Mohon tunggu...
Hartono Rakiman
Hartono Rakiman Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Menjaga keseimbangan hidup antara bekerja, keluarga, sosial dan spiritual. Travel writer: "Mabuk Dolar di Kapal Pesiar."

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Man Jadda Wa Jadda Vs Pengemis

11 Agustus 2011   21:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:53 1601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kata "Man jadda wa jadda" seolah menjadi mantra dan populer setelah A Fuadi menulis buku best seller "Negeri 5 Menara." Kata itu berasal dari sebuah hadist Nabi Muhammad SAW yang artinya "Barang siapa yang bersungguh-sungguh akan mendapatkannya." Kata serupa mantra itu kemudian diadopsi oleh orang barat menjadi mantra "the secret" atau "self-fulfilling prophecy." Artinya setali tiga uang, alias sami mawon. Jadi kaum muslim seharusnya berbangga, bahwa khasanah dunia Islam sebenarnya lebih kaya daripada yang ada di dunia barat. Cuma kalah populer saja. Lalu mantra itu harus dilanjutkan dengan mantra "Man shabara zhafira." Itu juga dari hadist Nabi Muhammad SAW, yang artinya, "Siapa yang bersabar akan beruntung." Mantra ini kembali dipopulerkan oleh A. Fuadi dalam buku sekuelnya "Ranah 3 Warna." Logika dari kedua mantra itu adalah bekerja keras dan bersungguh-sungguh. Tapi kalaupun tidak berhasil, atau belum berhasil, ya sabar saja. Barangkali Tuhan belum mengabulkannya. Kita hanya bisa berusaha, Tuhan jualah yang menentukan. Atau istilah orang barat, "We do the best, and God will do the rest." Saya tak hendak membuat resensi bukunya A. Fuadi, tapi kedua mantra itu membuat saya gelisah, karena dalam kenyataanya kedua mantra itu menjadi kian tumpul di bumi Indonesia. Dia hanya hidup dalam tataran konsep. Tidak menjadi sebuah perilaku. Betapa tidak, semangat kerja keras, bersungguh-sungguh dalam segala hal sangat sulit ditemukan. Kasus korupsi, contek-mencontek, mark-up tender, ngemplang pajak, dll adalah potret usaha yang tidak sungguh-sungguh tadi. Maunya jalan pintas, budaya instan. Makanya mie instant menjadi laris di Indonesia, kecuali foto instan model polaroid yang kini sudah mati suri karena kalah dengan hp yang sudah dilengkapi dengan kamera! Selama puasa ini saya juga menyaksikan rombongan pengemis "jadi-jadian" mulai menyesaki jalanan, perempatan, dan bahkan menyerbu ke pemukiman. "Perelengkapan perang" telah mereka siapkan dengan baik: gerobak dorong, kantong kresek besar, dan anak-anak kecil serta bayi mereka ikut sertakan. Ada apa ini? Yang kaya tidak mau bekerja keras, maka jalan pintasnya adalah korupsi. Yang miskin sama saja. Jalan paling mudah adalah mengemis. Keduanya sama saja, meruntuhkan bangunan martabat manusia yang telah dikarunia akal budi dan kekuatan fisik oleh Allah SWT. Adakah kita masih punya harapan terhadap kedua kekuatan mantra itu di Indonesia? Saya beberapa kali pernah melakukan eksperimen untuk mengukur sebarapa besar mentalitet para pengemis itu menyikapi hidupnya. Setiap kali saya sedang makan di warung dan ketika ada pengemis menghampiri saya, maka reaksi pertama yang akan saya lakukan adalah dengan menanyakan pengemis itu, "Bapak/ ibu sudah makan? Kalau belum, mari makan bersama saya, atau bisa juga saya bungkuskan." Jawaban pengemis sungguh di luar dugaan. "Saya tidak mau makan, saya mau uangnya saja!" Luar biasa! jawaban itu menyentak kesadaran saya. Sedemikian parahkah mentalitet bangsa Indonesia? Mentalitet bangsa pengemis, yang suka menaruh tangan di bawah, tidak di atas? Dan yang paling parah adalah orientasi kepada benda yang namanya uang? Di belakang uang itu pasti sudah berderet berbagai macam keinginan (want), dan bukan lagi kebutuhan (need). Di sana sudah ada nafsu serakah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun