Mohon tunggu...
Fathan Muhammad Taufiq
Fathan Muhammad Taufiq Mohon Tunggu... Administrasi - PNS yang punya hobi menulis

Pengabdi petani di Dataran Tinggi Gayo, peminat bidang Pertanian, Ketahanan Pangan dan Agroklimatologi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah "Kaos Kaki Bolong"

26 November 2014   18:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:47 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bulan Desember merupakan “bulan sibuk” hampir di semua kantor dan instansi pemerintah, mulai dari menuntaskan kegiatan yang belum terlaksana, melakukan evaluasi, menyusun bermacam laporan dan sebagainya. Hal yang sama juga terjadi di kantor dimana Slamet bekerja, apalagi posisi Slamet di bagian perencanaan dan program.

Jam kerja normal sebenarnya sudah berakhir dua jam yang lalu, sebagian esar pegawai sedah lama meninggalkan kantor, tapi Slamet masih “terlena” dengan laptopnya, mulai dari merekap laporan dari bidang-bidang lain, membuat rencana kerja dan anggaran tahun depan, sampai menelisik beberapa kegiatan yang belum tuntas dilaksanakan oleh penanggung jawab kegiatan. Jari-jari Slamet masih terus bermain di keyboard laptopnya, sementara tumpukan berkas juga masih berada diatas mejanya.

Tanpa disadarinya, ternyata Pak Purwanto, pimpinan kantor sudah berada di depan meja Slamet, tapi Pak Purwanto sengaja membiarkan Slamet tetap bekerja tanpa menyapanya, dia takut konsentrasi Slamet buyar karena kedatangannya, diam-diam dia merasa salut dengan kinerja dan dedikasi Slamet yang dianggapnya luar biasa, dia begitu bangga punya anak buah seperti Slamet, yang tidak mau pulang sebelum menyelesaikan pekerjaannya hari itu.

Slamet baru tersadar kalo bosnya sudah berada di ruangannya ketika mencari-cari korek api untuk menyalakan rokoknya.

“Eh, maaf pak Pur, saya nggak lihat bapak masuk tadi” kata Slamet.

“Nggak apa-apa mas Slamet, saya tadi sengaja nggak menyapa mas Slamet karena takut mengganngu pekerjaan mas” pak Purwanto memaklumi.

“Ngomong-ngomong apa bapak butuh bantuan saya?” Slamet menyelidik.

“ Begini mas Slamet” pak Purwanto menarik kursi dan duduk tepan di depan meja Slamet ”barusan saya terima email, ada undangan rapat evaluasi ke Jakarta besok, saya minta mas Slamet bisa menemani saya menghadiri rapat itu”

Slamet langsung mengiyakan “ baik pak, terus kira-kira jam berapa kita berangkat pak dan apa yang harus saya persiapkan?”

“Kita berangkat malam ini mas, kira-kira jam delapanan lah, kita nggak usak bawa mobil dinas, tadi saya sudah telepon travel” pak Purwanto menjelaskan “mas Slamet bawa saja laptopnya, kan semua data sudah ada disitu”

“Baiklah pak” Slamet mulai mengemasi berkas-berkas di depan mejanya, mencabut cok listrik yang tersambung ke laptop dan printernya lalu memasukkan laptop kedalam tas.

“Mas Slamet tunggu saja di rumah, nanti mobil travel yang akan menjemput mas ke ruamah” pak Purwanto pun pamit pulang duluan, sementara Slamet pun sudah bersiap pulang untuk mempersiapkan keberangkatannya mendampingi sang pimpinan. Sebagai staf yang sangat bisa diandalkan, memang Slamet biasa di ajak pak Pur untuk mengikuti kegiatan rapat di luar daerah, karena pak Pur yakin kalau Slamet selalu siap dengan data-data dan laporan yang diperlukannya.

Sampai di rumah Slamet segera memanggil Sri, istrinya

“Dik, tolong siapkan pakaianku barang dua tiga potong, nanti malam aku ke Jakarta sama pak Pur”

Sri yang sudah tau suaminya kalau pergi hamper selalu mendadak langsung memenuhi permintaan suaminya “ ya mas, kira-kira perginya berapa hari mas?”

“Ya mungkin dua atau tiga hari aku sendiri kurang tau, pak Pur tadi nggak bilang bilang berapa hari rapatnya” jelas Slamet.

Setelah menghidangkan secangkir kopi panas buat suaminya, Sri segra mengambil tas ukuran sedang lalu memasukkan beberapa potong pakaian suaminya, tidak lupa dia juga mengambil sepasang sepatu lalu menyemirnya, dia memang selalu men”support” sepenuhnya pekerjaan suaminya, karena dia tau, suaminya bekerja begitu cuma untuk isteri dan anak-anaknya. Dia juga tau, suaminya nggak pernah neko-neko, makanya dia tenang-tenang saja meski suaminya pergi ke luar kota sampai berhari-hari.

Jam delapan kurang lima menit, sebuah minibus milik perusahaan travel sudah menghampiri rumah Slamet, beberapa kali supir membunyikan klaksonnya, Slamet pun segera keluar sambil menenteng tas nya.

“Dik, aku berangkat dulu ya” pamitnya pada sang isteri.

“Ya mas, hati-hati” sang isteri mengantarnya sampai ke halaman rumah.

Didalam mobil sudah ada Pak Pur dan beberapa penumpang lainnya, Slamet segera masuk ke dalam mobil dan duduk di samping pak Purwanto. Mobil travel itupun segera bergerak meninggalkan rumah Slamet, rupanya sudah tidak ada lagi tambahan penumpang lain, makanya minibus itu langsung melaju kea rah luar kota, mulanya supir menjalankan mobilnya secara “normal” saja, tapi begitu keluar dari kawasan kota, si supir pun mulai menunjukkan “jati diri” nya sebagai supir travel, memacu mobil dengan kecepatan tinggi. Tapi Slamet dan juga pak Purwanto tidak begitu perduli, yang penting supir itu tetap mengutamakan keselamatan penumpang-penumpangnya, kerena kelelahan kerja “ekstra” di kantor tadi, Slamet dan pak Pur segera terlelap dan baru terbangun ketika mobil travel sedah memasuki ibukota jam 5 pagi.

“Bapak mau diantar kemana” Tanya supir, pak Purwanto menyebut nama salah satu hotel tempat diselenggarakannya rapat yang akan diikutinya, dan nggak terlalu lama mobil travel itupun sudah berada di halaman hotel yang dituju, beruntung hari masih pagi sehingga nggak sempat merasakan macetnya ibukota. Pak Pur dan Slamet segera menuju ruang resepsionis untuk melakukan registrasi, kebetulan dua orang panitia rapat juga sudah ada disitu, usai mendaftar dan mendapatkan kunci kamar, keduanya segera menuju kamar mereka di lantai 3 hotel. Setelah meleksanakan kewajiban mereka sholat subuh, keduanya membaringkan tuuh mereka di tempat tidur masing-masing untuk sekedar istrihat.

Jam 7.30 pak Pur dan Slamet sudah siap di ruang makan untuk sarapan yan ada lantai 1, merekapun menikmati sarapan dengan santai, usai sarapan Slamet minta ijin ke “smoking area” untuk “menyalurkan hobbynya”, setelah menghabiskan sebatang rokok, Slamet menghampiri pak Pur yang sudah bersiap menuju meeting room yang tidak jauh dari ruang makan.

Tepat jam 8 pagi, rapat yang dibuka oleh seorang  Dirjen dari kementerian terkait  itu pun dimulai, selesai acara pembukaan, para peserta dipersilahkan untuk mempresentasikan laporan hasil evaluasi kinerja masing-masing. Jam 12 siang, rapat dihentikan sejenak untuk istirahat makan dan sholat, para peserta rapat meninggalkan meeting room menuju ruang makan yang sudah menyediakan menu makan siang mereka.

Selesai makan siang, pak Pur mengingatkan Slamet “ Mas Slamet, jam 2 nanti jadwal presentasi saya, mas sudah siapkan semua materinya kan?”

Slamet mengacungkan jempolnya “Sip pak, semua beres”.

Keduanya lalu bergerak menuju kamar mereka, karena malas memebawa-bawa laptopnya, Slamet menitipkan laptopnya kepada resepsionis hotel.

“Mbak, nitip laptop ya, bentar lagi aya ambil”

“Baik pak” resepsionis menerima laptop dan menyimpannya di rak yang ada di belakang kursinya kemudian dia menyerahkan kartu tanda penitipan barang, Slamet menerimanya lalu menyimpanya di dompet.

Selesai sholat Dzuhur, Slamet memeriksa tasnya mencari-cari kaos kaki, karena kaos kaki yang dipakainya sejak semalam sudah mulai mengeluarkan aroma “khas”, dia tidak ingin bau kaos kakinya mengganggu saat presentasi nanti. Slamet menarik sepasang kaos kaki dari tasnya, tapi dia terkejut ternya sebelah kaos kakinya ternyata bolong, dia segera memasukkannya ke dalam tas, untung pak Pur tidak melihatnya karena sedang menulis sesuatu di buku agendanya.

“Pak, saya turun sebentar mau nyari kaos kaki, saya lupa bawa serep” Slamet minta ijin kepada bosnya, tapi dia malu mengatakan bahwa kaos kaki yang dibawanya ternyata bolong.

“Ya mas, tapi jangan lama-lama ya, sebentar lagi kita presentasi” pak Pur memberi ijin.

Slamet segera menuju lift turun ke lantai dasar lalu keluar hotel, dia celingukan ke kanan kekiri mencari-cari barang kali ada pedagang yang menjual kaos kaki di dekat situ, tapi nggak ada satupun. Slamet melangkat menyeberangi jalan, dia melihat ada toko sepatu tidak jauh dari tempat itu “ Pasti di toko sepatu itu ada kaos kaki” gumannya.

Slamet bergegas menuju toko sepatu itu, membeli dua pasang kaos kaki dan segera keluar dari took karena ingin buru-buru kembali ke hotel, takut terlambat mengikuti rapat.

Tiba-tiba dia dikejutkan oleh suara ledakan yang cukup keras, dia mencoba mencari sumber suara ledakan tadi, betapa terkejutnya begitu dia tau bahwa ledakan itu berasal dari hotel dimana dia dan pak Pur menginap. Slamet melihat banyak orang berlarian dengan panik, tanpa piker panjang dia pun segera berlari menuju hotel, hampir saja dia terserempet mobil yang tiba-tiba saja memutar arah.

Sampai di depan hotel Slamet melihat kerumunan orang dengan wajah-wajah panik, beberapa petugas keamanan juga sudah ada di situ, beberpa orang nampak berlarian dari dalam hotel. Slamet segera teringat pak Pur, tadi dia meninggalkan bosnya di kamar. Mata Slamet tertuju ke lantai 3, alangkah terkejutnya dia begitu melihat asap tebal berwarna hitam keluar dari jendela-jendela di lantai 3 disertai kobaran api yang semakin lama semakin membesar.

“Apa yang terjadi pak?” Slamet bertanya kepada seorang petugas.

“Travo di lantai 3 meledak pak” jawab si petugas singkat.

Hatinya semakin tidak tenang, dia khawatir terjadi apa-apa pada pak Pur, dia nekat menerobos barisan petugas keamanan ingin masuk kedalam hotel tapi usahanya sia-sia, dua orang polisi memegangi tangannya melarang dia masuk ke dalam hotel.

“Jangan masuk pak, sangat berbahaya “ kata seorang polisi yang memeganginya.

“Tapi bos saya ada di dalam pak, saya harus menyelamatkannya” Slamet berdalih.

“Jangan nekat pak, tunggu saja disini, petugas sedang berusaha mengevakuasi para tamu hotel” pak polisi memberi penjelasan.

Slamet sangat khawatir, tapi dia hanya bisa pasrah, mulut Slamet terlihat berkomat-kamit membaca do’a untuk keselamatan pak Purwanto, pimpinannya. Dari kejauhan mulai terdengar raungan sirine mobil pemadam kebakaran mendekat kea rah hotel, dan tidak berapa lama kemudian 10 unit mobil damkar mulai menyemprotkan air ke  lantai 3 hotel, pakaian Slamet ikut basah kuyup terkena semprotan air.

Slamet masih berdiri diantara keruman orang dengan persaan tidak karuan, fikirannya selalu terjuju pada pak Purwanto. Tiba-tiba dia dikejutkan dengan tepukan di punggungnya, dia membalikkan badannya kebelakang. Hampir saja Slamet pingsan, seakan tidak percara melihat seseorang yang berdiri di depannya,

“Pak Pur!” Slamet berteriak dan langsung memeluk erat tubuh pak Purwanto seakan tidak mau melepaskannya lagi, tanpa disadari air matanya meleleh membasahi pipinya.

“Sudah lah mas Slamet, yang penting kita selamat” pak Purwanto menarik tangan Slamet sedikit menjauh dari kerumunan orang.

“Saya sangat panic memikirkan bapak, saya sangat khawatir sama keadaan bapak” ucap Slamet setelah agak tenang.

“Nanti saya ceritakan, sekarang sebaiknya kita pergi dari sini” pak Pur mengajak Slamet meninggalkan komplek hotel, dia menyetop taksi lalu meluncur menjauhi lokasi hotel. Setelah agak jauh dari hotel, pak Pur meminta supir taksi untuk berhenti dan setelah membayar argo, pak Purwanton mengajak Slamet menuju sebuah kafe. Pak Purwanto memesan dua porsi jus lalu memilih tempat duduk di pojok kafe.

Slamet yang sudah penasaran ingin mendengar cerita pak Purwanto, segera bertanya kepada pimpinannya itu.

“Bagaimana ceritanya pak, Bapak tiba-tiba sudah ada di belakang saya, saya tadi sudah stress banget memikirkannya, tadi waktu saya turun kan bapak masih di kamar, makanya saya khawatir sekali, tadi saya sudah nekat mau menerobos ke dalam hotel, tapi saya ditahan sama petugas”

“Begini mas Slamet, begitu mas keluar kamar mau cari kaos kaki, saya pun memeriksa koper saya, juga nyari-nyari kaos kaki saya, ada sih sepasang tapi ternyata kaos kakinya bolong” pak Pur bercerita sambil tersenyum kecut “ saya telpon mas Slamet ternyata hapenya ketinggalan di kamar, terus saya kejar kebawah mau sekalian nitip kaos kaki sama mas Slamet, tapi saya lihat mas sudah nggak ada, saya pun keluar halaman hotel menuju mall di depan hotel itu” pak Pur menyerahkan HP kepada Slamet.

Slamet agak tersipu, ternyata nasibnya sama dengan si bos, sama-sama terbawa kaos kaki bolong,

“Anu pak, sebenarnya saya nyari kaos kaki karena ternyata kaos kaki yang ada di tas saya joga bolong pak, tapi saya malu mengatakannya sama bapak” keduanya tertawa atas kekonyolan yang bisa mirip itu, Pak Pur lalu melanjutkan ceritanya,

“Belum sempat saya membeli kaos kaki, saya mendengar suara ledakan dari arah hotel, saya segera menuruni escalator dan berlari menuju hotel, saya juga khawatir jangan-jangan mas Slamet sudah balik ke kamar hotel”, pak Pur sedikit menghela nafas “sampai di komplek hotel sudah banyak orang berkerumun dan saya lihat api mulai membakar lantai 3, saya mencarai-cari mas Slamet ke setiap sudut sampai akhirnya saya lihat di tempat mas berdiri tadi”

“Ternyata kita sama-sama diselamatkan kaos kaki bolong” pak Pur tertawa lepas, Slamet juga ikut tertawa.

