Gambar 1, Sfarin Zailani, berreuni dengan peserta Penas asal Papua (Doc. FMT)
Even akbar Pekan Nasional (PENAS) Petani Nelayan ke XV tahun 2017 yang baru saja usai di gelar di provinsi Aceh, dihadiri tidak kurang dari 35.000 peserta yang berasal dari semua provinsi di Indonesia. Di provinsi yang terletak di ujung barat Indonesia ini, para petani dan nelayan dari seluruh Nusantara berkumpul untuk mengikuti berbagai agenda yang telah dipersiapkan. Selain itu, gelaran besar tiga tahunan ini juga merupakan ajang untuk mempromosikan produk-produk pertanian dan perikanan unggulan dari daerah masing-masing, serta bisa menjadi ajang transaksi bisnis pertanian antara petani dengan para pelaku usaha di bidang pertanian, karena acara ini juga dihadiri oleh para pelaku usaha di bidang pertanian, khususnya yang berasal dari kota-kota besar di Indonesia.
Bagi sebagian besar peserta Penas, selain membawa misi dari daerah mereka masing-masing, mereka juga memanfaatkan even ini seagai ajang untuk menjalin silaturrahmi antar peserta yang berasal dari daerah yang berbeda-beda dan tentu saja dengan ciri khas dan kultur budaya yang berbeda pula. Disinlah kemudian terjalin komunikasi dan interaksi serta keakraban dari semua peserta Penas, dan inilah sebenarnya esensi dari gelaran yang merupakan agenda rutin dari Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) ini.
Ada yang menarik dalam even Penas XV di Aceh yang digelar selama sepekan dari tanggal 6 – 11 Mei 2017 ini, yaitu kehadiran kontingan dari ujung timur Indonesia. Para peserta Penas yang berasal dari Papua dan Papua Barat ini mampu menarik dan menyedot perhatian pengunjung, baik peserta Penas sendiri maupun pengunjung dari sepotaran kota Bnnda Aceh dan kota-kota lainnya di provinsi Aceh. Ciri khas peserta dari Papua ini sangat mudah dikenali oleh semua pengunjung, selain dari cirri fisik kulit hitam dan rambut keriting, dari asesoris yang mereka kenakan, para pengunjung akan langsung bisa mengenali bahwa mereka adalah peserta dari Papua.
Dari tampilannya, para peserta asal Papua ini memang kelihatan “sangar”, tapi ternyata mereka sangat ramah dan baik, mereka menyapa siapa saja yang dijumpainya dengan logat khas dan sikap ramah mereka. Itulah yang menyebabkan kehadiran mereka di setiap sudut arena Penas sangat disukai oleh para pengunjung. Dalam sekejap, mereka sudah bisa terlihat akrab dengan para pengunjung Penas, logat bicara mereka yang agak “berbeda” justru bisa menjadi penghangat suasana, karena terkadang melahirkan kelucuan-kelucuan yang mengundang gelak tawa pengunjung.
Keunikan yang mereka tampilkan, akhirnya mengundang keinginan banyak peserta Penas maupuun pengunjung untuk mengajak mereka berfoto atau selfie bersama. Dan dengan senang hati mereka akan menerima ajakan selfie itu, bahkan mereka mampu bergaya layaknya foto model professional, menebar senyum kesana kemari saat mereka difoto. Itu yang membuat para pengunjung Penas merasa terkesan bisa berfoto bersama mereka, karena momen seperti itu sangat langka bagi para pengunjung.
Seperti yang diungkapkan oleh Siti Fadilah, ibu rumah tangga asal Banda Aceh ini sengaja mengajak putrinya yang masih berusia 2 tahun untuk bisa berfoto bersama salah seorang peserta dari Papua,
“Awalnya agak serem melihat penampilan mereka, tapi ternyata mereka baik dan ramah-ramah, senang sekali bisa berfoto bersama salah seorang dari mereka, jarang-jarang ka nada momen seperti ini, itung-itung nambah saudara” ungkap Siti sambil tersenyum.
Lain lagi dengan Riga, petani muda asal Aceh Tengah ini, dia terlihat merangkul mesra seorang peserta Penas asal Papua, seolah teman lama yang sudah lama tidak pernah ketemu.