Mohon tunggu...
Fathan Muhammad Taufiq
Fathan Muhammad Taufiq Mohon Tunggu... Administrasi - PNS yang punya hobi menulis

Pengabdi petani di Dataran Tinggi Gayo, peminat bidang Pertanian, Ketahanan Pangan dan Agroklimatologi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Konsep Ketahanan Pangan Nabi Yusuf a.s.

18 Desember 2014   20:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:02 1703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ketahanan Pangan merupakan komponen utama yang dapat menentukan kualitas sumber daya manusia di suatu negara bahkan sangat berpengaruh terhadap stabilitas negara di semua sektor mulai dari sektor kesehatan, pendidikan, sosial sampai pertahanan keamanan. Kualitas sumber daya manusia yang baik akan dapat dicapai apabila setiap individu mampu memenuhi asupan pangan yang cukup, aman, bergizi seimbang dan berkelanjutan yang akan berdampak terhadap kualitas kesehatan, pendidikan dan interaksi sosial dari masing-masing individu tersebut. Demikian juga stabilitas suatu negara sangat dipengaruhi oleh stabilitas atau ketahanan pangan yang meliputi aspek ketersediaan atau kecukupan cadangan pangan, keamanan pangan, distribusi pangan dan akses untuk memperoleh pangan bagi semua warganya. Instabilitas di bidang pangan akan sangat mempengaruhi stabilitas suatu negara secara keseluruhan, suatu negara yang tidak memiliki ketahanan pangan yang baik akan cenderung menyebabkan kedaulatan negara yang lemah dam mudah dikendalikan oleh negara lain, krisis sosial dan gangguan keamanan. Terjadinya tindak kriminalitas pada umumnya diakibatkan oleh tuntutan perut atau masalah pangan, seseorang akan nekat melakukan apa saja demi tuntutan perutnya meski harus melanggar rambu-rambu etika maupun hukum, hal ini dapat kita lihat di beberapa negara Afrika, dimana negara-negara yang lemah di bidang ketahanan pangan selalu terjadi kekacauan dan konflik sosial yang tidak berkesudahan.

Indonesia sebagai negara dengan penduduk terbesar nomor 5 di dunia, tentu sangat berkepentingan dengan masalah ketahanan pangan ini, sudah sejak lama pemerintah Indonesia terus berupaya untuk meningkatkan ketahanan pangan, berbagai upaya telah dijalankan pemerintah dalam rangka peningkatan ketahanan pangan masyarakat. Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, tahun delapan puluhan pemerintah meluncurkan program Bimbingan Massal/Intensifikasi Massal (Bimas/Inmas) dan hasilnya pada tahun 1984, Indonesia berhasil mencapai Swa Sembada Pangan dan mendapatkan penghargaan dari FAO, dimana swa sembada pangan merupakan salah satu komponen dari ketahanan pangan nasional, meskipun sesudah itu Indonesia belum mampu lagi mencapainya. Upaya itu terus berlanjut dengan penerapan intesifikasi pertanian melalui Panca Usaha Tani, pencetakan sawah baru, pembukaan lahan sejuta hektare, meski yang terakhir ini akhirnya tidak berhasil secara optimal. Pemebentukan Kementerian Negara Urusan Pangan di Kabinet Pembangunan pada masa Orde Baru juga merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan. Sampai dengan saat ini pun, program ketahanan pangan asih merupakan program prioritas dalam rencana pembangunan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.

Ketika berbicara tentang ketahanan pangan, kita selalu merujuk pada referensi dari Food and Agricultural Organisation, organisasi yang mengurusi masalah pangan dan pertanian Perserikatan Bangsa Bangsa. Kemudian pemerintah negara kita meratifikasi konsep-konsep ketahanan dari FAO tersebut dalam bentuk perundang-undangan yaitu dengan diterbitkannya Undang Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan yang memuat definisi, konsep dan implementasi ketahanan pangan di Indonesia. Konsep ketahanan pangan terus berkembang seiring dengan hasil penelitian yang dilakukan baik oleh perorangan maupun oleh berbagai institusi.

Tapi kita lupa (atau bahkan mungkin tidak tau) bahwa orang yang pertama sekali menggagas konsep ketahanan pangan itu adalah Nabi Yusuf AS ( 1745 – 1635 SM ), salah satu dari 25 nabi dan rasul yang di utus oleh Allah SWT untuk membimbing dan memberikan pencerahan kepada ummat manusia, beliau bahkan telah menerapkan konsep dan meletakkan dasar-dasar prinsip ketahanan pangan ini lebih dari 3.700 tahun yang lalu. Konsep itu telah diterapkan oleh Nabi Yusuf  pada masa pemerintahan Raja Kiftir, penguasa kerajaan  Mesir pada waktu itu.

