Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (difabel) seperti yang tertuang pada UUD 1945 pasal 31 (1). Oleh sebab itu, pendidikan di sekolah dasar saat ini wajib menerima semua calon peserta didik dengan segala keistimewaannya asalkan telah memenuhi usia masuk sekolah dasar, yaitu berusia tujuh tahun. Meskipun demikian untuk kedepannya akan ada sedikit hambatan di dalam pembelajarannya, misalnya mengalami kesulitan belajar atau kesulitan dalam bersosialisasi dengan teman-temannya.
Dalam pendidikan reguler di sekolah dasar sering dijumpai peserta didik yang mengalami kesulitan belajar. Hal ini dikarenakan kemampuan dan kebutuhan siswa yang satu dengan siswa yang lain berbeda. Ada siswa yang cepat sekali dalam menerima pelajaran, ada yang sedang, adapula yang sangat lambat. Guru sebagai pemimpin di dalam kelasnya, harus cepat tanggap jika menjumpai hal yang demikian. Adanya pengelolaan yang cepat dan tepat oleh guru, dapat mengoptimalkan kemampuan siswa agar bisa turut bersaing di dalam kelasnya. Namun jika guru lambat dalam memberikan respon dan kurang tahu bagaimana cara mengatasi peserta didik yang heterogen tersebut, maka pembelajaran yang berlangsung di kelas akan kurang optimal dan daya saing antar peserta didik tidak seimbang.
Guru harus bisa yang memberikan pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik yang memiliki kelainan dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa pada sekolah regular dalam satu kesatuan yang sistemik. Dalam melaksanakan pembelajarannya, guru harus mampu melibatkan seluruh peserta didik tanpa kecuali, meliputi: anak yang memiliki perbedaan bahasa, kekurangan gizi, tidak berprestasi, anak yang berbeda agama, dan sebagainya. Mereka dididik dan diberikan layanan pendidikan yang sesuai dengan cara yang ramah dan penuh kasih sayang tanpa diskriminasi. Guru harus mampu menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat, menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan. Guru juga mempunyai tanggung jawab menciptakan suasana kelas yang menampung semua anak secara penuh dengan menekankan suasana dan perilaku sosial yang menghargai perbedaan yang menyangkut kemampuan, kondisi fisik, sosial ekonomi, suku, agama, dan sebagainya.
Untuk menciptakan suasana kelas yang optimal, guru sedini mungkin harus bisa mendeteksi kesulitan-kesulitan belajar yang dialami masing-masing peserta didiknya. Adanya komunikasi yang baik antara guru dengan peserta didik, diharapkan mampu membuat peserta didik untuk lebih bersikap terbuka dan mau menceritakan kesulitan-kesulitan belajar yang dialaminya. Oleh karena itu, dalam proses pendeteksian ini, guru pertama kali harus menciptakan hubungan yang baik dengan peserta didik yang mengalami kesulitan belajar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H