Selain sebagai 'member' pemasok data curah hujan bagi BMKG, secara rutin saya juga mendapat kiriman informasi berupa analisis iklim dan cuaca dari BMKG. Dari literasi dan referensi inilah kamudian saya bisa mengetahui berbagai informasi actual tentang iklim dan cuaca secara umu, termasuk tentang perubahan iklim global (global climate chage) ini.  Berdasarkan pengalaman hampir 10 tahun bersinergi  dengan teman-teman di BMKG dan referensi informasi aktual tentang cuaca dan iklim inilah, kemudian saya telah menulis  beberapa artikel tentang iklim dan cuaca, yang tujuan utamanya adalah sebagai 'early warning' (peringatan dini) bagi para pihak terkait. Informasi perubahan iklim dan cuaca ini juga sering saya sampaikan saat bertemu dengan para petani di lapangan, dengan harapan mereka mampu melakukan tindakan-tindakan antisipatif dalam merencanakan dan melaksanakan aktifitas usaha tani mereka.
Terkait dengan perubahan iklim global, sebagai pengamat cuaca (khususnya data curah hujan) saya juga dapat merasakan hala tersebut, terutama pada 2 tahun terakhir ini. telah tercaji perubahan dan pergeseran waktu curah hujan yang cukup signifikan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Perilaku 'menyimpang' dari sifat curah hujan di wilayah tengah Aceh ini kemudian berdampak pada penurunan produktivitas hasil pertanian di kabupaten Aceh Tengah.
KOPI ARABIKA
Perubahan iklim dan cuaca yang sangat signifikan pada tahun 2016 telah menyebabkan menurunnya produktivitas Kopi Arabika Gayo. Dari analisis sederhana yang saya lakukan dengan membandingkan curah hujan tahun 2016 de gan curah hujan tahun2 sebelumnya, ternyata ada korelasi kuat antara perubahan sifat curah hujan dengan penurunan produktivitas kopi Gayo. Bulan Maret 2016 adalah saat tanaman kopi mulai berbungan, namun pada saat itu curah hujan sangat minim (hanya 9 mm), sehingga penyerbukan bunga yang membutuhkan kecukupan air menjadi tidak sempurna. Akibat proses penyerbukan tidak sempurna, sebagian bunga tidak menghasilkan buah, dan dampaknya produktivitas menurun. Analisis sederhana saya tersebut kemudian mendekati kebenaran, karena berdasarkan penelitian dari Kebun Percobaan Kopi Gayo, pada tahun 2016 terjadi penurunan produksi kopi Gayo sebesar 30%, ini yang menyebabkan pendapatan petani kopi juga mengalami penurunan yang cukup signifikan.
Tahun 2017, produktivitas rata-rata kopi Gayo kembali normal, karena pada saat pembungaan pada bulan Maret 2017, curah hujan normal ( 386 mm) dan ketersediaan air untuk proses penyerbukan cukup. Namun dengan adanya perubahan iklim yang signifikan, dimana pada saat kopi mulai masak yang seharusnya terjadi pada bulan Oktober, curah hujan justru menurun drastic yaitu hanya 82 mm, ini menyebabkan terjadi pergeseran waktu panen dari bulan Oktober ke bulan Nopember. Namun pada saat musim panen tiba, pada bulan Nopember curah hujan justru meningkat siginifikan yaitu mencapai 432 mm.
Bahkan memasuki bulan Desember 2017,cjurah hujan tinggi dengan durasi panjang (nyaris sepanjang hari) masih terus mengguyur dataran tinggi Gayo. Hal ini menyebabkan terganggunya proses panen dan pasca panen, banyak buah kopi yang sudah waktunya dipanen akhirnya rontok karena tidak sempat dipanen, ini berpeluang  terjadinya penurunan produksi. Disisi lain, proses pengeringan biji kopi juga terganggu akibat tingginya curah hujan dan berlansung nyaris sepanjang hari, selama ini petani maupun pedagang hanya mengandalkan proses pengeringan kopi secara alami (memanfaatkan sinar matahari), ini juga berpeluang terjadinya penurunan kulaitas kopi yang berdampak pada penurunan harga kopi.
Dari segi pembeli (pedagang), keterbatasan lantai jemur yang mereka miliki, menyebabkan daya tampung pembelian kopi dari petani menjadi terbatas, ini juga menjadi salah satu penyebab turunnya harga kopi yang menyebabkan kerugian petani. Rusaknya infrastruktur jalur distribusi kopi (Dari Gayo menuju Medan) akibat banji maupun longsor, juga menyebabkan terhambatnya pengiriman kopi ke luar daerah maupun luar negeri, sehingga terjadi penumpukan stok di gudang-gudang. Ini yang kemudian berdampak banyaknya kopi petani yang kemudian tidak terbeli oleh pedagang, dan kalaupun ada pedagang yang mau membeli, harganya dibawah standard an sistim pembarannya ditunda.
Kesimpulannya, perubahan iklim global yang terjadi dalam 2 tahun terakhir ini sangat merugikan petani, baik karena menurunnya produktivitas, kulaitas maupun tersendatnya pemasaran.
HORTIKULTURA
Selain kopi, dataran tinggi Gayo juga dikenal sebagai sentra produksi hortikultura, khususnya kentang, kol, wortel, cabe, tomat dan bawang merah. Budidaya hortikultura sangat tergantung pada kondisi iklim dan cuaca , terutama curah hujan, karena hampir semua komoditi hortikultura sangat rentan terhadap curah hujan tinggi, namun juga sangat sulit berproduksi dengan optimal pada saat curah hujan minim atau ketersediaan air terbatas. Ini menjadi dilema bagi petani hortikultura dalam menentukan jadwal tanam, karena musim tidak lagi bisa diprediksi.