkan. Hehe. Sebab, di bawah semua perintah dan pengawasannya (karena beliau tinggal di ruang pojok depan asrama timur), kebebasan sebagai anak muda, anak SMA, dan umumnya anak baru gede yang ingin bebas, merdeka dalam melakukan sesuatu, menjadi terkekang. Ditambah lagi soal beda keyakinan keagamaan yang selama ini aku anut (mohon maaf kalau ini diangap SARA), aku yang NU tulen dan beliau yang Muhammadiyah notok menjadi tambahan ‘ketidak sukaan’ saya pada saat itu, waktu awal-awal kami masuk MAK.

Namun perasaan itu tak berlangsung lama, sebab seiring dengan waktu, semakin aku mengerti niat ihlas dan tujuan beliau bertindak ketat, keras, disiplin dan ‘suka memaksa’ itu, ada hikmah besar yang mulai aku rasakan.Aku mulai bisa glutak glatuk berbicara bahasa Arab dan Ingris. Mulai bisa pidato dan berani bicara di depan orang banyak. Aku mulai mencintai ustad nyentik yang kuat merokoknya dan berjenggot khas waktu itu. Andai dulu ustadz Muhayyan tak melakukan itu semua, apa jadinya aku sekarang ini? Akhirnya, setelah aku masuk kuliah dan mulai bekerja aku menyadari sepenuhnya bahwa apa yang dilakukan beliau ternyata benar adanya. Bahkan kebenaranya bisa sampai 1000 persen. Hehe ….

Bahkan ada semacam penyesalan pada diri ini ketika ingat masa-masa bandel saat itu. Kenapa saat itu aku tak melakukan semua arahan, perintah dan ‘pemaksaan’ beliau, hehe. Demikian gumamku ketika ingat saat-saat indah dulu di Kaliwates. Karena memang apa yang diajarkan beliau baik dalam ranah kognitif maupun afektif benar-benar bermanfaat dan luar biasa efeknya. Andai dulu aku serius praktik bahasa Arab, Ingris dan bahasa Jepang mungkin aku bisa seperti Cak Al Makin yang bisa keliling dunia dan jadi penulis hebat di berbagai media massa.

Andai aku dulu serius menghapal Alqur’an mungkin aku bisa membuat pesantren Tahfizul Qur’an di Lumajang atau di Pacitan sehingga bisa lebih bermanfaat bagi umat dan bangsa. Andai aku serius menerjemahkan naskah-naskah yang diberikan beliau selepas dari Malang yang berbahasa Arab dan Ingris mungkin aku tak perlu lagi kerepotan saat membaca naskah Arab dan Ingris ketika menjalani tugas sebagai sekretaris dubes Aljazair sekarang ini. Andai aku serius mempersiapkan semua bahan saat menghadapi muhadloroh rutin lima bahasa, mungkin aku bisa seperti Soekarno sang proklamator yang saya kagumi.

Andai dulu aku serius saat disuruh mengisi pengajian malam Kamis di rumah aktivis Muhammadiyah, mungkin sekarang aku bisa menemani Ustad Yusuf Mansur berdakwah. Dan andai aku serius atas semua perintah dan arahan beliau saat itu…. Namun, saya yakin semua itu memang sudah ada catatanya di Lauh Mahfudz. Bahwa aku ya cukup dapat seperti itu saat di MAK dulu. Ini semua pasti ada hikmahnya. Allah telah mengukur semua hambanya dengan takaran yang pas. Tak kurang dan tak lebih. Mungin takdirku saat di MAK Jember ya cukup seperti itu. Bahasa Arab pas-pasan, Bahasa Ingris juga ala kadarnya, hapalan Alqur’an cuman beberapa juz, pidato dan orasi masih malu-malu dan memalukan. Ya demikianlah akibat tak nurut sama Ustadz Muhayyan. Hehe…

Selain perintah yang banyak dan pengawasan yang tinggi. Sang ustadz, juga selalu melakukan pemantauan sembunyi-sembunyi dalam rangka menegakkan konsepnya yang berupakonun-qonun MAK dalam rangka membangun siswa MAPK dan MAK yang hebat dan berprestasi. Tak jarang dari beberapa temanku yang ndablek ini harus kepergok langsung saat merokok di dalam asrama atau di luar asrama. Saat melanggar aturan dan melawan perintah. Karena beliau tiba-tiba datang dan berada di samping kita. Sampai ada yang nyeletuk, “Kok Ustadz Muhayyan sering tahu kalau kita melanggar, dan tiba-tiba berada di sebelah kita, apa beliau punya Jin ya …,” kwkekekek kataku menjawab pertanyaan itu.

