Taman Bacaan Berdebu di Pojok Sebuah Kelurahan
Saya tidak akan pernah berhenti menuliskan tentang membaca atau buku. Mungkin hanya ini sesuatu yang dapat saya tuliskan, tentang buku dan membaca. Bisa jadi tulisan ini tidak menarik sebab terlalu sering dituliskan.
Mengutip laporan kompas.com, rata-rata orang Indonesia hanya membaca buku 3-4 kali per minggu, dengan durasi waktu membaca per hari rata-rata 30-59 menit. Kondisi itu semakin memprihatinkan bahwa jumlah buku yang ditamatkan per tahun rata-rata hanya 5-9 buku.Â
Kemudian, jika merujuk dari study "Most Literred Nation in the world 2016", minat baca di Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 negara. (https://republika.co.id)
Suatu pagi menjelang siang saya pergi ke sebuah kelurahan kawasan Pela Mampang Jakarta Selatan. Biasanya saya meminta bantuan orang lain untuk mengurus administrasi kependudukan. Saya agak tidak suka berurusan dengan kegiatan administrasi.
Terpaksa pagi menjelang siang itu saya naik Grab ke kelurahan Pela Mampang. Saya harus segera mengurus perpindahan kependudukan dari Yogyakarta ke Mampang Prapatan. Sesampai di kantor kelurahan Pela Mampang saya melihat beberapa orang memegang gadget masing-masing.
Mereka sibuk dengan gadgetnya hingga melupakan bahwa di samping mereka ada orang lain. Riuh media sosial menjadikan orang-orang hidup pada ruang simulacra. Beberapa menit saya juga terpaksa memegang gadget. Sekedar membaca pesan Whatsapp atau membuka berita di media online.
Jenuh bermain gadget, mata saya melihat sebuah ruangan kecil. Tempat tersebut berada di samping pintu masuk. Sepertinya ruangan itu memang d lupakan. Di sana hanya ada debu-debu yang membuat hidung menjadi bersin.
Saya mendekat kemudian membaca sebuah papan "Taman Bacaan". Mata saya melotot, tetapi bukan pada tulisan itu. Tetapi pad rak-rak yang kosong seakan menangis tanpa penghuni.
Hanya ada 4-7 buku di dalam rak-rak kelurahan tersebut. Buku-buku tersebut nampak berdebu dan tidak dirawat.
Kemudian, dua bola mata saya menemukan buku motivasi di sudut rak. Saya lupa judulnya, tetapi buku itu tentang motivasi. Penulisnya kalau tidak salah seorang Motivator dari UTY. Saya membaca sebentar beberapa halaman. Rasanya-rasanya, saya sangat menikmati isi buku tersebut. Meskipun saya hanya membaca sebentar sebab harus segera pulang ke kontrakan.
"Kenapa hanya ada sedikit buku..?"
Saya bertanya lagi dalam hati. Sebelum melangkah keluar pintu kelurahan Pela Mampang. Sembari melihat orang-orang yang sibuk bermain gadget.
Mungkin itulah, potret bangsa kita yang tidak mencintai budaya buku dan membacanya. Saya tidak hendak membuat generalisasi bahwa seluruh masyarakat Indonesia tidak hobby membaca. Tentu, di luar sana masih banyak masyarakat Indonesia yang mendedikasikan hidupnya dengan buku hendak membangun bangsa.
Lupa Pembangunan Sumber Daya Manusia
Jika melihat pembangunan bangsa kita selama ini, selalu saja yang diunggulkan adalah pembangunan infrastruktur (bangunan, jalan, gedung, dll). Tidak salah memang pembangunan infrastruktur tersebut. Tetapi, pembangunan itu tidaklah cukup jika tidak dibarengi dengan pembangunan sumber daya manusia.
Buat apa infrastruktur negara kita modern, tetapi sumber daya manusia bangsa kita masih rendah. Perhatian pemerintah terhadap taman bacaan sepertinya sangat rendah. Jika melihat kasus yang saya temui di Kelurahan Pela Mampang tersebut.
Abai terhadap pembangunan sumber daya manusia, tentu berdampak buruk bagi pembangunan bangsa Indonesia. Kita sudah tau bahwa Gubernur DKI Jakarta (Anies Baswedan) merupakan tokoh pendidikan. Beliau sangat populer dengan gagasan Indonesia Mengajar.
Dengan latar belakang Anies Baswedan yang populer dalam bidang pendidikan, tentu saya berharap program kerja dalam bidang pendidikan. Paling tidak Anies Baswedan mau membangun Taman Bacaan di sudut Kelurahan Jakarta.
Usaha ini harus dilakukan meskipun terlihat sederhana. Bisa jadi sebagian orang menganggap pembangunan taman bacaan di setiap kelurahan ini ide gila dan tidak bermanfaat. Akan tetapi, paling tidak kita sudah memulai membangun masyarakat Indonesia mencintai buku kemudian mencintai membaca.
Merawat Taman Bacaan adalah Merawat Bangsa
Pekerjaan pembangunan taman bacaan ini tentu saja bukan hanya pekerjaan rumah pemerintah Jakarta.Â
Tetapi pekerjaan seluruh pemimpin bangsa ini khususnya Pak Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia saat ini. Sepengetahuan saya, selama ini visi dan misi calon presiden hanya sebatas pembangunan ekonomi dan infrastruktur.
Sangat jarang ada seorang presiden yang berteriak lantang saat kampanye bahwa jika terpilih akan membangun taman bacaan di setiap sudut sekolah atau di setiap kantor kelurahan. Tempat di mana saja orang datang, seharusnya di situlah dibangun taman bacaan.
Saya merindukan sebuah tempat yang dingin di temani buku-buku sambil menyesap sebuah kopi panas. Tentu tempat itu harus disediakan oleh pemerintah secara gratis. Di taman bacaan itu saya berharap membaca buku-buku baru atau bahkan buku-buku lama yang sudah kumal sampulnya.
Saya juga berharap membaca koran usang terbitan puluhan tahun lalu. Di sana kemudian banyak orang akan berdiskusi tentang banyak hal mengenai pembangunan bangsa ini.Â
Taman bacaan adalah tempat bertengkar kemampuan intelektual berbasis riset pustaka dari buku-buku tersebut. Bukan pertengkaran phisik yang selama ini terjadi yang hampir memecah belah bangsa kita.
Semoga kita dan bangsa kita mau belajar dari bangsa lain. Mencintai membaca untuk pembangunan bangsa Indonesia sekarang dan masa depan. Memulai dari hal yang sederhana "Merawat Taman Bacaan" di rumah kita, di dekat pasar, di kantor, ataupun di sudut kelurahan yang sering kita kunjungi.
Semoga bangsa kita mencintai buku dan mecintai membaca.
Bangka 3 A No. 62
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H