“Menyenangkan bisa ketemu teman-teman dari Papua, mereka sangat menyenangkan dan bisa jadi teman diskusi yang mengasyikkan, ketemu mereka rasanya seperti ketemu teman lama saja, bisa ngobrol kesana kemari disertai candaan-candaan ringan” ungkap Riga.
Sementara bagi Safrin Zailani, koordinator tim expo pertanian Aceh Tengah, bertemu dengan sesame peserta Penas dari Papua seakan menjadi reuni baginya, karena sebelumnya Safrin juga pernah bertemu mereka di ajang Penas XIV di Malang, tahun 2014 yang lalu.
“Tiga tahun lalu saya pernah ketemu mereka di Malang, dan hari ini saya kembali bertemu dengan mereka, rasanya seperti reunian saja, hahaha, mereka teman yang sangat menyenangkan” kata Safrin.
Ungkapan yang hampir sama juga disampaikan oleh Dian Utami, peserta Penas asal Yogyakarta. Sama seperti Safrin, Dian juga pernah ketemu dengan para peserta dari Papua dalam even Penas sebelumnya, bahkan Dian sudah dua kali bertemu dengan mereka. Tapi meski sudah pernah bertemu, Dian tetap kepingin berfoto dengan mereka, karena menurutnya berfoto dengan saudara dari ujung timur Indonesia yang berpenampilan unik ini sangat berkesan baginya.
“Saya pernah ketemu mereka di Palembang tahun 2011 dan di Malang tahun 2014 yang lalu, tapi setiap ketemu mereka, saya tetap kepingin selfie sama mreka, karena berfoto bersama mereka bagi saya sangat mengesankan, mereka sangat baik, tidak seserem penampilan mereka” ungkap Dian sambil tersenyum.
Tak heran dimana ada peserta asal Papau berada, disitu selalu antri pengunjung yang ingin berfoto bersama. Dan para peserta berpenampilan unik ini memang mobilitasnya cukup tinggi, baru beberapa saat berada di arena Penas, tau-tau mereka sudah berada di salah satu sudut kota Banda Aceh, dan beberapa saat kemudian sudah terlihat nongkrong di salah satu Mall di kota itu. Teriknya udara kota Banda Aceh bukanlah kendala bagi mereka, dengan santainya mereka menyusuri jalanan kota berjalan kaki tanpa alas kaki, seperti kebiasaan di daerah asal mereka. Dan setiap kehadiran mereka selalu menarik perhatian siapa saja yang bertemu dengan mereka.
Ada alasan kenapa mereka begitu terlihat senang mengelilingi kota Banda Aceh, sebagian besar dari mereka memang belum pernah menginjakkan kaki di Tanah Rencong sebelumnya. Beberapa obyek kota yang menarik perhatian mereka adalah Museum Tsunami dan Masjid Raya Baiturrahman anda Aceh. Salah seorang peserta asal Papua, Robertus mengungkapkan rasa gebiranya bisa menginjakkan kakinya di bumi berjuluh Serambi Mekkah ini.
“Selama ini kita orang hanya bisa lihat Aceh dari layar televisi, ada tsunami besar yang pernah terjadi disini juga cuma kita orang tau dari tivi, tapi sekarang kita orang se bisa lihat langsung ke museumnya, bagus sekali, kami bisa tau kejadian tsunami yang banyak memakan korban saudara kami di Aceh” ungkap Robertus dengan logat Papuanya yang kental.
Meski mengaku non Muslim, tapi Robertus sangat mengagumi Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, beberapa kali dia mendatangi masjid ini meski hanya dari luar pagar masjid.
“Kita orang punya cirri khas daerah masing-masing dan harus saling menghormati, saya juga menghormati saudara-saudara Muslim saya di Aceh, saya juga kagum sama keindahan masjid Banda Aceh ini, tapi saya hanya lihat dari luar, karena saya bukan Muslim” sambungnya, sebenarnya dia punya keinginan untuk masuk kedalam masjid, tapi dia takut dianggap tidak sopan dan mengganggu ummat Islam disana.