Tetapi hebatnya, meski sering memergoki para siswa yang bandel dan dablek, serta melawan perintah, beliau tidak pernah main tangan, main pukul dan main hajar. Semua diselesaikan lewat jalur pendidikan dengan iqob-iqob atau hukuman yang ditetapkan dan qonun atau peraturan asrama. Tak pernah beliau main tempelang atau keplak dan kekerasan lainnya (itu yang aku tahu. Nggak tahu zaman sebelum aku). Paling-paling kalau marahnya tak bisa dikendalikan ya, beliau ngomel-ngomel atau nilai kita dikurangi lah. Sekali lagi ya, Itu hanya pengalaman saya lho ….

Lepas dari itu semua, pendidikan mental dan moral serta spirit kedisiplinan yang dibangun Ustadz Muhayyan merupakan warisan berharga yang tak ternilai. Bahwa ada yang ndablek, mbeling, nurut dan manut, itu bagian dari dinamika yang atsarnya pasti di rasakan saat ini atau saat setelah kita keluar dari MAPK atau MAK. Sudah sejak lama saya merasa andai-andai di atas. Sebagai orang yang beriman tentu penyesalan penting kita lakukan sebagai awal dari sebuah kebangkitan kita. Namun penyesalan bukan untuk kita tangisi dan kita gerutui terlampau jauh.

Penyesalan itu kita jadikan pintu masuk untuk memperbaiki kesalahan dan tekad untuk tidak mengulanginya di masa mendatang. Karena itulah hakikat dari makna taubatan nasuha yang sesungguhnya. Karena taubat itu tak hanya bermakna dalam konteks ibadah sebagaimana asalnya, tetapi konsep taubat itu juga bisa berlaku dalam dunia kerja, sosial, masyarakat dan kehidupan kita sehari-hari. Nah semua itu dalam kerangka agar menjadikan kita lebih baik, lebih produktif dan lebih bermakna serta bermanfaat.

Lalu bagaimana dengan Pak Edi? Kesan militeristik dan atletis ini menjadi kesan awal kami saat bertemu di pelajaran olahraga. Seingat saya, saat olahraga, kami tidak pernah punya kelas selama 3 tahun kecuali beberapa kali saja. Sisanya, kelas kami di lapangan GOR Jember, di lapangan sepak bola dekat sungai Bedadung, di halaman MAN I Jember dan tempat terbuka lainnya. Kami senang dengan semua pola pengajaran yang penuh disiplin dan keras itu. Karena jika tak begitu, mungkin pelajaran olahraga sama dengan sekolahku di MTs dulu, lebih banyak teori daripada praktik. Akibatnya, kesehatan jiwa dan raga sebagai target dari pelajaran olahraga ini menjadi berkurang manfaatnya.

Pola pendidikan Pak Edi ini memang menarik. Karena selain bisa mendekatkan dan mengakrabkan siswa dan guru, juga gaya beliau yang sak karepe dewe alias semaunya sendiri menjadi hal yang unik lainnya. Beberapa teman pernah menjadi korban dari gaya ‘premannya’ Pak Edi, meskipun bagi teman yang lain, gaya beliau ini menjadi hiburan. Misalnya, jika ada siswa yang dianggap tak kuat atau unik menurut beliau, dipanggillah dia dengan sebutan Gundul. Ndul-Gundul, demikian cara beliau akrab dengan kami. Mungkin bagi yang dipanggilnya ngondok alias mangkel, tapi bagi siswa lain ini jadi bahan ketawaan. Ada juga panggilan lain seperti ndut-gendut dan panggilan lainnya semaunya beliau.

