Puncaknya, di ajang Pekan Nasional (Penas) XV Petani Nelayan yang digelar di provinsi Aceh, dari tanggal 6 – 11 Mei 2017 yang lalu, bawang merah lokal Gayo dari kabupaten Aceh Tengah ini, mampu menunjukkan eksistensinya sebagai salah satu varietas bawang merah terbaik di Indonesia. Dalam Kontes Hortikultura tingkat nasional ini, bawang merah yang diusung Kaslil, mampu meraih Jura 3, bersanding dengan Jura 1 dari Grobogan, Jawa Tengah dan Juara 2 dari Cirebon, Jawa Barat. Ini sekaligus menjadi bukti bahwa bawang merah lokal Gayo asal kecamatan Lut Tawar, Aceh Tengah ini memiliki kualitas yang sangat baik, sehingga layak mendapat pengakuan sebagai komoditas unggul nasional.
Begitu disebut komoditi Bawang Merah (Alium cepa), asumsi sebagian orang langsung akan tertuju ke Brebes, Jawa Tengah. Daerah yang berada di jalur Pantura Pulau Jawa tersebut memang sudah lama dikenal sebagai sentar produksi bawang merah terbesar di Indonesia, sampai-sampai orang mengindentikkan bawang merah dengan bawang Brebes.
Kabupaten Solok di Sumatera Barat kemudian menyusul sebagai sentra produksi bawang merah baru, dan ternyata areal tanam bawang merah di daerah berhawa dingin ini jauh lebih luas dari areal tanam bawang Brebes. Jadilah kini Brebes dan Solok dikenal sebagai produsen utama bawang merah di negeri kita.
Anggapan sebagian besar masyarakat yang berasumsi bahwa bawang merah adalah bawang Brebes, membuat ketergantungan pasokan dari Pulau Jawa, khususnya Brebes membuat komoditi kerap menjadi salah satu penyumbang inflasi. Ketika produksi di Brebes menurun, maka akan terjadi kelangkaan bawang di pasaran, dan harga akan melambung naik. Meski “kuota” bawang merah mulai terbagi dengan kabupaten Solok, namun tetap saja Brebes menjadi “kiblat” produksi bawang merah dalam negeri.
Kebutuhan konsumsi bawang merah yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, membuat pemerintah melalui Kementerian Pertanian kemudian memasukkan komoditi ini sebagai komoditi prioritas. Agar terjadi keseimbangan produksi, maka sejak beberapa tahun yang lalu, bawang merah dijadikan sebagai salah satu komoditi prioritas yang dikembangkan melalui program Upaya Khusus (Upsus) di seluruh wilayah Indonesia yang meiliki potensi untuk pengembangan komoditi ini.
Menurut hasil inventarisasi yang dilakukan oleh Direktorat Sayuran dan Tanaman Obat, Kementerian Pertanian, banyak daerah yang punya potensi untuk pengembangan bawang merah, namun karena belu terprogram dan terencana dengan baik, maka aktiftitas usaha tani bawang merah belum dianggap sebagai bididaya utama. Daerah seperti Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jawa Barat, Kalimantan dan Sulawesi, memerupakan beberapa daerah yang sebenarnya memiliki potensi untuk pengembangan bawang merah, namun belum tergarap secara optimal.
Geliat bawang merah lokal Gayo.
Dilihat dari syarat tumbuhnya, komoditi bawang merah sebenarnya bisa ditanam di berbagai jenis dan ketinggian tanah. Komoditi ini bisa tumbuh dan berkembang dengan baik di dataran rendah seperti Brebes, tapi juga mampu berproduksi optimal di dataran tinggi seperti Solok.
Kabupaten Aceh Tengah yang berada di dataran tinggi Gayo juga merupakan daerah yang potensial untuk pengembangan komoditi bawang merah ini. Sudah sejak beberapa tahun yang lalu, para petani yang berada di pinggiran Danau Laut Tawar di wilayah kecamatan Bintang dan Lut Tawar, sudah mulai mengembangkan komoditi ini, Bahkan bawang merah asal Nosar, kecamatan Bintang sudah cukup lama dikenal oleh konsumen di seputaran kota Takengon dan sekitarnya.
Sementara itu di wilayah kecamatan Lut Tawar, penyebaran komoditi bawang merah malah sudah merata hampir ke semua desa, mulai dari desa Rawe, Toweren, Pedemun dan Kenawat. Luas areal pertanaman bawang merah di kecamatan ini setiap tahunnya juga mengalami peningkatan. Harga komoditi ini yang relatif stabil sepanjang tahun, menjadi salah satu daya tarik bagi petani untuk mengembangkan komoditi ini di lahan pertanian mereka.