Dulu waktu pertama kali akan merantau ke Kalimantan, ada teman yang ngomong ati2 kalau di Kalimantan, masih banyak hutannya jadi masih banyak ular yang segede batang pohon kelapa, hmm.. mungkin benar pikir saya waktu itu. Ternyata, di salah satu sudut pulau dibagian selatan, atau tepatnya di Provinsi Kalimantan Selatan, yang merupakan provinsi terkecil (dari segi luas wilayah) di di Pulau Kalimantan yang kutemui adalah kota yang modern.
Setelah cukup lama, mulailah saya memperkaya wawasan wilayah di daerah yang belum lama saya kenal. Kebetulan ada teman yang mengajak untuk jalan di wilayah tambang batubara, jadilah kita berangkat. Sepanjang jalan yang kami lewati terhampar lahan yang ditumbuhi rumput yang tinggi2, saya Tanya ke teman kenapa hanya rumput yang tinggi yang tumbuh di sepanjang jalan itu, teman bilang karena wilayah Kalsel sebagian adalah lahan gambut, jadi hanya tanaman2 tertentu saja yang bisa berkembang, antara lain rumput tersebut yang mereka bilang rumput “kepurun” dan sebagian kecil pohon, namanya pohon “galam”. Kemudian di daerah yang agak tinggi sudah tertata rapi tanaman sawit milik perusahaan2 yang kata teman adalah kebanyakkan perusahaan Malaysia. Perjalanan kami teruskan, dalam hati saya bertanya mana pohon2 besar dan hutan perawannya? Sampai pada persimpangan untuk masuk jalan arah ke tambang, setelah 1 km masuk dari jalan negara……..
Beginilah jalur yang kami lalui sepanjang jalan….
Biasanya penambangan batubara di Kalimantan Selatan dilakukan dengan cara penambangan terbuka (open pit), yaitu dengan membuka lahan (land clearing), mengupas tanah pucuk (stripping top soil), mengupas dan menimbun tanah penutup (over burden stripping), serta membersihkan dan menambang batubara. Sehingga dengan cara ini, maka seperti inilah gambaran lahan setelah ditambang. Gundul dan sangat rentan erosi endapan kalau sedang musim hujan. Coba anda banyangkan, butuh berapa lama waktu reklamasi untuk lahan seluas ini. Jangan lupa, yang saya ambil gambar ini hanya di satu wilayah kecamatan saja lho, masih banyak wilayah di daerah-daerah tambang kondisinya seperti ini juga. Menyedihkan …….
Luarbiasanya, hasil dari tambang batubara tersebut tidak membuat masyarakat wilayah tersebut kelihatan sejahtera (kalau dilihat dari tampilan fisik rumah, kondisi tubuh anak2 di sekitar wilayah pertambangan. Lalu saya tanyakan ke teman yang tahu tentang bisnis batubara siapa yang menikmati hasil tambang tersebut? Teman bilang ya hanya para pemilik tambang dan kelompoknya saja yang makmur, masyarakat sekitar hanya debu dan sedikit fee dari tambang tersebut.
Harapan saya, dengan lagi “hot-hot” nya para Capres-Cawapres mensosialisasikan VISI dan MISI, hendaknya hal-hal seperti gambaran di atas perlu lebih diperhatikan mengenai pemberlakuan aturan yang jelas tentang RTRWP (Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi) supaya wilayah yang memang bukan untuk peruntukan tambang ya harus dipertahankan, penegakan aturan mengenai tata cara penambangan dan proses reklamasi supaya para pengusaha lebih bertanggung jawab atas yang telah mereka rusak agar dikembalikan seperti semula, pembagian pendapatan yang lebih baik antara pusat dan daerah supaya kesejahteraan masyarakat sekitar tambang lebih baik. Dan akhirnya supaya ular yang segede pohon kepala bisa nyata adanya….pisss.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H