Kebijakan pangan yang diterapkan oleh Nabi Yusuf berawal dari mimpi dari Raja Kiftir tentang tujuh ekor sapi gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi kurus dan tujuh tangkai gandum yang hijau serta tujuh tangkai gandum yang kering (QS Yusuf : 43 ). Kiftir kemudian mencari jawaban dari mimpinya itu, banyak paranormal dan orang-orang pintar yang dipanggil ke istana, namun tidak satupun yang mampu menterjemahkan mimpi sang Raja. Jawaban atas kegalauan sang raja akhirnya datang dari Nabi Yusuf yang pada waktu itu bersetatus sebagai nara pidana tanpa suatu kesalahan apapun, beliau hanya jadi korban kepentingan penguasa.

Dengan kecerdasan intelektual dan kemampuan menganalisis, Nabi Yusuf mampu menterjemahkan mimpi sang raja yang akhirnya melahirkan sebuah konsep yang belakangan kemudian kita kenal sebagai konsep ketahanan pangan. Nabi Yusuf memprediksi bahwa di seluruh kawasan kerajaan mesir akan mengalami 7 tahun musim dengan curah hujan normal yang akan disusul dengan 7 tahun kemarau panjang (QS Yusuf : 48), untuk itu beliau menyarakan kepada sang raja untuk mengambil langkah-langkah kongkrit untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan ditimbulkan akibat kemarau panjang itu. Setelah melihat kecerdasan dan kemampuan Nabi Yusuf dalam menganalisa kondisi wilayah kerajaan, akhirnya Kiftir menyerahkan urusan ini kepada nabi Yusuf dengan mengangkatnya sebagai Menteri Urusan Pangan.

Mulailah nabi Yusuf AS menyusun konsep dan strategi ketahanan pangan, karena beliau menganggap bahwa masalah pangan adalah masalah yang paling urgen pada saat itu. Beliau kemudian menyusun rencana pembangunan ketahanan jangka pendek yaitu selama 7 tahun pertama sebagai bentuk antisipasi terhadap prakiraan terjadinya anomali iklim dan cuaca pada 7 tahun berikutnya.

Kebijakan pertama yang diambil oleh sang menteri urusan pangan adalah memerintahkan seluruh rakyat Mesir untuk mengoptimalkan sumberdaya lahan yang pada saat itu didukung oleh ketersediaan air yang mencukupi untuk melakukan penanaman gandum secara missal. Seluruh potensi lahan yang ada dimanfaatkan untuk mendukung program peningkatan produksi pangan yang terus dipacu dengan upaya peningkatan indek pertanaman dari sekali tanam dalam setahun menjadi dua kali musim tanam dalam setahun. Strategi ini terbukti sangat efektif meningkatkan produksi pangan, hasil panen gandum meningkat drastic sampai dengan 2 kali lipat dari produksi sebelumnya dan rakyat hidup dalam kecukupan pangan.

Kebijakan kedua yang diterapkan oleh Nabi Yusuf AS adalah membangun cadangan pangan dengan cara membangun lumbung-lumbung pangan di semua wilayah kerajaan, rakyat diwajibkan untuk menyimpan setengah dari hasil produksi pertanian mereka pada lumbung-lumbung pangan yang langsung dalam pengawasan dan koordinasi sang menteri.

Kebijakan ketiga adalah mengatur dan mengawasi distribusi cadangan pangan pada saat negara dalam kondisi rawan pangan akibat musim kemarau yang berkepanjangan (sampai tujuh tahun).

Dan ternyata prediksi Nabi Yusuf AS tentang perubahan ekstrim iklim dan cuaca akhirnya terbukti, setelah tujuh tahun kerajaan Mesir mengalami musim hujan dan seluruh rakyat bisa bercocok tanam, tujuh tahun berikutnya, seluruh wilayah kerajaan dilanda kemarau dan kekeringan berkepanjangan sehingga tidak bisa lagi melakukan aktivitas usaha tani. Namun demikian, berkat kebijakan Nabi Yusuf membangun lumbung-lumbung cadangan pangan, seluruh rakyat Mesir tidak sampai mengalami kekurangan pangan meskipun pada saat itu sama sekali tidak ada hasil pertanian apapun, sehingga stabilitas kerajaan tetap terjaga, tidak ada konflik social maupun gangguan keamanan, karena rakyat tetap dalam kondisi kecukupan pangan.

Konsep pembangunan ketahahan pangan yang digagas dan diterapkan oleh Nabi Yusuf AS, terbukti mampu mengatasi masalah pangan yang dihadapi seluruh rakyat Mesir pada saat kondisi alam tidak memungkinkan untuk melakukan kegiatan usaha tani, karena kondisi tanah yang sangat kering dan tidak adanya ketersediaan air yang dibutuhkan oleh tanaman.

Dari kisah yang tercantum dalam kitab suci umat Islam yaitu Alqur’an yang kebenarannya diakui oleh semua orang, dan juga tercantum dalam kitab suci umat Nasrani yang dikenal dengan perjanjian lama itu, dapat disimpulkan bahwa kebijakan yang telah dilaksanakan oleh Nabi Yusuf AS merupakan dasar-dasar dari prinsip ketahanan pangan.

Setidaknya ada empat prinsip pokok tentang ketahanan pangan yang digagas dan diterapkan oleh Nabi Yusuf AS yang sampai dengan saat ini bahkan pada masa-masa yang akan datangpun masih tetap relevan untuk diterapkan.

Pertama, prinsip Optimalisasi Lahan, yaitu mengoptimalkan seluruh potensi lahan untuk melakukan usaha pertanian yang dapat menghasilkan produk berupa bahan pangan pokok.

Kedua, prinsip Manajemen Logistik Pangan, dimana masalah pangan sepenuhnya dikendalikan langsung oleh pemerintah yaitu dengan memperbanyak cadangan pangan pada saat produksi berlimpah dan mendistribusikannya secara selektif pada saat ketersediaan pangan masyarakat mulai berkurang.

Ketiga, prinsip Mitigasi Bencana Kerawanan Pangan, yaitu melakukan antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya bencana kelaparan atau kondisi rawan pangan yang disebabkan oleh perubahan drastis kondisi alam dan lingkungan.

Keempat, prinsip Deteksi Dini dan Prediksi Anomali Iklim dan Cuaca, yaitu melakukan analisis terhadap kemungkinan terjadinya perubahan iklim dan cuaca ekstrim dengan mempelajari fenomena alam seperti tingkat curah hujan, kelembaban udara, arah dan kecepatan angin, evaporasi atau penguapan air permukaan serta intesitas sinar matahari yang diterima oleh bumi. Prediksi atau prakiraan dini terhadap kemungkinan terjadinya anomali iklim dan cuaca yang dilakukan oleh Nabi Yusuf AS belakangan terbukti secara ilmiah bahwa hal itu bukan sekedar dugaan atau rekayasa belaka. Pengamatan dan Analisis yang dilakukan oleh otoritas klimatologi di hampir semua negara, termasuk Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) membuktikan bahwa anomali atau perilaku menyimpang dari iklim dan cuca bisa terjadi pada kurun waktu 5 sampai 10 tahun sekali.

Kalau pada masa Nabi Yusuf AS, 1.700 tahun yang lalu, semua kebijakan ketahanan pangan diterapkan hanya dengan intuisi dan ketajaman intelektual yang dipadukan dengan pengamatan terhadap gejala alam secara kasat mata saja, saat ini penerapan kebijakan peningkatan ketahanan pangan sudah didukung oleh berbagai kemajuan teknologi seperti mekanisasi pertanian, penggunaan benih-benih unggul, penerapan sistem atau pola tanam terpadu, serta penerapan teknologi pasca panen dan penyimpanan. Demikian juga dalam hal pengamatan maupun prakiraan terhadap iklim dan cuaca, saat ini sudah didukung dengan peralatan navigasi yang telah menggunakan teknologi satelit sehingga mampu menghasilkan data yang valid dan akurat.

Apapun yang dilakukan oleh pemerintah di berbagai negara untuk membangun ketahanan pangan, disadari atau tidak sebenarnya telah mengadopsi konsep ketahanan pangan yang telah dilakukan oleh Nabi Yusuf AS. Dan bukan hal yang berlebihan kalau akhirnya kita menempatkan Nabi Yusuf AS sebagai peletak dasar-dasar prinsip dan konsep ketahanan pangan, suatu hal yang mungkin selama ini luput dari kajian kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun