Film merupakan sebuah reprensentasi budaya maupun ideologi. Film juga bisa menaikkan citra seorang pasangan calon presiden. Hal ini tergantung bagaimana kepandaian seorang timses calon presiden. Termasuk film yang sekarang menjadi perbincangan hangat yaitu "Game of Thrones".
Dalam orasinya, Jokowi menjelaskan tentang potensi yang akan dihadapi negara-negara global yang dikaitkan dengan dunia Game of Thrones mulai dari winter is coming, great house, iron thrones hingga evil winter. (https://ekonomi.kompas.com)
Saya sendiri belum pernah menonton film ini sampai selesai. Lalu kemudian film ini menjadi representasi politik setelah pidato pak Jokowi. Kondisi ini memang menguntungkan kubu petahana yaitu Pak Jokowi. Apapun yang dilakukan oleh Pak Jokowi memiliki citra yang tinggi. Perkataan Pak Jokowi bisa dikomodifikasi yang dijual lewat ruang media massa.
"Mengulang pidato di Bali, Jokowi memaparkan satu negara elite tengah berjaya, sementara negara lain mengalami kemunduran dan kehancuran. Kekuatan-kekuatan besar sibuk melawan satu sama lain. Menurut Jokowi, mereka tidak sadar ada ancaman yang lebih besar, misalnya perubahan iklim, terorisme global, dan menurunnya ekonomi global. Dia menyatakan kembali, konfrontasi, dan perselisihan akan mengakibatkan penderitaan, bukan hanya yang kalah namun juga yang menang." (https://www.cnbcindonesia.com)
Semua yang ada pada Pak Jokowi saat ini bisa dikomodifikasi dan dinaikkan menjadi citra di media massa. Tidak ada yang salah dalam hal ini. Selama dilakukan dengan cara-cara yang santun. Pada setiap kontestasi politik yang tensinya panas, citra tokoh menjadi senjata ampuh.
Tanpa sebuah citra di media massa, seorang calon presiden tidak akan dikenal oleh masyarakat. Maka, apapun yang akan dilakukan oleh pak Jokowi akan memiliki nilai jual. Meskipun kadang kala, cita yang dibangun menihilkan prestasi kerja. Apapun, citra justru menjadi strategi yang menarik untuk dijual di ruang media massa.
Salam Indonesia
Dengan kondisi di atas, tentu kerugian di pihak Prabowo. Untuk membangun citra di Masyarakat, Prabowo belum bisa mendahului Jokowi. Faktor yang paling mendasar adalah Jokowi merupakan seorang petahana. Dia bisa menggunakan berbagai media untuk membangun citra.
Jika ditelisik lagi, apa yang membuat Game of Thrones menjadi populer? Tentu hal ini disebabkan oleh pidato Pak Jokowi. Toh sebelumnya film ini juga tidak dikenal oleh masyarakat luas. Bahkan saya sendiri kurang mengenali film Game of Thrones ini. Kemudian, media meramaikan pidato Pak Jokowi mengenai ekonomi dan Film Game of Thrones.
Ruang media massa tentu saja tidak bisa dilepaskan dari citra tokoh politik. Siapa yang menguasai media massa, maka dia berhak menguasai sebuah ruang kekuasaan. Tanpa membangun citra di media massa, calon presiden akan gagal memenangi kontestasi politik. Media massa pada hari-har ini selalu diisi dengan kekuatan ideologi politik peserta pemilu 2019.
Bagi penikmat media massa, tentu harus bijaksana jika melihat budaya media. Kita semua memahami bahwa ruang media merupakan hasil konstruksi sosial. Tidak ada citra yang asli dalam ruang media massa. Semua tokoh calon presiden sudah dibuat citra sesuai dengan kepentingan ideologi politiknya. Media massa akhirnya menjadi sarana yang ampuh untuk unjuk siapa citra tokoh yang paling menarik di hadapan masyarakat media massa.