“Alhamdulillah pak, Tuhan masih melindungi kita” sambung Slamet sambil mengibaskan bajunya yang masih basah.

Pak Pur tersenyum memahami “kegelisahan” Slamet “ Tenang saja mas, bentar lagi kita ke mall nyari pakaian, kan pakainan kita tertinggal di kamar hotel dan mungkin sudah ikut terbakar”

Slamet jadi teringat sesuatu “ Laptop saya pak”

“Tadi kan mas Slamet titipkan di resepsiones, mudah-mudahan masih bisa diselamatkan, kan cuma lantai 3 yang terbakar” pak Pur coba menenangkan.

Selesai membeli beberapa potong pakaian dan mengganti pakaian mereka yang basah, mereka kembali menuju hotel untuk mengecek keberadaan laptop Slamet.

Sampai di komplek hotel, suasana sudah agak tenang, api sudah berhasil di padamkan tapi komplek hotel sudah dipasangi garis polisi. Pak Pur dan Slamet mendekati petugas meminta ijin masuk ke dalam hotel, setelah menunjukkan kartu identitas, Slamet di ijinkan masuk ke lobby hotel dengan pengawalan seorang polisi.

Slamet tidak melihat kerusakan yang berarti di lantai dasar, dia pun segera menuju meja resepsionis, dia bersyukur laptopnya masih “duduk manis” di rak resepsionis, tapi tidak ada satupun resepsionis di situ, Cuma ada seorang sekuriti hotel disitu.

“Apa yang dapat saya bantu pak?” sapa petugas sekuriti.

“Saya mau mengambil laptop saya” Slamet menyerahkan kartu bukti penitipan barang kepada petusa itu.

Petugas sekuriti memeriksa kartu itu sebentar kemudian segera mengambil dan meyerahkan laptop itu kepada Slamet.

“Alhamdulillah, terima kasih pak ” ucap Slamet lalu buru-buru keluar dari lobby menemui pak Purwanto yang menunggu di luar hotel

“Laptop saya selamat pak” Slamet melapor kepada pak Pur.

“Syukurlah” sambut pak Pur “setelah ini kita langsung pulang saja, saya sudah telepon travel, sebentar lagi dijemput kesini.

Tak lama kemudian, mobil travel sudah siap mengantar mereka pulang, dan mulailah perjalanan panjang menuju kota mereka. Letih dan capek yang mereka rasakan, membuat mereka segera tertidus pulas di mobil, mereka baru terbangun ketika mobil sudah memasuki kota mereka.

Sampai di rumah, Sri yang baru menyadari “kekhilafan”nya karena telah memasukkan kaos kaki bolong ke dalam tas suaminya segera meminta maaf kepada sang suami,

“Mas, akau minta maaf sebesar-besarnya, kemarin aku salah memasukkan kaos kaki bolong dalam tas yang mas bawa”

Slamet tidak mampu menahan tawa mendengar permintaan maaf isterinya, Sri merasa heran kok suaminya malah tertawa.

“Dik Sri isteriku tersayang, justru mas mau berterima kasih sama adik” Slamet masih belum bisa menghentikan tawanya.

“Kok bisa mas” Sri semakin heran.

“Gara-gara kaos kaki bolong itu, mas selamat dari musibah, kalo saja dik Sri tidak memasukkan kaos kaki bolong itu, mungkin dik Sri sudah tidak ketemu lagi sama aku” kemudian Slamet menceritakan kejadian yang baru saja di alaminya di Jakarta bersama pak Purwanto.

Selesai Slamet menceritakan kisahnya, sepasang suami isteri itupun tertawa mengingat kaos kaki bolong itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun