Kebanyakan lahan pertanian tanaman pangan dan hortikultura di wilayah ini masih mengandalkan pola tadah hujan atau kalaupun ada jaringan irigasi, baru berupa jaringan irigasi semi teknis atau irigasi perdesaan yang cakupannya tentu saja sangat terbatas. Ke depan, perlu dipikirkan untuk merancang grand design pembangunan pertanian dengan memproritaskan pembangunan irigasi teknis dalam skala besar, terutama pada wilayah-wilayah yang memiliki potensi untuk pengembangan tanaman pangan dan hortikultura.
Demikian juga dengan pembangunan infrastruktur pertanian lainnya, wilayah tengah ini juga masih jauh tertinggal, mekanisasi pertanian dengan pengadaan alat dan mesin pertanian (alsintan) masih sangat terbatas, instalasi perbenihan juga masih minim, unit-unit pengolahan pupuk organik masih jarang, itupun belum berfugsi secara optimal.
Dan yang paling dirasakan masyarakat sebagai kendala, adalah belum semua infrastruktur pendukung berupa jalan dan jembatan yang bisa mengakses sentra-sentra produksi pertanian, kondisinya baiik, sehingga menyulitkan petani untuk memasarkan dan mendistribusikan produk pertanian yang sudah mereka hasilkan. Inilah salah satu yang menyebabkan sering terjadinya fluktuasi harga komoditi pertanian di wilayah ini. Ke depan, pembangunan infrastruktur apapun di wilayah tengah ini harus didesain mempunyai dampak sinergis bagi sektor pertanian.
Memasuki era tahun 2000 sampai 2005, di mana semua wilayah Aceh dilanda konflik politik dan keamanan berkepanjangan, dampaknya juga dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di wilayah tengah. Perasaan tidak aman yang melanda sebagian besar warga Gayo dan Alas waktu itu, menyebabkan banyaknya lahan pertanian dan perkebunan potensial yang terbengkalai akibat ditinggalkan oleh pemiliknya.
Akibatnya jelas, produksi dan produktivitas hasil pertanian di wilayah ini merosot drastis, dan perekonomian masyarakat mengalami gangguan yang cukup serius, meski tidak sampai membuat kehidupan masyarakat terpuruk. Itu artinya, stabilitas politik dan keamanan juga sangat berpengaruh terhadap ketahanan ekonomi masyarakat Gayo dan Alas. Itulah sebabnya pembangunan sektor pertanian di wilayah ini ke depan, harus juga di iringi dengan pembangunan territorial yang bisa memberi perlindungan dan rasa aman bagi masyarakat dalam berusaha, khususnya bagi para petani yang tinggal dan berusaha di wilayah perdesaan.
Pasca MoU Helsinki, kondisi politik dan keamanan di wilayah tengah ini mulai relatif stabil, kalau dibandingkan dengan wilayah pesisir, maka wilayah tengah ini termasuk paling cepat dalam proses rehabilitasi dan rekonsiliasi pasca konflik, karena memang wilayah ini meski berada di wilayah tengah, tapi bukan merupakan pusat dari pusaran konflik. Kembalinya stabilitas politik dan keamanan di wilayah ini, juga menandai kembalinya geliat pembangunan pertanian di Gayo dan Alas. Dan lagi-lagi, kuatnya basic pertanian di wilayah ini, menjadi modal utama bangkitnya perekonomian masyarakat pasca terjadinya krisis maupun konflik berkepanjangan. Artinya sektor pertanian sudah menjadi pondasi utama pembangunan di wilayah tengah, karena pembangunan sektor lainnya tidak akan berarti apa-apa jika tidak menyentuh sektor pertanian ini.
Gambaran di atas mungkin sudah bisa menjadi bahan bagi para penyusun kebijakan dibidang perencanaan pembangunan di keempat kabupaten wilayah tengah Aceh ini dalam mendesain pembangunan di wilayah ini. Tidak bisa ditawar-tawar lagi bahwa pembangunan di semua sektor di wilayah ini harus dirancang untuk mendukung pembangun sektor pertanian, karena hanya dari sektor pertanian inilah masyarakat Gayo dan Alas mampu bangkit dari keterpurukan dan bertahan dari berbagai krisis.
Bukan hanya dari anggaran pembangunan yang dikelola oleh kabupaten saja yang perencanaanya harus “Agricultural Oriented”, tapi perencanaan pembangunan di Provinsi Aceh maupun nasional yang dialokasikan ke wilayah tengah ini juga harus berorientasi kepada pembangunan sektor pertanian. Karena membangun wilayah tengah Aceh dengan mengabaikan sektor pertanian, hanyalah sebuah kesia-siaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H