Selain soal itu, Pak Edi tergolong guru yang disegani karena gayanya yang suka main sikat jika mendapati perintahnya tak dijalankan. Apa yang saya alami ini mungkin juga dirasakan temen-teman saya atau para senior saya. Gaya sepak dan tempeleng menjadi ciri khas beliau jika kita tak manut perintahnya. Sekedar berbagi, saat upacara rutin senin pagi di kampus MAN I. seperti biasa, sebelum upacara mulai, kita taruh buku di kelas. Saat itu aku masih kelas 2 MAK, selepas menaruh buku, aku langsung turun ke bawah, namun tak langsung ke lapangan yang merupakan halaman kelas.

Sementara di lapangan sudah berbaris beberapa teman, tapi aku masih asik dengan beberapa teman lain di belakang panggung pertunjukan sambil bersandar ke tiang besar. Tiba-tiba 2 temanku yang sebelah kiri berlari secepat kilat, sementara aku bengong melihat 2 orang itu, tiba-tiba dari belakang terasa barang yang menimpa kepalaku, plak … tempelengan keras dari pak Edi. Cuman sekali memang, tapi membuat aku kaget dan meringis. Itulah sedikit cara beliau mendidik untuk berdisiplin. Mungkin itu cara beliau mendidik dan disegani. Dengan sedikit menahan sakit dan malu aku berjalan sambil dibentak untuk segera masuk barisan. Ingin rasanya melawan saat itu, tapi apa lah daya. Jika bukan guru, mungkin juga aku dah hajar. Hehe. Tapi karena beliau guruku, ya saya ingat ilmu taklimutaalim, yang harus menghargai dan manut kepada guru. Jika itu dilakukan sekarang, mungkin aku sudah laporkan ke KPAI yang sekarang sedang dipimpin alumnus MAPK Jember, mas Asrorun Niam Saleh. Hehe.

Namun demikian, meskipun saat itu aku marah, sekarang aku sudah ihlaskan dan maafkan. Karena aku yakin kamplengan itu diniati ihlas untuk membentuk pribadi siswa yang menjunjung tinggi kedisiplinan. Sebab, disiplin atau dalam bahasa agama istikomah itu sangat penting dalam hidup kita karena bisa menentukan sukses atau gagalnya kita menjalani kehidupan ini. Aku pun yakin tak hanya diriku semata yang pernah menjadi korban ‘kekerasan’ untuk menegakkan disiplin oleh Pak Edi. Bahkan beberapa cerita dari para senior angkatan MAPK sampai harus ‘berdemo’ mengusir Pak Edi agar tak lagi jadi tukang semprit dan bangunin siswa MAPK di waktu fajar menyingsing untuk salat tahajjud dan subuh berjamaah. Tentu para senior punya sejarah dan cerita yang lebih menarik dan impressif.

Lepas dari semua itu, saya kok yakin bahwa pola penegakan disiplin beliau berdua adalah bagian dari rasa cinta dan keihlasannya membangun siswa-siswa MAPK /MAK yang berkualitas, berdedikasi serta bisa kompetitif di pasar universitas dan pasar kerja setelah sekolah.Sebab, jika mereka tak melakukan seperti itu, belum tentu ada Almakin yang hebat, ada, Asrorun Niam Saleh yang ngetop dan para senior lainnya yang tak kalah luar biasa. Dan semua dinamika dan kenangan itu terasa indah dan manis saat kita telah menjadi dewasa, menjadi orang yang bermanfaat bagi umat dan bangsa.

Itu semua terasa indah saat kita bertemu kembali, reuni dan bersilaturahmi dengan para guru, Ustadz Muhayyan, Pak Edi dan para asatidz lainnya seperti yang kita lakukan pada tahun 2011 lalu di asrama tercinta yang sudah disewakan ke pihak lain. Semua kenangan itu pun seolah film berjalan dan kami pun berpelukan mesra sambil mendoakan. Terimakasih ustadz Muhayyan, Pak Edi, Pak Robbi dan semua dewan guru dan para asatidz lainnya. Semoga semua usahamu itu menjadi amal soleh dan ilmu yang bermanfaat yang bisa menjadi bekal abadi saat menghadap ilahi rabbi, Allah SWT, Amin. (Alger, 10 September 2012)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun