Mohon tunggu...
Fathan Muhammad Taufiq
Fathan Muhammad Taufiq Mohon Tunggu... Administrasi - PNS yang punya hobi menulis

Pengabdi petani di Dataran Tinggi Gayo, peminat bidang Pertanian, Ketahanan Pangan dan Agroklimatologi

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Harga Anjlok, Ratusan Kilogram Tomat "Dibuang" di Tempat Sampah

27 Juni 2016   13:13 Diperbarui: 27 Juni 2016   13:32 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjelang datangnya hari raya Idul Fitri 1437 H, dimana banyak kebutuhan yang harus dipenuhi oleh keluarga para petani, tapi nasib “miris” terjadi pada para petani Tomat yang ada di Dataran Tinggi Gayo, Aceh Tengah dan bener Meriah. Komoditi hortikultura yang selama ini menjadi andalan untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup mereka, justru tidak mampu “menolong” mereka, pada saat kebutuhan mereka engalami peningkatan.

Dalam beberapa hari terakhir ini, harga tomat di pasar lokal Takengon,  Aceh Tengah maupun di tingkat petani, terus mengalami penurunan drastis, bahkan nayaris “terjun bebas”. Kalau pada bulan yang lalu, harga tomat di pasar Paya Ilang, yang merupakan sentra transaksi hasil pertanian di dataran tinggi Gayo, masih bertahan pada kisaran Rp 6.000,- sampai Rp 7.000,- per kilogramnya, dan harga di tingkat petani mencapai 4.000 sampai 5.000 rupiah per kilogramnya, tapi dalam sepekan terakhir, harga komoditi pertanian yang menjadi salah satu andalan petani hortikultura di Gayo ini mengalami “jungkir balik” harga,  di tingkat pasar saja harga tomat hanya berkisar 800 rupiah per kilogram, sementara di tingkat petani hanya dihargai 500 rupiah per kilogramnya, itupun cukup sulit untuk mencari pedagang yang mau membeli.

Akibat jatuhnya harga tomat ke titik terendah dalam empat tahun terakhir kini banyak petani yang membiarkan buah tomat yang mereka budidayakan dengan susah panyah itu, jatuh dan membusuk di kebun. Karena kalaupun dibawa ke pasar, harganya sangat rendah dan jarang sekali pedagang pengumpul yang mau menampungnya. Tentu saja dengan kondisi seperti ini, para petani mengalami kerugian yang cukup besar, karena biaya produksi untuk usaha tani tomat tergolong tinggi dan perawatan serta pemeliharaannya pun cukup rumit dan membutuhkan ketelatenan.

Ada sebuah “pemandangan” yang membuat penulis merasa “treyuh”, ketika tanpa sengaja melintas di seputaran pasar Paya Ilang tadi malam (Minggu, 26/6/2016) sekitar jam 21.00 WIB. Saat itu para petugas kebersihan dari Badan Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan (BLHKP) Kabupaten Aceh Tengah sedang menumpulkan sampah untuk dibawa ke tempat pembuangan akhir sampah. Penulis dapat melihat ada tumpukan buah tomat segar yang “menggunung” di samping kontainer sampah, mungkin kalo dimasukkan ke mobil pick up, bisa penuh 2 sampai 3 mobil, bahkan lebih. Penulis menduga, buah tomat yang sebagian besar masih dalam kondisi bagus itu sengaja dibuang oleh petani yang kecewa buah tomatnya tidak ada yang membeli setelah dibawa ke pasar.  Kejadian yang nyaris sama, juga pernah terjadi sekitar 4 atau 5 tahun yang lalu, pada saat harga tomat anjlok, para petani dengan sengaja membuang puluhan ton buah tomat segar ke sungai, parit-parit bahkan sepanjang jalan, mungkin itu mereka lakukan sebagai bentuk protes entah kepada siapa yang menyebabkan keberuntungan tidak berpihak kepada mereka.

Penasaran dengan apa yang penulis lihat semalam, pagi ini sengaja penulis melakukan “investigasi” ke pasar Paya Ilang, Takengon. Tidak banyak pedagang yang menjajakan tomat, begitu juga di tempat penampungan tomat oleh pedagang “pengepul” juga tidak terlihat aktifitas packing tomat untuk dikirim ke luar daerah seperti biasanya. Miris sekali, ditingkat pedagang pengecer saja, harga tomat hanya ditawarkan 1.000 rupiah per kilogramnya, itu sudah tomat pilihan, bahkan kalau mengambil 2 kilogram, cukup membayar 1.500 rupiah saja. Itu artinya harga di tingkat petani nggak lebih dari 500 rupiah per kilogram, dan dengan harga seperti itu, untuk bisa "balik modal" saja sulit, apalagi berharap untung.

Sementara itu beberapa pedagang pengumpul yang biasanya membeli tomat dari petani kemudian mengirimnya ke luar daerah juga terlihat lesu tanpa gairah, menurut mereka, dalam beberapa hari belakangan ini, nyaris tidak ada permintaan tomat dari luar daerah, baik dari Banda Aceh maupun Medan yang selama ini menjadi pangsa pasar tomat dari dataran tinggi Gayo. Ketika penulis menanyakan sebabnya, para pedagang itu hanya menggeleng,

“Kami tidak tau penyebabnya, yang jelas pedagang di Medan dan Banda Aceh, sudah beberapa hari ini tidak pernah minta kiriman tomat, kata mereka stok masih banyak dan permintaan pasar kurang” ungkap seorang pedagang pengumpul.

Tentu ini menjadi sebuah permasalahan urgen yang harus segera dicarikan jalan keluarnya oleh para pihak terkait, karena jika fenomena ini terus berlanjut tanpa solusi, bukan tidak mungkin para petani di daerah ini akan “jera” untuk menanam tomat lagi. Dan ketika terjadi kelangkaan, harga akan kemabli melonjak, tapi bukan petani Gayo yang menikmati lonjakan harga tersebut, karena jika stok di pasar lokal kosong, otomatis akan masuk tomat dari luar daerah., tentunya lonjakan harga yang akan terjadi, hanya akan dinikmati oleh petani dari luar daerah.

Tapi kemungkinan itu segera tertepis saat penulis kemudian melanjutkan “investigasi” ke salah satu lahan tomat petani di kawasan kecamatan Pegasing. Meski terlihat kesal dan membiarkan buah tomatnya berjatuhan di kebunnya, namun Darman, nama petani tomat yang penulis temui tadi pagi, menyatakan tetap akan menanam tomat,

“Nanam tomat itu sudah jadi pekerjaan rutin saya, ya meski sekarang harganya anjlok, tapi saya tetap akan menanamnya lagi pada musim yang akan datang, kan tidak selamanya harga tomat seperti ini, lebih sering saya dapat harga dan hanya sekali-sekali saja harganya jatuh seperti ini” ungkap Darman optimis. Dan sikap otimis Darman itu mungkin mewakili ratusan petani tomat di Gayo, meski saat ini mereka “digoncang” dengan anjloknya harga tomat, tapi mereka tetap akan terus membudidayakan tanaman tersebut, sebuah sikap konsisten yang perlu diapresiasi.

Namun meski terlihat optimis, Darman tetap berharap pihak terkait bisa mencarikan solusi jangka pendek yang bisa mengatasi kerugian petani,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun