Mohon tunggu...
Fathan Muhammad Taufiq
Fathan Muhammad Taufiq Mohon Tunggu... Administrasi - PNS yang punya hobi menulis

Pengabdi petani di Dataran Tinggi Gayo, peminat bidang Pertanian, Ketahanan Pangan dan Agroklimatologi

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Karena Kompasiana, Artikelku Diangkat ke Layar Kaca

21 September 2015   09:03 Diperbarui: 23 Oktober 2015   09:41 1051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Agak terkejut juga aku ketika mas Bambang Prihandoyo, kru program “Multi Talenta” SCTV menghubungiku via telepon seminggu yang lalu, rupanya dia mendapatkan nomor hapeku dari seorang temanku yang kebetulan seorang wartawan di salah satu media lokal. Setelah memperkenalkan dirinya, mas Pri, panggilan akrab awak senior di SCTV itu menyatakan akan mengangkat salah satu tulisanku di Kompasiana, aku agak bingung juga tulisan yang mana.

Akhirnya mas Pri menjelaskan bahwa tulisanku yang akan di angkat ke layar kaca itu adalah sebuah tulisan yang ku upload di Kompasiana pada bulan Juni 2015 lalu yang bertajuk “ Kreativitas Penyuluh Pertanian Menyulap Limbah Buah Menjadi Pupuk Organik Cair”, salah satu tulisanku yang sempat HL di Kompasiana. Agak “ngeh” juga aku mendengar permintaan mas Pri, aku nggak nyangka sama sekali kalo tulisanku bakal di angkat ke layar kaca, karena belum genap setahun aku bergabung di Kompasiana dan belum begitu banyak tulisanku yang nangkring di media warga ini.

Rupanya di “mata” mas Pri, sosok Edi Wahyuni yang aku angkat dalam tulisanku itu dianggap sosok inspiratif yang layak untuk dipublikasikan melalui media lektronik, dan SCTV yang memang konsens menayangkan sosok-sosok inspriratif dari seluruh pelosok negeri ini melalui tayangan “Multi Talenta” itu, menganggap tulisanku “layak tayang”. Selanjutnya mas Pri memberi aba-aba kalo sekitar dua minggu lagi kru SCTV akan melakukan syuting sekaligus memintaku untuk membantu pelaksanaan syuting untuk tayangan “bergengsi” itu, tanpa pikir panjang lagi aku segera mengiyakan permintaan mas Pri. Segera ku hubungi Edi Wahyuni, sosok yang ku angkat dalam tulisan yang “dilirik” salah satu stasiun televisi nasional itu, dan Edi menyambutnya dengan sangat antusias, ada raut kebanggaan di wajahnya ketika kusampaikan permintaan mas Pri.

Tiga hari setelah mas Pri menelponku, kesibukanku di kantor benar-benar padat, sampai-sampai aku nggak ingat “janjiku’ sama mas Pri, toh masih dua minggu lagi kru televisi itu akan datang ke kotaku Takengon, pikirku, masih ada waktu beberapa hari lagi untuk menyiapkan segala sesuatunya. Akupun segera “tenggelam” dalam kesibukanku menggelar dua pelatihan bagi 60 orang petani dari seluruh wilayah kabupaten Aceh Tengah selama 5 hari full, selama lima hari itu aku nyaris tidak punya kesempatan untuk melakukan aktifitas lain, semua energiku nyaris terkuras untuk mengurusi kegiatan yang memang jadi tugas pokokku itu, berangkat pagi-pagi sekali dan pulang menjelang malam, seluruh rangkaian kegiatan pelatihan mulai dari menghubungi nara sumber dan pemateri, menyiapkan perlengkapan peserta, mengurus konsumsi sampai menyelesaikan administrasi pelatihan harus aku “handle”, beruntung beberapa stafku membantu all out kegiatan ini. Semua aku lakukan, karena sebagai “pelayan” petani, aku tidak ingin para petani yang ikut pelatihan kecewa dengan pelayanan pelatihan yang aku berikan.

Baru saja usai acara penutupan pelatihan Kamis sore (17/09/2015) yang lalu, mas Pri menghubungiku kembali, dia bilang kalo dia bersama kru sudah dalam perjalanan menuju Takengon. Meski agak terkejut mendengar kedatangan kru SCTV yang tiba-tiba dimajukan itu, aku tetap ingin menunjukkan keproesionalanku, tanpa ragu kunyatakan kesiapanku membantu kelancaran syuting. Untungnya aku sudah sempat menghubungi beberapa teman penyuluh di lapangan untuk menyiapkan lokasi syuting sesuai perintaan kru SCTV, jadi aku nggak perlu pusing-pusing untuk hunting lokasi, karena semua lokasi yang ditunjukkan oleh teman-teman sudah aku ketahui secara detil.

