Saat anganku menembus batas atmosfer
Dan jiwaku melayang di cakrawala
Melintasi gumpalan stratus, cumulus dan nimbus
Bahkan melampaui cumulonimbus
Tapi begitu sulit kutembus sidratil muntahaMU
Karna aku tak tau
Sudah kugapaikah rahmahMu di sepuluh hari pertama ramadhanMu
Dan sudah kudapatkah maghfirahMu di pertengahan bulan muliaMu
Tapi aku masih terus berharp itkun minannarMu di penghujung  bulan ampunanMu
Yang kubisa lakukan hanyalah
Berharap jerihku menunduk ditikar sujud Engkau terima
Dahagaku sampai menjelang senja Engkau terima
Sedikit rejeki yang aku bagikan juga Engkau terima
Karena kusadar penuh
Jiwaku masih tak bersih
Ikhlasku masih berbalut riya’
Puasaku masih berbalut nafsu dunia
Shalatku masih berbalut ketidak khusyukan
Infak dan sedekahku masih berbalut kebakhilan
Tapi aku tetap berharap
Do’a- do’aku Engkau perkenankan
Meski terlalu musykil aku berharap pahalaMu
Namun ampunanMu tetap paling kudamba
Meski tak layak aku ke surgaMu
Karena sudah berkarat dosa-dosaku
Tapi tak sanggup kutahan panasnnya nerakaMu
Hanya ampunanMu yang mampu selamatkanku
Dari pedihnya azab-azabMu
Kota Dingin Takengon, 27 Ramdhan 1438 H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H