Mohon tunggu...
Mas Gagah
Mas Gagah Mohon Tunggu... Dosen - (Lelaki Penunggu Subuh)

Anak Buruh Tani "Ngelmu Sampai Mati"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mimpi Anak Seorang Petani Miskin

30 November 2018   17:43 Diperbarui: 30 November 2018   17:57 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi rumah penulis, warisan dari bapak, saat belum di renovasi. Rumah ini selama kurang lebih 25 tahun hanya menggunakan dinding bambu (gedek). Tidak ada perabotan mewah di dalamanya. (Sumber: Facebook pribadi penullis)

Tak Bisa Kuliah Karena Miskin

Pendidikan di negeri ini bagi saya merupakan hal yang mahal. Tentu bagi saya, anak seorang buruh tani miskin, mimpi untuk masuk universitas saja tidak berani. Mendengar nama kampus, kami sudah keder atau ketakutan.

Selepas lulus SMK, saya pernah ingin kuliah di kampus negeri misal UGM, UNY, atau UIN Jogja. Tetapi, takdir tidak membawa saya masuk kampus itu. Kemiskinan itulah yang menyebabkan saya tidak mampu masuk.

Setelah lulus SMK itu pun, saya sangat minim informasi beasiswa. Pada waktu itu belum ada facebook atau media sosial seperti sekarang yang memudahkan akses informasi beasiswa. Jika ada beasiswa, orang tua saya tidak akan mampu membayar uang muka (uang gedung). Meskipun mendapatkan beasiswa tetap harus membayar uang gedung dan lain-lain.

Salah seorang anak dari paman waktu itu mendapatkan beasiswa masuk UGM. Dia lulus lewat penjaringan siswa berprestasi. Di UGM dia mengambil kuliah jurusan Teknik Sipil.

"Sangat beruntung teman saya ini. Bisa kuliah di UGM..."

Waktu itu saya iri dengannya. Ingin juga menjadi mahasiswa seperti dirinya. Dia pintar dan beruntung punya orang tua yang mampu membayar uang muka kuliah.

Jika tidak salah, waktu itu, meskipun mendapatkan beasiswa, dia masih harus membayar uang bangunan atau apalah, saya tidak tahu. Uang yang harus disetorkan kurang lebih Rp 15 juta sampai Rp 20 juta.

Mendengar uang sebesar itu, kuduk yang merinding. Mimpi saya untuk kuliah benar-benar saya kubur. Tanah pekarangan dan rumah bambu milik bapak, jika dijual tidak akan laku sebesar itu. Siapa yang mau membeli rumah berdinding bambu (gedek, kalau dalam istilah Jawa).

Kemiskinan memang menyakitkan. Pupus sudah harapan saya untuk masuk kuliah. setelah itu saya merantu ke Solo bekerja sebagai penggiling bakso. Bekerja serabutan apa saja, yang penting saya bisa mengirimkan uang untuk bapak dan simbok.

Meskipun begitu, keinginan untuk kuliah masih ada. Saya berharap, kelak bisa kuliah sambil bekerja. Saya yakin, akan sukses jika kuliah. Meskipun saya tidak bisa kuliah di kampus negeri seperti teman saya tadi. Saya berharap bisa kuliah di swasta sambil bekerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun