Mohon tunggu...
Fathan Muhammad Taufiq
Fathan Muhammad Taufiq Mohon Tunggu... Administrasi - PNS yang punya hobi menulis

Pengabdi petani di Dataran Tinggi Gayo, peminat bidang Pertanian, Ketahanan Pangan dan Agroklimatologi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melirik Kembali Kentongan sebagai Sarana Early Warning Bencana

13 Februari 2020   09:05 Diperbarui: 16 Februari 2020   18:40 2259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 3, Kepala Dinas Kominfo Aceh Tengah, turut aktif mensosialisasikan pemanfaatan kentongan melalui RRI (Doc. FMT)

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, pasti sudah mengenal dan familiar dengan benda bernama kentongan. Kentongan adalah sebuah perangkat bunyi yang terbuat dari kayu atau bambu yang dilubangi memanjang dan ketika dipukul dengan kayu akan menimbulkan bunyi ketukan yang sangat nyaring dan bisa didengar sampai radius 1 kilometer. 

Kentongan menjadi alat komunikasi dan penyampai informasi yang sangat handal pada saat alat komunikasi lainnya seperti pengeras suara, telepon, radio amatir dan lain-lainnya belum ada.

Sebagai sebuah kearifan lokal khususnya di pulau Jawa, yang konon diperkenalkan oleh perantau dari daratan China, Laksamana Cheng Ho, kentongan merupakan wujud kecerdasan dan teknologi komunikasi yang paling cangih pada masanya. 

Untuk menciptakan kode-kode melalaui ketukan-ketukan atau pukulan kentongan yang bisa dipahami dan diterima secara luas, dibutuhkan pemikiran panjang dan perencanaan yang sistematis. Di masa kejayaan raja raja di Jawa, pukulan kentongan digunakan untuk mengumpulkan masyarakat dalam rangka mendengarkan berbagai pengumuman dari kerajaan.

Sebagai sebuah karya, kentongan juga merupakan sebuah benda seni, karena perpaduan suara dari berbagai jenis dan ukuran kentongan, akan melahirkan irama musik yang indah. Kentongan sebagai alat musik perkusi, juga dapat dipadukan dengan alat musik lainnya sehingga mampu menghasilkan harmoni musik. 

Itulah sebabnya di beberapa daerah, sering digelar festival kentongan, meskipun volumenya sekarang semakin berkurang. Padahal keberadaan kentongan sebagai alat musik juga diminati oleh para turis dari berbagai negara.

Sebagai sarana peringatan bencana

Seiring dengan dinamika sosial yang berkembang di tengah masyarakat, kentongan yang awalnya diciptakan sebagai alat komunikasi dan benda seni, kemudian mulai bergeser fungsinya menjadi lebih kompleks dan multi fungsi. 

Pada saat alat komunikasi canggih belum ada, untuk menyampaikan sebuah kejadian atau peristiwa alam bahkan gejolak sosial di tengah masyarakat, tentu sangatlah sulit, karena kondisi rumah penduduk yang masih jarang-jarang dan belum adanya sarana transportasi. 

Disilah kemudian kentongan memiliki peran penting sebagai penyampi informasi berbagai kejadian seperti pembunuhan, pencurian, perampokan, kebakaran, bencana alam dan kerusuhan sosial atau huru hara.

Harus kita akui, bahwa pendahulu kita meiliki pemikiran yang bergitu cerdas, sehingga mampu menjadikan alat sederhana seperti kentongan ini menjadi sarana early warning (peringatan dini) terghadap kejadian-kejadian sering terjadi di tengah masyarakat. 

Kalau pada masa sekarang dimana setiap orang sudah meiliki sarana komunikasi canggih, tentu bukan sesuatu yang sulit menyampaikan informasi tersebut, tapi  pada masa diaman alat komunikasi apapun belum ada, penciptaan kentongan sebagai sarana penyampai informasi, tentu sebuah penemuan cerdas.

Untuk menyamakan persepsi terhadap informasi sebuah kejadian atau peristiwa, kemudian diciptakanlah kode-kode ketukan atau pukulan kentongan sebagai warning atau atu pemberitahuan kepada khalayak. Di hampir seluruh wilayah di Pulau Jawa, kode-kode yang kemudian disepakati nyaris sama, dan kesepakatan tersebut seperti menjadi hukum tidak tertulis (konvensi) yang sampai saat inipun masih tetap berlaku. Kode-kode pukulan kentongan yang sudah disepakati hampir disemua tempat adalah seperti ini :

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Dulu, pada saat diberlakukan Darurat Militer di Aceh pada saat terjadi konflik sosial bersenjata di daerah ini, aparat keamanan yang bertugas didaerah ini juga memerintahkan seluruh warga untuk membuat dan memasang kentongan di rumah masing-masing, bahkan secara khusus kentongan tersebut harus di cat dengan warna merah putih.Karena penggunaan kode kentongan tidak boleh dilakukan sembarangan, maka kentongan biasanya diletakkan atau digantung di pos ronda atau pos kamling dan hanya petugas ronda saja yang boleh memukul kenmtonganbtersebut. Namun dalam kondisi darurat, biasanya pemerintahan desa juga menganjurkan kepada masyarakat untuk memasang kentongan di setiap rumah, namun tetap saja tidak boleh sembarangan memukulnya. 

Digiatkan kembali penggunaan kentongan

Meski saat ini alat komunikasi canggih sudah merasuki setiap rumah penduduk, namun tetap saja eksistensi kentongan sebagai sarana penyampai informasi dan kejadian-kejadian penting, masih terus terjaga. Kalau kita melihat-lihat desa-desa di Jawa, masih banyak terlihat kentongan tergantung di pos-pos ronda, lengkap dengan brosur atau pamplet kode-kode penggunaannya. 

Gambar 2, Kentongan sebagai 'alarm bencana' di pos kamling (Doc. FMT)
Gambar 2, Kentongan sebagai 'alarm bencana' di pos kamling (Doc. FMT)
Artinya, sarana ini memang sudah mendarah daging bagi masyarakat, dan mungkin belkum ada sarana lain yang mampu menggantikan posisi alat sederhana yang ternya multifungsi ini.

Salah satu pihak yang merasa berkepentingan dengan eksistensi sarana komunikasi jadul ini adalah Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Instansi pemerintah yang terkait erat dengan masalah kebencanaan ini, sangat berkepentingan dengan keberadaan alat peringatan dini yang mudah dibuat dan dimanfaatkan oleh masyarakat. 

Dalam rangka memperkuat Tugas dan Fungsi BMKG yang tertuang dalam Peraturan Kepala BMKG No 3 tahun 2016, dimana salah satu tugas dan fungsi BMKG yaitu "Penyampaian Informasi dan Peringatan Dini Kepada Instansi dan Pihak Terkait Serta Masyarakat Berkenaan Dengan Bencana Karena Faktor Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika", tahun lalu BMKG bekerjasama dengan Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) telah melakukan "Launching Program Siaran Kentongan Tanggap Bencana"..

Lauching yang dilaksanakan di Biak Nomfor, Papua ini kemudian menjadi program nasional yang saecara masif terus disosialisasikan melalaui RRI di semua daerah dengan merangkul semua pihak terkait. 

Pentingnya Program Kentongan Tanggap Bencana ini dikarenakan sistem peringatan dini kebecanaan yang dibangun oleh BMKG seperti sistem Tropical Cyclone Warning Centre (TCWC) yang bertujuan meminimalkan korban jiwa dan harta akibat bencana alam yang disebabkan oleh siklon tropis, dan Sistem Peringatan Dini Tsunami (InaTEWS) yang tujuan utamanya berupaya memperkuat mitigasi gempabumi dan tsunami, akan memberikan hasil yang tidak optimal jika output dari sistem peringatan dini tersebut tidak bisa sampai kepada masyarakat secara luas. Dan ternyata peringatan dini melalui kentongan yang selama ini telah berjalan di banyak daerah, terbukti efektif mendukung [program BMKG tersebut.

Gambar 3, Kepala Dinas Kominfo Aceh Tengah, turut aktif mensosialisasikan pemanfaatan kentongan melalui RRI (Doc. FMT)
Gambar 3, Kepala Dinas Kominfo Aceh Tengah, turut aktif mensosialisasikan pemanfaatan kentongan melalui RRI (Doc. FMT)
Untuk daerah-daerah di Pulau Jawa, mungkin tidak begitu diperlukan sosialisasi, namun untuk daerah luar Jawa yang belum terbiasa menggunakan alat tradisional ini, tentu butuh sosialisasi oleh berbagai pihak terkait seperti aparat TNI/POLRI, Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Dinas Komunikasi dan Informatika, Dinas Sosial dan pihak-pihak terkait lainnya. 

Sosialisasi yang telah dilakukan melalui RRI mungkin sudah cukup efektif, namun juga diperlukan sosialisasi langsung sampai ketingkat desa sehingga ada persamaan persepsi dalam penggunaaan alat peringatan dini sederhana ini.

Gambar 4, Sosialisasi kentongan oleh petugas (Doc. FMT)
Gambar 4, Sosialisasi kentongan oleh petugas (Doc. FMT)
Meski kita merasa bahwa sarana komunikasi saat ini sudah sangat memadai, ternyata kita juga masih membutuhkan kearifan lokal warisan leluhur kita. Launching program kentongan tanggap bencana ini membuktikan bahwa kecanggihan teknologi harus tetap disandingkan dengan kearifan lokal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun