Sebagai pejabat fungsional,  setiap penyuluh pertanian memiliki tugas pokok yang melekat bidang tugasnya yaitu : (1) Meningkatkan pendidikan, (2) Mempersiapkan penyuluhan pertanian, (3) Melaksanakan penyuluhan pertanian, (4) Melakukan evaluasi dan pelaporan penyuluhan pertanian, (5) Mengembangkan penyuluhan pertanian, (6) Mengembangkan profesi penyuluhan pertanian. Dan salah satu 'inti' dari pengembangan profesi penyuluh pertanian adalah membuat karya tulis ilmiah. Artinya, disamping melaksanakan tugas pokok sebagai pendamping, pembina dan pembimbing petani, seorang penyuluh pertanian  juga harus bisa mengembangkan profesionalisme dengan mengasah kemampuan melalui kegiatan pembuatan karya tulis  ilmiah.
"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah" itulah ungkapan yang pernah disampaikan oleh Pramaodya Ananta Toer, penulis kawakan di hegeri ini. Seorang penyuluh, setiap hari bergelut di lapangan, tentu banyak yang dilihat, didengar, dirasakan dan dilakukannya.Â
Begitu juga sebagai aparatur pertanian yang mengemban tanggung jawab untuk mensejahterakan petani, tentu punya harapan-harapan untuk meningkatkan kualitas pelayanan penyuluhan yang dilakukannya. Itulah sebabnya, setiap penyuluh pertanian harus mampu menulis apa yang dilakukan dan apa yang diharapkan, karena bukan hal sulit bagi seorang penyuluh untuk mencari 'bahan baku' sebuah tulisan, karena setiap hari mereka sudajh menemukannya di lapangan..
Seperti kata Pramoedya, jika seorang penyuluh tidak pernah menulis, maka ketika dia memasuki usia pensiun, maka akan 'finish'lah dia, tak ada yang dapat ditinggalkan untuk dikenang dan dimanfaatkan oleh petani, dan bukan tidak mungkin jasanya selama berpuluh tahun menjadi penyuluh akan segera dilupakan orang. Â Terkait dengan sustainable extension (penyuluhan berkelanjutan) yang menjadi 'ruh' dari pengembangan metoda penyuluhan, juga terkait erat dengan aktifitas menulis dari seorang penyuluh pertanian. Karena apa yang pernah ditulis oleh seorang penyuluh bisa jadi akan menjadi acuan pengembangan metode penyuluhan beberapa puluh tahun yang akan datang.
Penyuluh wajib menulis
Kalau dikaitkan dengan 'payung hukum' profesi penyuluh yaitu Peraturan menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor 2/PER/MENPAN/2/2008, maka disana sudah tertera jelas bahwa menulis atau membuat karya tulis itu hukumnya wajib bagi semua penyuluh. Apalagi bagi mereka yang sudah mencapai jabatan penyuluh pertanian madya dengan pangkat Pembina (IV/a), sangat tidak dimungkinkan untuk naik ke jenjang pangkat yang lebih tinggi jika tidak pernah membuat karya tulis. Dalam PermenPAN tersebut dijelaskan bahwa bagi penyuluh pertanian berpangkat IV/a yang akan naik pangkat ke jenjang yang lebih tinggi, minimal harus mengumpulkan 12 angka kredit dari membuat karya tulis.
Sementara bagi para penyuluh dengan jabatan fungsional dibawah itu, sering ada asumsi keliru yang menganggap bahwa membuat karya tulis itu hanya merupakan tugas penunjang, padahal kalau disimak peraturan tersebut, disana jelas tertera bahwa pengembangan profesi penyuluh yang salah satu unsurnya membuat karya tulis adalah tugas utama penyuluh pertanian.
Asumsi keliru tersebut akhirnya membuat para penyuluh pertanian yang belum mencapai jenjang jabatan penyuluh pertanian madya menjadi enggan untuk mulai menulis. Asumsi yang salah ini juga sering menjadi acuan bagi para penilai angka kredit penyuluh sehingga, karya tulis penyuluh (jika ada) sering dimasukkan sebagai unsur penunjang dalam penilaian angka kredit, ini yang harus segera diluruskan oleh pihak-pihak terkait. Kondisi ini jugamenjadi lebih 'parah', karena sebagian besar penyuluh yang masuk sebagai tim penilai angka kredit, ternyata juga tidak pernah menulis, sehingga pemahaman mereka tentang karya tulis juga acap kali keliru dan ini sangat merugikan penyuluh yang rajin menulis.
Yang kemudian menjadi realita di lapangan saat ini, para penyuluh senior yang sebenarnya memilki kepintaran dan keahlian spesifik, akhirnya harus puas dengan pangkat atau golongan 'pamuungkas" IV/b. Padahal kalau mereka mau menulis satu kali sebulan saja, akan terbuka peluang mereka untuk menggapai karir puncak mereka dengan pangkat akhir Pembina Utama (IV/e).
Kementerian Pertanian yang nota bene sebagai 'induk semang' bagi para penyuluh pertanian, sejatinya sudah sejak lama menyediakan wahana menulis bagi para penyuluh pertanian. Sebut saja Tabloid Sinar Tani yang tahun ini sudah berusia 47 tahun, adalah sebuah media pertanian nasional yang efektif untuk 'mewadahi' karya tulis para penyuluh pertanian. Namun sampai dengan saat ini, penyuluh pertanian yang mau menulis di media ini masih dapat dihitung dengan jari. Begitu juga dengan media pertanian lainnya yang diterbitkan oleh Kemneterian Pertanian atau relasinya seperti Majalah Swa Daya, Majalah Ekstensia  dan Majalah Online Cyber Extension yang membuka peluang seluas-luasnya bagi penulis untuk menyalurkan tulisannya, juga masih 'sepi' dari tulisan penyuluh.
![Gmbar 2, Contoh beberapa media pertanian yang bisa menjadi 'wadah' menulis bagi penyuluh pertanian (Doc. FMT)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/09/11/media-pertanian-59b61f76a32cdd240b4e4612.jpg?t=o&v=770)