Mohon tunggu...
Mas Gagah
Mas Gagah Mohon Tunggu... Dosen - (Lelaki Penunggu Subuh)

Anak Buruh Tani "Ngelmu Sampai Mati"

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Membaca Masa Depan Koran

14 Februari 2019   21:42 Diperbarui: 14 Februari 2019   21:50 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://koleksikemalaatmojo2.blogspot.com

Sampai hari ini, saya masih setia berlangganan koran setiap pagi. Melalui koran itu, saya selalu menemukan ide-ide menarik dari orang lain. Meski sudah ada berita media online, membaca koran tetap tidak tergantikan. Ada kenikmatan tersendiri saat membaca koran, dibandingkan membaca berita online.

Apakah saya termasuk orang kuno dalam hal ini? Mungkin nasibnya sama seperti Koran, sudah dianggap kuno atau usang. Berlangganan koran kemudian membacanya, menjadi kegiatan yang juga kuno. Tidak  keren seperti kalau membaca koran yang sifatnya online.

Hadirnya media berita online dan media sosial, memaksa Koran untuk tahu diri. Karena, orang-orang lebih suka berdiam diri di depan media online ataupun media sosial. Budaya online saat ini, justru menjadi bagian gaya hidup orang kampung maupun kaum urban.

Jadilah, membaca koran, merupakan pekerjaan yang tidak menarik lagi. Koran bukan lagi menjadi representasi kaum intelektual. Padahal dahulu, hanya orang pintar yang suka duduk membaca koran. Saat ini, Koran dapat dikatakan sudah hampir mati.

Saya sendiri tidak tahu, sampai kapan Koran akan tetap bertahan? Ada beberapa koran langganan saya yang sulit ditemui lagi. Jika pun mau membeli, harus pesan dulu. Kata pengecernya 'sekarang koran lagi sulit. Kalau tidak laku tak bisa dikembalikan.'

Koran, sangat berbeda dengan tulisan yang ada di media online. Saat lelah, koran bisa dijadikan bantal untuk tidur siang. Koran juga dapat digunakan untuk bungkus tempe. Bisa juga koran digunakan untuk bungkus gorengan bakwan atau mendoan. Tingkat yang paling tinggi, Koran bisa dijadikan untuk rujukan ilmiah skripsi, tesis, atau disertasi, dan lain-lain.

Sebab koran pernah menjadi representasi orang-orang cerdas pikir. Bukan korannya yang menjadi substansi, tetapi kegiatan membaca itulah yang penting. Jika koran sudah tidak ada, bisa jadi budaya membaca juga mulai hilang.

Bukan hanya budaya membaca, tetapi budaya menulis itupun sudah pudar. Tidak semua redaksi Koran mudah menerima tulisan kontributor. Maka, orang yang bisa menulis artikel di sebuah koran, itu orang hebat. Tulisannya memang bisa dikatakan sangat bermutu dan intelek.

Jika koran sudah tidak ada, mungkinkah budaya membaca dan menulis sudah bubar. Sepinya oplah penjualan koran hari ini, mungkinkah karena orang sudah malas membaca. Ya, koran hari-hari ini sedang mengalami masa yang dikatakan mati suri. Sebabnya, orang sudah bermigrasi membaca ke media berita yang sifatnya online.

Ada koran atau tidak, kita harus tetap membudayakan membaca dan menulis. Jika koran sudah usang atau ketinggalan jaman, membaca dan menulis jangan sampai menjadi usang. Koran hanyalah sebuah media pada sebuah zaman, tetapi membaca dan menulis adalah kunci membuka peradaban zaman.

Biarlah koran pada akhirnya tergantikan, tetapi membaca dan menulis akan tetap ada sepanjang zaman. Apapun itu medianya, menulis adalah membangun sebuah peradaban.

Salam Indonesia

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun