[caption caption="Semangat penyuluh pertanian kontrak"][/FMT]
Gambar 1, Penyuluh pertanian kontrak (THL TBPP) tetap semangat meski 3 bulan tak bergaji (Doc. FMT)
Dalam Undang Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistim Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan serta Undang Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemerdayaan, penyuluhan pertanian memiliki peran penting dalam pembangunan pertanian di Indonesia. Kedua undang undang tersebut mengamanatkan kepada Negara dan pemerintah untuk menyediakan pelayanan penyuluhan kepada seluruh petani sebagai pelaku utama dalam sistim pertanian. Penyediaan pelayanan yang dimaksud meliputi penyediaan sarana dan prasarana penyuluhan, metode penyuluhan dan penyediaan tenaga penyuluh yang dapat menjangkau seluruh petani .
Program pemerintah di bidang pertanian seperti upaya percepatan swasembada pangan, optimalisasi usaha tani perkebunan, peningkatan produksi daging dan penigkatan ketahanan pangan masyarakat tidak dapat dilepaskan dari peran para penyuluh pertanian. Dalam undang undang tersebut, penyuluh pertanian memiliki peran strategis sebagai pendamping, pembina dan motivator serta fasilitator bagi petani, karena program pertanian apapun, selalu mensyaratkan adanya pendampingan dan pembinaan oleh para penyuluh pertanian.
Sebagai pendamping, para penyuluh diharapkan dapat selalu melakukan pendampingan dalam setiap program pertanian yang dikelola oleh instansi teknis lngkup pertanian agar program pertanian yang dijalankan dapat mencapai hasil yang optimal. Sementara sebagai pembina petani, para penyuluh juga dituntut untuk selalu memberikan penyuluhan dan bimbingan teknis kepada petani agar aktifitas usaha tani yang dilakukan oleh para petani mampu meningkatkan kesejahteraan mereka.
Dengan “beban” seperti itu, tentu saja tugas para penyuluh di lapangan tidaklah ringan dan butuh kerja keras serta tanggung jawab ekstra. Tidak jarang, ketika suatu program pertanian tidak berhasil secara optimal, para penyuluh yang akhirnya “kena getah”nya, mereka dianggap tidak bekerja dengan baik.
Namun ketika program pertanian brhasil dengan baik, jarang sekali apresiasi dan penghargaan yang diterima oleh “ujung tombak” Kementerian Pertanian ini. Namun itulah resiko profesi yang harus diterima oleh para penyuluh pertanian kita, sudah bekerja keras di lapangan dengan menaklukkan berbagai rintangan dan tantangan namun penghargaan bagi mereka masih sangat minim, termasuk dalam hala kesejahteraan mereka.
Bagi penyuluh pertanian yang sudah berstatus pegawai negeri sipil atau aparatur sipil negara, belakangan tingkat kesejahteraan mereka mulai membaik, seiring dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2013 tentang Kenaikan Tunjangan Fungsional Penyuluh Pertanian.
Sejak tahun 2013 yang lalu para penyuluh pertanian PNS sudah bisa menikmati kenaikan tunjangan fungsional yang cukup signifikan. Sebagai contoh, seorang penyuluh pertanian madya berpangkat IV/a dan IV/b, bisa menikmati tunjangan fungsional setara bahkan lebih tinggi dari tunjangan pejabat structural eselon III A.
Tapi tidak demikian yang dirasakan oleh para penyuluh pertanian yang masih berstatus honor atau kontrak, para penyuluh pertanian yang dikenal sebagai Tenaga Harian Lepas - Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TBPP) ini nasibnya masih sangat “memprihatinkan” bahkan boleh dibilang “menggenaskan”.
Meskipun mereka bekerja setahun penuh, namun honor mereka hanya dialokasikan dalam APBN selama 10 (sepuluh) bulan, selebihnya selama dua bulan, mereka nyaris hanya bergantung kepada kebijakan keuangan dari pemerintah daerah, namun karena keterbatasan financial di daerah, mereka hanya menerima “bantuan sekedarnya” dari pemerintah daerah untuk menutupi dua bulan honor mereka.