Mohon tunggu...
Mugito Guido
Mugito Guido Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Senang menulis tapi tidak pinter menulis. Aku hanya asal menulis, menulis asal!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ini Hantu Apa Tuhan?

23 April 2013   23:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:43 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13667326641567538158

Hantu memang sering berlindung di balik Tuhan. Coba ucapakan kata ‘hantu’sepuluh kali: hantuhantuhantuhantuhantuhantuhantuhantuhantuhantu. Lalu suruh telinga kita mengamatinya. Kalau kita tidak meletakkan jeda di antara kata-kata itu, maka menjadi tak jelas mana yang ‘hantu’ dan mana yang ‘Tuhan’ . Padahal, sosok ‘Tuhan’ jelas bertolak belakang dengan ‘hantu’. Seorang anggota wakil rakyat di Madura, yang juga seorang putra uztad terkenal, berasal dari partai agamis lagi, digelandang polisi. Wakil rakyat paruh baya itu diduga telah mencabuli 9 anak yang masih siswi SMP. Yang menarik bukanlah  masalah kelakuannya. Sebab ketika orang tidak lagi bisa mengekang syahwatnya, maka ‘kelakuan’ harus dilihat dalam kontesk ‘oknum’. Kelakuan yang harus dilokalisir sebagai ‘kelainan’ yang melekat pada orang yang bersangkutan. Agama, pendidikan, status sosial, atau pun latar belakang kehidupan keluarga jangan dijadikan sebagai titik tolak penilaian. Itu harus dianalogikan sama halnya ketika kita melihat kambing birahi. Seekor kambing jantan itu bisa saja mengawini 9 ekor kambing betina di kandangnya. Padahal jelas orang yang memelihara bandot itu tak mungkin mengajari kambing jantan berbuat demikian. Jadi, anggap saja kelakuan orang itu kebetulan sama dengan kambing. Sisi yang  menarik dari peristiwa itu sebenarnya adalah ternyata pelakunya masih takut akan dosa. Wakil rakyat ini tidak mau disamakan dengan orang yang selingkuh. Apalagi dibilang orang melacur! Semua anak baru gede itu ditiduri di hotel dianggap sebagai istrinya. Oleh karena itulah mengapa ia menikahi mereka secara kilat sebelum ditiduri. Bahkan ada yang hanya beberapa jam saat mereka dalam mobil menuju ke ranjang hotel. Seorang uztad menikahkannya secara siri, lalu semua bilang : syah, syah, syah! Tujuannya hanya satu : untuk menghindari dosa! Tapi, jangan dulu terburu mencibir! Siapa tahu kita tidak lebih baik dari padanya. Sebab orang selingkuh, atau yang pergi ke lokalisasi, tidak lagi takut akan dosa. Mereka tidak akan memikirkan dulu kawin siri itu. Tidak perlu mempertimbangkan apakah yang tidur bersamanya itu istrinya atau bukan. Tidak perlu menghindari dosa segala, yang penting tancap gas! Lalu kemudian bertobat, karena sesudahnya lantas bibirnya berucap: ”Ya, Tuhan hari ini yang terakhir! Saya bertobat!” Tapi besoknya datang lagi dan akan berucap yang sama! Karena kita bukan Tuhan, kita tidak tahu apakah Tuhan membenarkan nikah siri semacam yang dilakukan di mobil itu atau tidak. Mungkin saja memang nikah siri terpaksa bisa dilakukan untuk menghindari dosa. Tentunya ini dalam artian ’keadaan luar biasa untuk sebuah kebaikan’. Namun jadi aneh juga rasanya kalau kemudian nikah sirih ini lantas dijadikan untuk pembenaran sebuah dosa. Itu sama halnya memperkosa hukum Tuhan untuk menyucikan dosa. Hah? Paling tidak sebagai masyarakat ketimuran yang masih memegang adat, etika dan budaya, rasanya masih sulit untuk menerima alasan ini. Mungkin kita juga buru-buru bilang, tapi kan saya tidak selingkuh apalagi melacur? Barangkali benar!  Tetapi di sisi lain, kalau kita jujur kita sering membawa-bawa nama Tuhan untuk keburukan kita. Kita memperkosa citra Tuhan untuk menutupi wajah hantu kita. Agar orang lain tak mengenali kalau wajah kita lebih mirip dengan wajah  hantu.

Dalam bahasa Inggris kita mengenal kata ‘reason’ dan ‘excuse’. Artinya jelas beda, reason artinya alasan yang dapat dirima karena reasonable/masuk akal, sedangkan excuse adalah alasan yang dicari-cari untuk pembenaran sesuatu yang tidak benar.

Sayangnya bahasa kita tidak mengenal perbedaan arti itu. Jadinya, alasan sering dicari-cari untuk sesuatu yang tidak ada dalil kebenarnnya.Dan kalau kemudian alasan ini dijadikan sebagai sebuah pembenaran kita semua jadi sulit. Sesulit kita membedakan makna: hantuhantuhantuhantuhantuhantuhantuhantuhantuhantu!

Mr, 22-04-2013 gambar dari: pksjateng.or.id

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun