Setiap orang yang pernah menimba ilmu diperguruan tinggi pasti sudah pernah belajar metodologi penelitian. Keharusan mempelajari metodologi penelitian merupakan prasyarat untuk menulis skripsi, tesis, atau disertasi. Penelitian adalah sebuah usaha untuk menjawab persoalan fenomena tertentu secara empiris dan/atau objektif (Subagio Budi Prajitno, 2016).[1] Seorang peneliti harus memiliki sifat objektif atau yang disebut dengan sifat jujur. Artinya, dasar yang harus pegang oleh seorang peneliti adalah objektifitas atau tidak berpihak pada siapapun.[2]
Seorang peneliti harus berpihak pada kebenaran itu sendiri. Sebab, apa yang dihasilkan dari penelitian tersebut (kesimpulan) harus dipertanggung jawabkan di hadapan Tuhan kelak. Jika seorang peneliti sudah tidak jujur maka, hasil penelitian yang dihasilkan tidak akan bermanfaat untuk masyarakat. Hasil penelitian adalah sebuah usaha untuk memperbaiki kehidupan masyarakat agar menjadi lebih baik. Tidak boleh ada motif kapitalisme dalam sebuah proses penelitian ilmiah.
Bagaimana dengan beberapa lembaga survey yang selama ini bekerja mengawal pemilu? Penulis pernah mendengar isu tentang keperpihakan beberapa lembaga survey untuk mengukur elektabilitas salah satu gubernur DKI.[3] Isu yang muncul adalah ada beberapa lembaga survey yang membawa motif politis. Lembaga survey tersebut bekerja atas pesanan partai politik atau calon gubernur. Tujuannya, adalah hasil survey tersebut harus memenangkan salah satu calon.[4] Tentu saja, cara-cara seperti ini disebut dengan pelacuran keilmuwan.
Penulis yakin di luar sana masih ada lembaga survey yang berhati mulia. Mereka yang melakukan riset adalah orang-orang yang masih tetap memegang teguh kebenaran Tuhan. Lembaga survey yang memang bekerja untuk yang benar dan bukan bekerja untuk yang bayar. Mereka melakukan penelitian dengan metode yang benar tanpa pernah melakukan penipuan sedikitpun. Sehingga, kesimpulan penelitian adalah valid, reliable, dan objektif.
Penulis pernah bertanya pada seorang dosen senior di sesi kuliah riset media di UIN Ciputat. Waktu itu penulis mempertanyakan keabsahan metodologi yang dipakai oleh beberapa lembaga survey. Sang dosen beberapa menit kemudian memberikan sebuah jawaban. Walaupun jawaban itu masih harus dibuktikan lebih lanjut. Dosen penulis menjelaskan yang pertama dilakukan adalah mengecek penggunanaan metodologi penelitian. Pasalnya, inti dari sebuah penelitian adalah penggunaan metodologi. Jika metodologi salah maka sudah dipastikan kesimpulan penelitian akan salah.
Setelah mengecek metodologi yang digunakan adalah mengecek sumber data yang digunakan. Jika penelitian survey dari mana data diambil yang nanti akan terkait dengan populasi dan sampel penelitian. Jika data yang digunakan salah bahkan tidak benar, maka tentu kesimpulan penelitian perlu dipertanyakan kembali. Seorang peneliti harus benar-benar mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam proses penelitian.
Setelah itu yang paling menentukan adalah menentukan tujuan penelitan itu sendiri. Hal ini lah yang sulit dilacak jika ada laporan penelitian semisal elektabilitas calon guburner. Masyarakat tanpa pernah ditunjukkan metodologinya dan data-data yang disurvei. Tahu-tahu ada hasil menyebutkan salah seorang gubernur memiliki elektabilitas tinggi. Masyarakat juga tidak pernah mempertanyakan tentang metodologi dan tujuan dari survey tersebut, benar atau tidak.
Niat dan tujuan adalah asas dasar yang menentukan objektif atau tidaknya sebuah penelitian. Jika dari awal tujuan penelitian memang ditujukan untuk menaikkan elektabilitas seorang calon gubernur, dipastikan hasilnya tidak akan objektif.[5] Apalagi lembaga survey yang memang terang-terangan berdiri untuk mencari uang. Sebab, tujuan itu nanti akan mempengaruhi objektifitas pertanyaan penelitian. Karena lembaga survey sudah dibayar terlebih dahulu dengan uang ratusan juta, maka mau tidak mau pertanyaan penelitian sengaja dibuat agar orang yang disurvei memilih salah seorang calon yang sudah dipesan.[6]
Survey elektabilitas calon gubernur seharusnya memang bertujuan mulia. Peneliti bekerja dalam rangka menjaring calon gubernur yang dipilih oleh warga Jakarta. Tidak boleh ada semacam penipuan dalam kegiatan survey tersebut. Masyarakat juga boleh melihat metodologi yang digunakan oleh lembaga survey tersebut. Jakarta adalah barometer bagi Indonesia yang berdaulat. Tidak boleh ada survey yang memihak yang penulis sebut dengan pelacuran penelitian ilmiah.
Penjelasan di atas hanya asumi penulis sementara. Pembaca masih harus meneliti lebih lanjut tentang peran lembaga survey tersebut. Apakah memang ada indikasi membela yang bayar, merupakan pertanyaan penelitan yang menarik untuk diriset. Semoga saja ada orang yang bersedia melakukan penelitian sehingga nantinya ada kesimpulan yang lebih objektif.
Wallahu a’lam bis shawab 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 |