Jarum jam belum sepenuhnya  menunjuk ke bawah. Waktu masih setengah sore. Matahari masih terlihat semburat, mengintip di balik bukit desa Plumbon, Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah. Beberapa pemuda dan pemudi terlihat bersepeda motor menghampiri sebuah kedai kopi yang kini berdiri anggun di tengah-tengah rumah penduduk.
Mereka adalah anak-anak muda yang ingin menunjukkan eksistensi. Ini adalah suatu masa di mana energi darah muda sedang berada pada puncak yang paling tinggi. Ngopi dan nongkrong adalah sarana paling mudah untuk eksis pada masa selfie dan wefie ini. Kopi kini mulai marak sebagai bagian dari gaya hidup anak muda.
"Saya merenovasi bangunan peninggalan leluhur saya ini sebagai kedai kopi." Begitu Hartono, sang pemilik Kedai Kopin, mulai membuka cerita. "Tapi sebenarnya ini bukan inti dari tujuan saya. Tujuan saya sebenarnya adalah bagaimana memberikan ruang gairah baru bagi anak-anak muda di sini untuk beraktivitas," imbuhnya.
Terlihat di beberapa dinding terpampang mural yang menggambarkan suasana luar negeri, rak buku, dan sebuah gambar ikan yang meloncat dari wadahnya. Di samping mural itu, tersemat tulisan nakal dengan selipan kata KOPIN. Tengoklah kata-kata nakal ini: Kamu tahu nggak nama ibu kota Denmark. Tahulah, KOPINhagen, kan? Jangan lupa ya, kembalikan buku yang KOPINjam. Ada pula tulisan begini: Kapan KOPINdah dari zona nyamanmu?
Kata-kata nakal KOPIN ini seolah menular dan menjalar, ketika pada salah satu dinding yang terletak di samping tangga menuju lantai dua penuh coretan tulisan para pegunjung dengan kapur tulis. Inilah di antaranya: KOPINang aku dengan bismillah. Mensana menKOPINsano. Kuat dilakoni, ora kuat diKOPIN aja!
"Saya ingin memberi ruang yang luas bagi generasi muda untuk berkarya dan beraktivitas. Kedai Kopin adalah tempat bertemunya anak muda dari berbagai penjuru. Mereka bebas berekspresi. Di sini banyak tersedia buku-buku gratis untuk dibaca, alat musik untuk dimainkan, dan free wifi untuk eksplorasi dunia maya," tambah Hartono bersemangat menjelaskan Kedai Kopin yang dia dirikan bersama istrinya.
Kedai Kopin mengusung tema "manual and traditional coffee brewing. Di sini kopi diseduh dengan alat-alat yang khusus didatangkan dari Aceh, Sambas, dan Vietnam. Alat-alat itu dipakai untuk membuat Kopi Sanger ala Aceh, Kopi Saring Sambas, dan Kopi Vietnam Drip. Untuk meracik espresso dan cappuccino, Kedai Kopin menggunakan alat yang disebut Red System made in Cimahi, Bandung. Alat canggih ini adalah hasil utak atik Irawan Halim, jebolan teknisi pada salah satu perusahaan terkemuka di Indonesia, yang kemudian menekuni dunia kopi melalui alat yang diciptakannya.
Selain minuman berbasis kopi, Kedai Kopin juga menyediakan minuman segar seperti lemon grass tea, ice blended, dengan aneka  pilihan rasa seperti green tea, strawberry, mango, avocado, taro, atau choco caramel. Aneka makanan ringan juga terseda di sini, seperti singkong goreng, roti bakar, kentang goreng, pisang nugget, spaghetti, mie goreng/ kuah, dan nasi goreng.
Harga  yang dibanderol masih terjangkau kantong anak muda yang masih belum mapan secara ekonomi. Ibaratnya, dengan uang 20K, kamu sudah bisa eksis di sini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H