[caption caption="Gambar 1, Toko Bo Liem di Mojokerto (Doc. Onde-onde Putri Bo Liem)"][/caption]“Berburu” oleh-oleh di daerah yang pernah kita kunjungi merupakan perburuan yang mengasikkan, apalagi kalau oleh-oleh yang kemudian kita beli sebagai buah tangan dari perjalanan itu memiliki kekhasan atau sepesifikasi yang agak unik dan tidak ditemui di daerah lain.
Beberapa hari yang lalu aku bersama istriku berkesempatan untuk “scond honeymoon” di seputaran Jawa Timur, Jawa Tengah dan Yogyakarta, itupun bukan agenda khusus untuk bulan madu kedua, karena hanya memanfaatkan momen menghadiri wisuda putra pertama kami di Unair Surabaya. Yang terasa istimewa kali ini, karena kami hanya pergi berdua saja, tanpa membawa anak-anak, karena mereka lagi punya kesibukan masing-masing. Putri keduaku disibukkan dengan urusan kuliah dan memberikan les di sebuah tempat kursus yang lumayan ramai siswanya, sementara putrid bungsuku sedang mempersiapkan ujian akhir sekolah dasarnya, jadi mereka tidak bisa ikut seperti biasanya, jadi perjalanan kali ini memang seperti scond honeymoon beneran, setelah mengarungi kehidupan rumah tangga hampir 25 tahun, sebuah perjalanan yang mengesankan.
Seperti layaknya “orang timur” yang setiap bepergian mesti memikirkan juga oleh-oleh buat saudara, tetangga ataupun teman-teman, maka dalam perjalanan kali inipun, tidak lupa untuk sekedar mencarioleh-oleh seperti biasa kulakukan setiap bepergian. Tapi oleh-oleh yang aku “buru” kali ini, tentu harus yang berbeda dengan sebelumnya, maka penganan tradisional daerah yang kami kunjungi jadi prioritas utama.
Usai mengikuti prosesi wisuda putra pertama kami, aku bersama isteri tidak punya agenda khusus selain mengunjungi sanak family yang berada di Jawa, karena memang sudah cukup lama kami tidak bersilaturrahmi dengan mereka secara langsung. Setelah dua hari berada di Surabaya dan Bangkalan, kamipun “bergeser” ke Mojokerto, sekitar 50 kilometer dari Surabaya. Disana ada salah seorang keponakanku, meski sering berkomunikasi lewat telepon dan media sosial, rasanya tidak afdol kalo nggak ketemu langsung, mumpung ada kesempatan. Hangatnya sambutan keluarga membuat kami terasa betah berada disana berlam-lama, tapi karena cutiku dan cuti istriku sangat terbatas, kami jadi harus pintar-pintar membagi waktu.
Meski sebenarnya belum puas bercengkerama dengan keluarga keponakanku, tapi sepertinya kami hanya punya waktu setengah hari saja, karena harus melanjutkan silaturrahmi dengan keluarga di kota lainnya. Sudah kepalang sampe di Mojokerto, ya harus ada oleh-oleh khas dari sana yang harus aku bawa. Keponakanku menunjukkan tempat membeli oleh-oleh khas Mojokerto, yang meski di daerah lain juga ada penganan sejenis, tapi yang disini agak beda dan punya keunikan tersendiri.
Tanpa membuang waktu, kami segera meluncur ke toko onde-onde Bo Liem, masih di pusat kota Mojokerto. Sekilas onde-onde yang sudah melegenda di Mojokerto ini biasa saja, sama dengan onde-onde di kota lainnya. Tapi ada keunikan dan kekhasan dari onde-onde Bo Liem, ketika kami turun dan masuk ke toko oleh-oleh itu. Sebenarnya tidak ada yang istimewa dengan toko ini, hanya sebuah toko sederhana terletak di jalan Empu Nala Mojokerto, dengan papan nama yang nyaris sudah kusam, tapi entah kenapa toko ini setiap hari rame “diserbu” pengunjung. Aku baru tahu keunikan toko oleh-oleh ini setelah masuk kedalam toko dan melihat langsung apa yang dilakukan disana.
[caption caption="Gambar 2, Pelayan Toko Bo Liem melayani pengunjung dengan cara "unik" (Doc. FMT)"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/03/30/bo-liem-56fb7258b593739405aa7e0e.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
Uniknya lagi , kalau ditempat lain, onde-onde hanya diisi campuran gula dan kacang, tapi onde-onde disini punya berbagai isi dengan aneka rasa seperti kacang hijau, coklat, durian, keju, kacang tanah, stroberi, nangka dan masih banyak rasa lainnya. Pengunjung bebas memilih rasa dari onde-onde yang mereka pesan dan akan membawanyanya masih dalam keadaan panas karena digoreng langsung ditempat.
Aku mendekati para pelayan itu, memesan beberapa kotak onde-onde dengan berbagai rasa, dengan cekatan melayani pesanananku. Dengan tangan terbungkus sarung tangan bersih, mereka mulai membulat-bulat onde-onde dengan isi sesua pesananku, begitu selesai dibulatin, onde-onde itu langsung dicemplungkan ke dalam wajan besar berisi minyak panas dengan kompor yang selalu menyala. Seorang anak muda yang “bertugas” menggoreng sigap melaksanakan tugasnya, sementara pengunjung dapat melihat langsung semua proses pembuatan onde-onde tersebut samil menunggu pesannanya kelar. Entah bagaimana menandainya, tapi ratusan onde-onde yang digoreng secara bersamaan itu nggak pernah tertukar rasa, sepertinya butu keterampilan khusus dan pengalaman selama bertahun tahun, aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat “kepiawaian” mereka.
[caption caption="Gambar 3, Proses Penggorengan Onde-onde disaksikan langsung oleh pembeli (Doc. Onde-onde Putri Bo Liem)"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/03/30/bo-leim-5-jpg-56fb72ebb37a617f072f2ddb.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
[caption caption="Gambar 4, Oleh-oleh lainnya di toko Bo Liem (Doc. FMT)"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/03/30/bo-liem-3-56fb72c32323bd7705fc50ce.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)