Rasa letih dan penat  masih sangat kurasakan usai melaksanakan dua pelatihan bagi para petani itu selama lima hari, tapi nampaknya “tugas berat” baru sudah menunggu. Dan benar saja, baru saja kuhempaskan badanku ke kursi ruang keluargaku, mas Pri yang ternyata sudah nyampe di kota dingin memintaku untuk datang ke hotel untuk bincang-bincang persiapan syuting keesokan harinya. Hanya sempat berganti pakaian , sholat magrib dan menyeruput beberapa teguk kopi, aku segera “meluncur” ke hotel tempat mas Pri dan kru SCTV menginap, sampai disana Edi Wahyuni ternyata sudah bergabung bersama mereka. Biar suasana lebih santai dan akrab, aku mengajak mereka ke sebuah kafe tidak jauh dari hotel.

Benar saja, suasana pertemuan perdanaku dengan awak broadcast itu menjadi lebih rilek dan akrab, apalagi expresso gayo coffee yang dihidangkan oleh pelayan kafe itu terasa begitu luar biasa, mas Pri yang baru pertama kali menikmati kopi gayo terbaik itu terlihat begitu menikmati sensasi ngopi malam itu. Suasana bertambah hangat ketika beberapa rekan wartawan juga ikut bergabung bersama kami, apalagi “guru”ku di Kompasiana, pak Syukri Muhammad Syukri, kemudian juga ikut bergabung setelah ku hubungi melalui hapenya.

Begitu asyiknya perbincangan malam itu, tidak terasa waktu merambat begitu cepat, hampir jam 00.00 tapi sepertinya topik pembicaraan belum usai, selain membicarakan persiapan lokasi dan responden, pembicaraan pun “melebar” kemana-mana, dan sambil berbincang aku terus “memonitor” kesiapan lokasi kepada teman-teman di lapangan melalui telepon seluler, cukup lega karena teman-teman sudah menyiapkan segala sesuatunya di lapangan. Mas Pri yang baru nyampe dari perjalanan jauh dari Jakarta pun tidak terlihat capek, dia masih bersemangat melanjutkan obrolan tengah malam itu, kami baru bubar dari kafe sekitar jam 01.00 dini hari.

Jum’at pagi (18/09/2015) jam 08.00 aku sudah stand by di hotel bersama pimpnan kantorku, mas Pri dan krunya cuga sudah siap dengan perlengkapan syutingnya, hanya Edi yang hari itu bakalan jadi “aktor” lapngan yang nampak sedikit nerveus. Kami segera meluncur ke lokasi pertama di desa Pedemun, sebuah desa yag terletak di pinggiran danau Laut Tawar, disana pak Husaini, coordinator penyuluh bersama beberapa orang penyuluh sudah menunggu di lokasi, beberapa orang petani juga sudah stand by menunggu kedatangan kami. Tanpa buang waktu, kamipun segera menuju lokasi syuting yang tidak lain lahan pertanian milik petani setempat, sebuah keberuntungan lagi di lahan pertanian itu sedang dibudidayakan beberapa jenis tanaman seperti bawang merah, kol, tomat, mentimun dan beberapa jenis tanaman lainnya, ada juga lahan yang baru selesai di olah dan siap untuk ditanami. Mas Pri terlihat puas dengan “property” lahan yang telah disiapkan teman-teman,

“Perfect mas Fathan” kata mas Pri,

Tidak seperti mengarahkan artis yang sudah biasa berhadapan dengan kamera, para “pemain” kali ini adalah seorang penyuluh dan beberapa petani yang sama sekali belum pernah berhadapan dengan kamera sama sekali. Wajah mereka terlihat tegang dan gugup, mas Pri memintaku untuk mengarahkan mereka untuk “melakoni” adegan-adegan yang akan diambil gambarnya. Syukurlah melalui komunikasi menggunakan bahasa Gayo, apa yang aku jelaskan dapat “dicerna” dengan mudah oleh mereka, maka kegiatan syutingpun segera dimulai, mas Pri dan krunya siap dengan kamera mereka, sementara aku “dipaksa” jadi sutradara dadakan, padahal sebelumnya kau sama sekali belum pernah sekalipun “berhubungan” dengan aktifitas broadcast seperti itu, aku hanya modal nekat saja. Hanya pada awalnya saja Edi dan para petani itu terlihat gugup dan kaku, sehingga ada pengulangan pengambilan gambar sampai tiga kali, tapi untuk “scene” selanjutnya, mereka sudah bisa terlihat rileks, tiap selesai satu adegan dan akan beralih ke adegan lain, kembali aku mem”briefing” mereka, dan hasilnya semua lancar, berkali-kali mas Pri mengacungkan jempolnya menandakan kepuasannya, dan menjelang tengah hari, syuting di lokasi itu tuntas, akupun merasa senang bisa melakukan tugas dadakan itu dengan baik, meski kalo aku ingat itu, aku bisa senyum-senyum sendiri, kok bisa-bisanya aku melakukan semua itu nyaris tanpa persiapan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun